Jumat, 19 November 2010

Narasi Undangan Pernikahan

Assalamu'alaykum wr wb...
A, Fu disuruh buat narasi undangan pernikahan dan narasi resepsi. Tapi fu baru buat yang narasi undangan pernikahan aja, baca ya... bagus tak?


Bismillahirrahmanirrahim…

“Cinta adalah lukisan abadi dalam kanvas kesadaran manusia. Lukisan. Bukan definisi. Ia disentuh sebab situasi manusiawi, dengan detil-detil nuansa yang lebih rumit. Tapi dengan pengaruh yang terlalu dahsyat. Cinta merajut semua emosi manusia dalam berbagai peristiwa kehidupannya menjadi sublim. Begitu agung tapi juga terlalu rumit.” -Anis Matta-

Cinta. Itulah fitrah Allah yang sudah barang tentu terselip pada setiap hati seluruh umat manusia. Seluruh umat manusia. Bahkan yang mengingkari mempunyai hati dan jiwa. Karena Allah itu cinta dan Maha cinta. Karena manusia terlahir oleh cinta. Cinta Allah dan cinta kedua orang tua. Dan cinta itu pula yang telah berbisik pada dua insan Allah yang telah Dia ikat dengan benang merah cinta. Seperti nebula halus memanjang yang mengikat dua hati insan yang telah sekian lama merindu dalam panjangnya jalan berliku. Dua insan Allah yang telah siap mengukir kanvas putih tak bernoda dengan warna-warna cinta. Berdua. Karena kanvas tak pernah terlukis bila tak ada kuas dan catnya bersama. Sebab cinta adalah lukisan abadi dalam kanvas kesadaran manusia.

“Orang tidak akan percaya cerita kita karena mereka tidak tahu bahwa cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh dan berkembang tanpa bantuan musim, tetapi apakah nisan yang menyatukan kita untuk pertama kali, dan apakah jam inilah yang menahan kita dalam Kudus dari yang Terkudus dari hidup? Apakah bukan tangan Tuhan yang mendekatkan jiwa kita sebelum kelahiran dan membuat kita menjadi tawanan satu sama lain sepanjang segala siang dan semua malam? Hidup manusia tidak berawal di rahim dan tidak pernah berakhir di kuburan; cakrawala ini, penuh cahaya bulan dan bintang, tidak ditinggalkan oleh jiwa yang mencintai dan semangat yang peka.” –Kahlil Gibran-

Cinta adalah nuansa yang begitu rumit. Seperti halnya kehadirannya yang selalu dinanti dan kepergiannya yang selalu tak diingini, maka kemulaan cinta pun tak pernah dimengerti. Ia datang tanpa permisi. Pun pergi tanpa permisi. Karena cinta bersemayam di hati. Hati yang keberadaannya dalam genggaman Allah, yang bisa Dia bolak balik sekehendak-Nya. Cinta itu pula yang telah tumbuh dalam dua hati insan Allah yang  bahkan tak pernah sadar telah menanam benihnya di hati masing-masing. Cinta yang bersemi tanpa rencana, bersandar tanpa nuansa dan berlabuh tanpa dermaga. Itulah cinta suci yang diberi Allah. Bahkan saat diperbincangkan banyak manusia, tangan Allah tak pernah lekang untuk terus menyiraminya sambil menggerakan jemari-Nya untuk menyeka air mata sang perasa cinta. Bahkan kala hujatan datang dari banyak manusia, tangan Allah tak pernah lekang untuk semakin erat mendekapnya sambil menggerakkan jemari-Nya lembut menyentuh menenangkan sang perasa cinta. Perasa cinta yang siap menanam bunga bersama. Sebab cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh dan berkembang tanpa bantuan musim.


“Celupan warna Allah, dan siapakah yang lebih baik celupan warnanya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah.” –QS. Al-Baqarah 138-

Cinta itu telah berpadu menjadi bunga dalam celupan warna cinta Illahi. Cinta sang wanita yang merah merekah seperti mawar. Melukiskan gairah cinta Illahi yang anggun dan elegan. Ia adalah sederhana dalam kemewahan, bersahaja dalam kesempurnaan, mewangi dalam keanggunan. Warna cinta keagungan Illahi yang telah mampu menyentuh warna cinta sang lelaki yang biru cerah seperti langit. Melukiskan anugerah cinta Illahi yang lembut dan elegan. Ia adalah tegas dalam kesederhanaan, bertahan dalam kebersahajaan, bertanggungjawab dalam kehalusan. Warna cinta keagungan Illahi yang telah mampu menyentuh warna cinta sang wanita. Merah dan biru telah menyatu. Mereka berpadu dalam celupan warna cinta Illahi. Mereka berpadu menghasilkan warna yang lain dari cinta Illahi. Mereka berpadu, menjadi warna ungu. Melukiskan gairah dan anugerah cinta Illahi yang kokoh dan elegan. Ia adalah harapan kesetiaan. Kesetiaan cinta yang dibingkai atas nama cinta Illahi dan teladan cinta Rasul dalam hati. Dua warna telah bermetamorfosa mewujudkan pepatah bahwa menjadi muslim adalah menjadi kain putih, lalu Allah mencelupnya menjadi warna ketegasan, kesejukan, keceriaan, cinta, rahmat bagi semesta alam. Dua warna telah siap membingkai pelangi dalam taman yang diberkahi Allah Ta’ala. Sebab tak ada celupan warna cinta yang lebih baik dari celupan warna Allah.

Begitulah saat cinta telah mengusik, maka insan pertama yaitu sang wanita, pun mampu berbisik :

“Aku tidak tertarik siapa dirimu, atau bagaimana kau tiba di sini. Aku ingin tahu apakah kau mau berdiri di tengah api bersamaku dan tak mundur teratur. Aku tidak tertarik dimana atau dengan siapa kau belajar. Aku ingin tahu apakah yang menjagamu dari dalam, saat segala berjaAllah. Aku ingin tahu apakah kau bisa sendirian bersama dirimu, dan apakah kau benar-benar menyukai temanmu di saat-saat hampa.” -Jean Houston, A Passion for The Possible-

Begitulah saat cinta telah mengusik, maka insan kedua, yaitu sang lelaki pun menjawabnya dengan berbisik :

“Kecocokan jiwa memang tak selalu sama rumusnya. Ada dua sungai besar yang bertemu dan bermuara di laut yang satu ; itu kesamaan. Ada panas dan dingin bertemu untuk mencapai kehangatan ; itu keseimbangan. Ada hujan lebat berjumpa tanah subur, lalu menumbuhkan taman ; itu kegenapan. Tapi satu hal tetap sama. Kita berdua serasi karena bertasbih memuji ALLAH. Seperti segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, ruku’ pada keagungan-Nya.” –Salim A. Fillah-

Maka saat cinta telah mengusik, ia perlahan akan berkembang membentuk fondasi menjadi sebuah bangunan di hati. Karena jika cinta dihijrahkan dari jatuh cinta menuju bangun cinta, maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga. Hijrah cinta itulah yang juga akan dilakukan dua insan Allah dengan jalan sebuah pernikahan. Mendirikan bangunan cinta seperti petunjuk Rasul bahwa; “Tidak ada bangunan di dalam Islam yang lebih dicintai oleh Allah daripada pernikahan.”

Dua insan Allah itu adalah Riyanni Sri Handayani dan Haris Nurdiana Sofyan. Yang atas izin ALLAH akan mereguk salsabila cinta yang dipercikkan pada jiwa dan raga, hingga kebahagiaan tertuang laksana luasnya telaga kautsar dalam memuji ke-Maha Besaran-Nya. Semata mencari keridhaan-Nya. Untuk itu, kedua insan Allah yang akan menjadi mempelai itu hendak meminta doa dan restu serta kehadiran rekan sekalian. Pada akad dan resepsi yang akan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 29 November 2010.

0 komentar: