Tampilkan postingan dengan label Surat-surat yang kutululis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Surat-surat yang kutululis. Tampilkan semua postingan

Kamis, 19 Juni 2014

Seorang Pria Yang Di Sana


Originally created by Fu

: teruntuk seorang pria yang di sana

Seorang pria yang di sana,
selalu memintal rindu dalam semburat senja, yang setiap hari semakin menampakkan jelas kerut di dahinya. Sering kali melipat khawatir terganti dengan lirihan dzikir. Sementara aku terkadang lupa akannya, yang selalu menyimpan rindu meski tanpa mengungkapnya. Aku yang tak mengerti bahwa kabar tentangku adalah keniscayaan yang selalu ia tunggu, sapa dariku adalah kebahagiaan yang selalu ia rindu.

Seorang pria yang di sana, selalu menganyam cinta tanpa aksara jua bicara, namun menunjukkannya dalam setiap peluh yang luruh pun doa yang mengangkasa. Lebih memilih sabar pada ketergesaanku, mengalah pada kekeras-kepalaanku, terdiam pada omong kosongku. Aku yang tak pernah mengerti bahwa tegasnya adalah kelembutan, larangannya adalah kepedulian, marahnya adalah kebaikan, sederhananya adalah kebijakan, dan air matanya adalah kecintaan. 

Seorang pria yang disana, yang selalu menjadi satu-satunya pria untukku. Menjadi pria pertama yang tak pernah mengeluhkan urusanku, mendukung dengan segenap tenaga yang ia miliki, pun pikiran yang rela ia curahkan. Menjadi pria pertama yang menerimaku apa adanya, tanpa riasan penampilan, tanpa keluhan berat badan, tanpa manipulasi kepura-puraan, aku dengan segala keburukan dan kekurangan. Menjadi pria pewujud gelak tawa dalam canda yang tak ada duanya, memunculkan kedua lesung pipiku yang selalu rindu dicubitnya. Menjadi pria, pertama, yang segala.

Seorang pria yang di sana, yang kemarin baru saja berkata , "Jadi isteri sholehah ya..." dalam temaram kaca-kaca di mata, yang disembunyikannya, ketika ia menyerahkan tanggungjawabnya terhadapku pada seorang yang kisebut belahan jiwa.

Seorang pria yang di sana, mulutku memang tak mampu berkata apa-apa, namun percayalah bahwa hatiku membuncah segala.

tentangmu, Papa...

Posted :Bandung, 21 September 2011
Edit : Bandung, 15 Juni 2014

Happy Fathers Day Papah Marah Sudarga, I love you so much, more than I can say.... 




Senin, 14 April 2014

Surat Cinta di Tahun Kedua Pernikahan

Origilly created by Fufu

Dua tahun lalu, jumat penuh bahagia yang ketibaannya kita tunggu bersama, selepas penuh keringat dan air mata kita alami berdua. Kau ikat aku dalam janji suci yang menggetar semesta, bahwa kedepannya empat kaki kita akan melangkah bersama. Masih ingatkah kamu, hari itu turun hujan begitu lebatnya di malam hari, mengiring berkah rahmat-Nya untuk kita berdua. Hari itu, tak kan pernah kulupa, hari dimana pertama kalinya seorang pria membuatku semakin mencintai-Nya.

Hari demi hari kita jalani status "terikat" bersama, konflik demi konflik kita lalui berdua; mulai dari canda tawa hingga air mata. Kisah kita tak selamanya bahagia, bahkan kau dan aku sama-sama mengalami keterasingan akan masing-masing. Aku benar-benar tak mengenalmu, seperti halnya kau yang benar-benar tak mengenalku. Mungkin sesekali kita merasa ingin hidup berdua selamanya, dengan dunia kita yang begitu indahnya. Namun, ada kalanya kau dan aku saling tak paham satu sama lain, sehingga boleh jadi pikiran kita sudah meliar merencanakan hal yang tak seharusnya. Ah Yabi... -itulah panggilan sayangku padamu, bahkan sebelum kita pernah bertemu... kala mengingat momen itu rasanya aku ingin berlari dan sembunyi, betapa aku tak paham akan perbedaan besar diantara kau dan aku.

Selalu ada yang membuatku ingin memperjuangkan apa yang telah kita sepakati bersama, kau tahu apa itu? Ya, persamaan-persamaan kecil yang kita miliki berdua; tentang cinta, tentang cita, tentang impian, tentang kegilaan pemikiran kita, tentang pantai, tentang dunia, tentangmu dan aku meskipun dalam ruang hampa yang kita lilini dengan hati kita. Ah, yabi... terlalu banyak puzzle-puzzle persamaan antara kau dan dan aku, yang tak lah sebanding dengan perbedaan besar kita yang ternyata sedikit saja. Yabi... terima kasih telah membuatku paham bahwa; persamaan dan perbedaan dalam pernikahan bukan untuk diperdebatkan, persamaan denganmu adalah kekuatan, dan perbedaan denganmu untuk saling mengutuhkan.

Mungkin kau terkejut akan segala tentangku yang terbuka begitu saja setelah menikah; aibku, kelemahanku, kekuranganku, dan masa lalu yang masih kusimpan dalm tubuhku, yang aroma sampah emosinya lambat laun kau cium dariku. Awalnya kukira kau akan berlari karena menghadapi kenyataan pahit dariku, namun kau peluk aku dan kau ajarkan aku untuk bisa mencintai diriku sendiri. Kau yang dengan setia, sedikit demi sedikit menyumbuhkan luka menganga yang hanya kututupi saja, bertahun lamanya. Yabi... terima kasih telah membuatku paham bahwa; sebelum kita memberikan cinta pada sesama, pastikan kita mencintai diri kita terlebih dahulu. Dengan menerima, mensyukuri, dan memaafkan segala masa lalu yang pernah diri lalui, agar Tuhan meridhai masa depan yang akan kita jalani.

Dengan menikah denganmu, aku merasa begitu menikmati hidup. Aku menjadi diriku sendiri, dengan segala impian yang selama ini berjejal di otakku. Kau tuntun aku perlahan, menuju setiap episode hidup yang menakjubkan; tentang passion,tentang karya, tentang kebermanfaatan, tentang pernikahan, tentang surga yang akan kita perjuangkan bersama. Yabi... terima aksih telah membuatku paham bahwa; suami dan istri yang baik adalah ia yang tak menuntut pasangannya berubah seperti orang lain, melainkan menuntun pasangannya menjadi dirinya sendiri, yang semakin baik setiap hari.

Yabi... membicarakan tentang kita tak pernah cukup untuk kurangkai dalam kata, bahkan dua tahun ini serasa begitu lama. Masih banyak rasa terima kasih yang kuucapkan padamu, tentang setiamu, tentang kesabaranmu, tentang kau yang begitu berjuang menjadi ayah yang baik bagi Emil kecil kita. Mungkin aku belum begitu sempurna mengenalmu, maka izinkanku untuk terus belajar memahamimu sampai akhir hayat kita.

Yabi... maafkan atas segala kekurangan dan kesalahanku selama ini, sebagai istri, teman, sahabat, partner, dan semua peranku terhadapmu. Izinkan aku terus belajar untuk semakin kau cintai, untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anak kita, untuk menjadi partner terbaikmu, untuk menjadi apa yang kau selalu doakan atasku.

Yabi... terakhir, izinkan aku mengeja yang dua, bahwa; aku cinta.

Bandung, 6 April 2014



Senin, 08 Oktober 2012

A Letter for My Husband, Ayabi :)

: untuk Ayabi

Assalamu’alaikum wr wb

Apa kabar Yabi? Tak apa kan bila kutanya kabarmu, sayang? Meski baru dalam hitungan detik, menit dan jam yang belumlah seberapa raga kita tak bersapa. Namun rinduku padamu tak kan pernah sirna; ia siap mengejawantah di hatiku, meski baru kau tinggal dalam hitungan detik saja. Tak kuhantar cinta untukmu, karena ia senantiasa mengalir tanpa henti dari hatiku, tanpa harus diperintah sama sekali. Tak lah apa, bila ia tak sebanding dengan cinta-Nya, yang bahkan setetes saja berwujud nikmat tak hingga, melebihi nikmat kautsar yang belum kita rasa. Tak lah apa, kan sayang? Karena cinta bagiku telah menjelma menjadi semua tentangmu, dalam pendaran cahaya-cahaya yang bertahta di hatiku, karena-Nya, Tuhan kita yang menyeluruh Maha.

Entah mengapa ini menjadi surat tersulit yang pernah kutulis, tak seperti sebelumnya saat aku belum mengetahui siapa keberadaanmu sebenarnya, kata-kata mengalir begitu saja, berbeda dengan sekarang, sayang; karena bahkan aku tak mampu mengatur rima jentik jemari sembari menghapus tetes air mataku yang turut mengiringi. Betapa rangkai aksara tak mampu menampung bertumpah cinta yang mengalir untukmu.

Yabi tersayang, hari ini tepat 6 bulan dari peristiwa dimana kau telah berikrar pada Tuhan kita, bertutur pada semesta hingga mengguncang Arsy-Nya, bahwa kau menjadikanku bidadari bumi yang akan menemanimu; menetapkan atas titah sang Maha bahwa aku adalah pasangan yang memang tertakdir untukmu. Segala puji bagi-Nya, Allah yang Maha suci telah mempermudah proses yang selama ini kita jalani, dalam kesabaran yang seringkali membuat kita melelah keringat dengan haru yang mendalam, dalam ketaatan yang meliputi yakin bahwa Tuhan akan mempersatukan hati kita tepat pada waktunya. Masih terekam hangat dalam memoriku, saat kemarin itu, di mana pertama kalinya kening ini dikecup, oleh seorang pria yang memiliki senyum tersumringah di hari itu, yaitu dirimu.

Mungkin terasa janggal saat orang-orang mengira usia pernikahan kita masihlah ranum, sementara kita berdua sepakat bahwa hitungan 1 bulan seperti 1 tahun rasanya, hitungan 2 bulan seperti 2 tahun rasanya, dan pada bulan ini di hitungan 6 bulan, terasa sudah 6 tahun aku menjadi seorang isteri dari suami terbaik sedunia. Iya Yabi, rasanya tak berlebihan aku berkata begitu, karena memang itulah yang aku rasakan.

Rasanya air mata papa yang menetes saat harus melepas anak perempuan pertamanya tak pernah sia-sia, karena ia telah menitipkanku pada pria yang paling tepat. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu sabar menghadapi aku, mendengar setiap keluhku, bahkan tak pernah sekalipun kau membentak untuk memarahiku. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu lembut memperlakukan istrinya, penuh cinta; bahkan itu terlihat hanya dari binar matanya, dari lembut tatapanmu yang merona.

Membayangkan untuk mendapat suami dengan sosok sempurna sepertimu saja aku tak pernah, Yabi; dengan segala kekuranganku yang kau tahu tak mampu dihitung satu persatu. Aku hanya ingat bahwa aku selalu berdoa: “Ya Allah, berilah hamba sosok suami yang bisa membimbing hamba untuk semakin mencintai-Mu.” Kemudian Allah memberiku dirimu, yang sangat melebihi ekspektasiku. Perkenalan kita yang memang tak lah lama menguatkan prinsip kita bersama, bahwa pernikahan merupakan awal dari perkenalan sebenarnya.

Semakin mengenalmu hari-hari ini semakin berwarna ceria, rasanya dunia begitu lebih indah; melalui cerita-ceritamu tentang ilmu sains Sang Maha, melalui buku-buku yang kau rekomendasikan untuk kubaca, melalui kemanjaanmu yang selalu saja membuatku gemas dibuatnya, juga melalui air mata kita yang tumpah bersama selepas kejatuhan sujud kita.

Senja semakin memesona saat setiap sore kita syukuri tak hanya berdua, melainkan bersama calon buah hati kita; yang selalu kau kecup melalui perutku, yang selalu kau ajak berbincang dan tertawa, yang begitu kau khawatirkan keberadaan pertumbuhan dan perkembangannya. Ah, yabi, di usiamu yang masih begitu muda, kau telah menjelma sosok pria yang sempurna; suami yang memperoleh cinta utuh dari isterinya, dan (calon) ayah yang menghantari cinta menyeluruh pada anaknya.

Kata-kata tak cukup mendeskripsikan tentang kita, namun biarlah aku mencoba menyulamnya sedikit saja, agar sejarah setidaknya tahu bahwa pernah ada sulaman cinta yang ikatan benangnya begitu erat, antara seorang aku dengan dirimu, my lovely husband.

6 bulan berlalu rasanya sudah 6 tahun bersamamu, Ayabi.
_Bundami

6Okt'12



: the first time when a man touch me

Jumat, 01 Juli 2011

Surat Untuk Yabi -2-

Originally created by Fu

Sebuah surat terperangkap (lagi!)
...
Assalamu’alaykum wr wb
Yabi, masih ingatkah kau pembicaraan kita tempo hari? Biar aku uraikan satu persatu, untuk sejenak mengembalikan memorimu…

Yabi…

Aku ingin dikenal olehmu dengan sempurna
Tanpa penjajakan yang saat ini sedang marak orang lain lakukan. Cukuplah kau mengenalku melalui keluarga, kerabat, ataupun lingkungan dakwah yang kita lalui bersama. Sejatinya kau tak akan pernah bisa mengenalku, karena pernikahan adalah proses pengenalan yang berkesinambungan. Pernikahan bukanlah akhir tujuan perkenalan, namun awal sesungguhnya dari perkenalan. Seperti tuturmu tempo hari : Aku memang tak mengenalmu, namun aku akan berusaha mengenalmu semampuku, setelah kita telah dinyatakan halal untuk saling mengenal.

Aku ingin dilamar olehmu dengan sempurna
Tanpa pertukaran cincin terlebih dahulu seperti yang orang lain bilang tunangan. Cukuplah kau mengenalkan diri dan keluargamu pada keluargaku. Hingga mewujud keharmonisan awal yang sejatinya tercipta karena menghormati kesucian pernikahan. Seperti tuturmu tempo hari : “Aku memang tak sanggup memberikan banyak harta untuk melamarmu, namun di jalan dakwah yang akan ku jalani denganmu, aku berjanji untuk berusaha mencari harta semampu kita. Harta yang halal untuk kita pakai bersama.

Aku ingin dinikahi olehmu dengan sempurna
Tanpa terlalu banyak kemeriahan yang mendekati kenikmatan dunia. Cukuplah rasa bahagia yang menyelimuti keluarga, sanak saudara, beberapa kolega, serta kita berdua khususnya, menjadi keriangan tersendiri dalam haru yang tercipta karena telah sah-nya untuk menjalani biduk rumah tangga. Seperti tuturmu tempo hari : Aku memang tak mampu untuk memberikan kebahagiaan berlimpah di hari pernikahan kita, namun aku berjanji akan selalu membuatmu bahagia di hari-hari pernikahan kita nantinya. Sejatinya pernikahan bukanlah akhir dari perjalanan hidup kita, namun gerbang awal untuk membuka salah satu jalan menuju ridha-Nya.

Aku ingin dicintai olehmu dengan sempurna
Tanpa banyak kata yang membalut kebohongan belaka. Cukuplah rayuan dan candaan ringan untuk menghiasi pernikahan kita. Tak perlu kau pandai merangkai kata romantis untuk selalu menyenangkanku, cukup kau tahu bagaimana memposisikan kedudukanku. Aku bukan berada di atas kepala hingga selalu haus akan sanjung puja, bukan pula berada di bawah kaki untuk diinjak dan dihina. Aku adalah tulang rusuk kirimu, dekat dihatimu untuk selalu kaucinta. . Seperti tuturmu tempo hari : Aku tidak berani berjanji untuk mencintaimu sepenuhnya, namun aku berani berjanji untuk selalu belajar mencintaimu sepenuhnya. Cinta sejati yang membuat kita semakin mencintai-Nya.

Aku ingin hidup bersamamu dengan sempurna
Tanpa banyak terpengaruh hal-hal yang menimbulkan perselisihan antara kita berdua. Cukuplah atas nama Allah segala tingkah polah kita, disertai Al-Qur’an penerang jalan hidup kita, dan Hadits pengiring liku hidup kita. . Seperti tuturmu tempo hari : Aku memang tak bisa membuatmu bahagia selalu, namun aku berjanji untuk selalu ada dalam setiap suasana dan kondisi perasaanmu. Aku ingin menyediakan pundak dalam kesedihanmu, menjadi obat penenang dalam kegundahanmu, serta melebarkan pangkuan di saat kelemahanmu.

Aku ingin memberikan keturunan untukmu dengan sempurna
Tanpa ego yang menaungi diri masing-masing, kita berdua membicarakan persetujuan dalam perencanaan. Cukuplah kita berdua yang tahu akan keinginan dan kemampuan kita. Melaluiku, terlahirlah para jundi kecil pelengkap hidup kita. Yang menjadikanmu pondasi bangunan pemikiran mereka, serta menjadikanku madrasah berilmu yang tak ada habis-habisnya. Seperti tuturmu tempo hari : Kita ciptakan generasi terbaik bangsa yang kan mengukir sejarah peradaban, setidaknya yang kan mampu membuat kita bangga, karena telah memiliki penerus dakwah seperti mereka.

Aku tak sempurna. Kau pun tak sempurna. Ketidaksempurnaanmu menjadi pelengkap ketidaksempurnaanku, hingga kita terlihat sempurna, meski hanya bagi kita berdua. Biarlah Allah yang Maha sempurna, yang berhak menilai kesempurnaan kita.

Yabi… kali ini cukup itu saja aku rasa.

Bandung, Juni 2011
...

Lagi! kau menulis kontroversi, fu! :p

Senin, 21 Maret 2011

Surat Untuk Yabi -2-

Originally created by Fu

Sebuah surat terperangkap (lagi!)


Assalamu’alaykum wr wb

Yabi, bagaimana kabarmu? Aku hanya selalu berharap kau berada dalam keadaan yang baik, melalui beberapa tangkup doa yang selalu kuhantar untukmu. Agar Allah senantiasa menjagamu, melancarkan segala urusanmu, juga memberkahi setiap jejak langkahmu.

Yabi, sudah lama rasanya kita tak bertutur bersama meski hanya sekadar berdebat jumlah bintang di langit malam ini. Atau juga menerka-nerka bentuk rembulan mulai dari sabit hingga purnama lagi. Atau juga menikmati sajian langit malam dengan diam tanpa komentar sama sekali. Tapi tahukah kamu bahwa dari situlah kita sama-sama menyelam, memaknai yang kau suka dan tak dapat  aku rekam, merasai yang kusuka dan tak dapat kau tilam. “Aku suka, karena kau suka.” katamu pelan.

Yabi, aku lebih memilih untuk amnesia sejenak bila mencoba mengingat bagaimana aku mengenalmu. Seperti yang aku adukan padamu di suatu malam, bahwa aku masih saja belum mengerti bagaimana aturan perkenalan lelaki dan perempuan dalam Islam. Dimana aku tengah kebingungan diantara berbagai jawaban dan petuah, bahwa itu fitrah, bahwa itu lumrah, bahwa itu absah, dan berpura-pura tidak tahu bahwa itu cara jahiliyah. Tidakkah aku terlalu berlebihan bila nyatanya penjagaan pandangan, hati dan lisan telah tergantikan, oleh pesan mengudara yang sekenanya dikirim dengan alasan kekaguman. Tidakkah aku terlalu idealis bila nyatanya fakta itu datang dari mereka yang mengaku aktivis, yang berkoar teori toleransi logis, namun mengkonsumsi pil kewajaran overdosis. “Mari bersujud, karena hanya Allah lah yang mengetahui seberapa munafik hati kita.” katamu menitikkan air mata.

Yabi, aku tak pernah menyesal telah bertemu denganmu, melainkan berucap syukur bahwa Allah telah memberikanmu untukku. Seperti yang telah aku tuturkan, bahwa untuk meyakinkan keputusan padamu perlu kejernihan hati dan keluasan pikiran, juga tak hingga istigfar pada niat dalam ketulusan. Dimana aku harus menjelaskan pada bunda bahwa yang berjanggut tipis bukan berarti fanatik atau bahkan teroris, yang bercelana bahan bukan berarti tak punya celana jeans melainkan sebuah kesederhanaan. Tidakkah aku terlalu aneh bila nyatanya yang tampak sempurna tak aku toleh. Karena yang tampan berbalut kebanggaan hanya akan mencintaiku diwaktu muda, yang kaya berbalut kesombongan hanya akan menganggapku sebagai beban nafkah saja. Tidakkah aku terlalu fanatik bila nyatanya yang tampak baik tak aku lirik. Karena yang bangsawan berbalut warisan hanya akan memajangku layaknya boneka, yang bergelar dai berbalut sorban hanya akan merebutku dari Allah pemilik jiwa. “Mari bersujud, karena hanya Allah lah yang mengetahui seberapa rendah derajat kita.” katamu menitikkan air mata.

Yabi, mungkin aku yang terlalu menuntutmu sempurna, untuk menjadi suami, ayah, kakak atau terkadang adik yang manja. Seperti yang sudah kau tahu, bahwa aku tak terlalu mengerti dan memahami jalan pemikiran kaummu, mungkin karena aku tak pernah berani bertanya pada ayah seperti apa lelaki yang baik itu. Bahkan sampai saat ini aku tidak memahami apa hubungan lelaki dan  buaya, karena sepanjang hidup aku disuguhkan penampakkan seorang lelaki seperti ayah yang begitu setia. Tidakkah aku terlalu pemilih bila nyatanya untuk menantimu itu terkadang membuat tubuhku letih atau berjalan tertatih, hanya berbekal nasihat bunda yang berpesan lirih, “Hati-hati pada lelaki yang menyebar jaring pada beberapa wanita, lalu di suatu saat memilih yang paling pas menurutnya. Jangan percaya pada lelaki yang mengobral janji, karena lelaki yang baik itu adalah yang memikir berkali-kali segala konsekuensi, yang memilih diam dalam kesabaran, atau berani membuat keputusan, dengan jalan yang Allah halalkan serta rasul teladankan.” Tidakkah aku terlalu keras kepala bila nyatanya memilihmu tak semudah yang aku kira, karena perlu keselarasan hati, pikiran dan jiwa, hanya berbekal nasihat ayah yang berpesan secara seksama, “Lelaki shalih itu banyak jumlahnya, namun yang terbaik untukmu hanya satu saja. Oleh karena itu jangan tergesa-gesa membuat keputusan, jangan pula mengulur-ngulur keputusan hanya karena perasaan. Karena wanita yang baik itu adalah yang tak mendahului ketetapan Tuhan, yang memilih malu mengungkap fitrah perasaan, atau menerima dan memutuskan.”

Yabi, maafkan aku yang mungkin telah menyakiti hatimu karena ketidaksesuaian penempatan perasaan. Aku hanya ingin memastikan bahwa kaulah cermin itu, yang tak hanya memantulkan penampakkan, namun bersama mengadakan perbaikan. Aku ingin meyakinkan bahwa kau memang memilih segala kekuranganku. Tidak karena parasku, tidak karena penampilan luarku, tidak karena profesiku, tidak karena apa yang orang bilang tentangku. Karena selain komunikasi, yang penting dalam sebuah pernikahan adalah kepercayaan dan kerelaan. -Kepercayaan untuk belajar mengenal tiada henti, karena pernikahan bukanlah akhir dari sebuah perkenalan, melainkan awal sejatinya sebuah pengenalan. Kerelaan untuk menerima segala aib diri, karena pernikahan merupakan kesediaan untuk saling menerima yang sebelumnya tak terdengar, terlihat, terraba, bahkan terrasakan, yang mungkin jauh dari segala impian. “Mari bersujud, karena hanya Allah lah yang mampu menyatukan, membimbing, serta menguatkan hati kita.” katamu menitikkan air mata.

Yabi, mungkin aku tak sepenuhnya menjadikan cinta sebagai alasan menikah denganmu, namun izinkan aku menjadikan pernikahan sebagai alasan untuk mencintaimu. Insya Allah...

Kemarin, Maret 2011
Menelisik embun yang tak ditemui fajar tadi

Sabtu, 29 Januari 2011

Surat untuk Yabi

  Originally created by Fu

Sebuah surat terperangkap!


Assalamu’alaykum wr wb
Salam cinta penuh rahmat Illahi dengan semerbak wangi kesturi untukmu, Yabi. Bagaimana kabarmu? Aku yakin Allah selalu menjagamu dengan baik, karena aku yakin limpahan doa tak hingga selalu mengalir untukmu, baik itu dari dua orang tuamu, saudaramu, sahabatmu dan semua kerabatmu. Pun aku hanya bisa mengantar doa secuil saja, menebar harapan agar kau dilimpahi nikmat iman tiada hentinya.

Yabi, dengarkan aku bicara…

Yabi, jangan herankan aku yang begitu pelupa! Kau tentunya tahu bahwa aku lebih senang mengingat apa-apa yang mesti kupersiapkan di setiap pagimu. Mulai dari memilihkan baju hingga sepatu, membuatkan setangkup roti dan segelas susu, sampai mengantarkan keberangkatanmu hingga depan pintu, dengan tatapan dan senyuman yang selalu kau rindu, walau hanya sekadar melegakanmu bahwa aku akan baik-baik saja. Ah… tak apa-apa bila aku mesti lupa mengenai sajian televisi setiap harinya, yang menghantarkan itu-itu saja mulai dari terbit mentari hingga tenggelamnya lagi, dari channel yang satu sampai yang lainnya lagi. Aku tak pernah lupa ungkapanmu di suatu fajar, “Dami, lebih baik kita membuat acara dan tayangan sendiri, agar tawa dan tangis bisa dapat kita bersama bagi, dengan kejujuran yang tak terbantah manipulasi!”

Yabi, jangan herankan aku yang begitu kampungan! Kau tentunya tahu bahwa aku memanglah orang rumahan yang berasal dari desa kecil dan sama sekali tak kekotaan. Aku yang tak biasa mengikuti faham hedonisme yang menjadi lumrah, menghadiri suatu acara dan pesta megah, atau berdandan dan tampil mewah. Mungkin aku masih belum mengerti alasan kenapa orang terpacu meniru-niru, hingga menghalalkan segala cara tanpa ada sesal dan ragu. Ah… tak apa-apalah bila aku tak disebut modern dengan canggihnya teknologi masa kini yang orang-orang sebut globalisasi, dimana aturan kitab dipaksa sesuai era saat ini, bukan era yang sesuai aturan kitab lagi. Aku tak pernah lupa pesanmu di suatu pagi, “Dami, biarlah mereka melakukan hal yang mereka percayai, selama itu tak mengganggu apa yang kita yakini, cukuplah Tuhan saja yang prasangkanya kita takuti!”

Yabi, jangan herankan aku yang tak bisa berdebat! Kau tentunya tahu bahwa aku lebih memilih sendiri mengasapi dapur dengan memanaskan kompor, daripada beramai-ramai menghujati gedung dan memunculkan komentar autor, aktor, hingga koruptor. Maafkan aku yang tak paham bagaimana dan apa itu politik, mungkin aku harus banyak belajar darimu yang lebih memahami bagaimana itu konflik. Seperti katamu bahwa segala aspek itu penting dan haruslah hanif, karena dien kita begitu komprehensif. Ah… tak apa-apalah bila aku disebut bodoh karena tak mampu berkomentar dengan berlandaskan teori yang hambar. Nyatanya aku lebih senang berkutat dengan kreasi es krim, jus dan salad buah apa lagi, yang cocok untuk penutup makan siangmu esok hari. Aku tak pernah lupa anjuranmu di suatu siang, “Dami, kita harus banyak bersabar untuk ketidaksesuaian harapan dan kenyataan, banyak bersyukur untuk segala aib yang ditutupi Tuhan, serta banyak memohon ampun untuk segala dosa yang setiap hari kita lakukan!”

Yabi, jangan herankan aku yang begitu pemalas! Kau tentunya tahu bahwa aku tidak terlalu suka hingar bingar dan keramaian. Aku yang menikmati penantian kepulanganmu dengan melakukan aktivitas yang menurut orang lain begitu membosankan; berlama-lama duduk di depan monitor meski hanya sekadar menuangkan keterdesakan yang berjejal di otakku, atau juga terhanyut dan tenggelam dalam kesenangan menyelami buku. Seperti kau juga tahu bilapun harus menikmati indahnya dunia luar, tak lepas dari izin atau keberadaanmu yang mendampingiku melihat sekitar. Hingga suatu hari nanti mungkin aku akan sering mengganggu malammu di kamar sendirian, karena harus memberi pelayanan atau menyaksikan kelahiran. Ah… tak apa-apalah bila aku tak mengenal emansipasi yang saat ini menggelegar dengan berbagai teori, padahal dien kita telah menjunjung tinggi kaumku dengan aturan yang pasti, demi kehormatan dan harga diri. Aku tak pernah lupa pendapatmu di suatu sore, “Dami, Tuhan itu punya kuasa untuk menciptakan pribadi yang berbeda-beda. Keberagaman paradigma itu bukanlah suatu persoalan yang harus dipersalahkan keberadannya, namun justru kesyukuran memperkaya pengetahuan dan ladang ibadah kita, selama itu tidak bertentangan dengan aturan dien sesungguhnya. Yang sama adalah bahwa setiap manusia mempunyai hak atas penentuan hidupnya!”

Yabi, jangan herankan aku yang sering menangis! Kau tentunya tahu bahwa aku terlalu sensitif dan sangatlah peka, sehingga menjawab segala ujian hidup dengan air mata. Maafkan bila aku sering kali menancapi telingamu dengan berbagai celotehan yang tak jarang menimbulkan kebosanan dan kekesalan. Aku yang begitu senang menanyai segala hal padamu, mengeluh banyak hal padamu, sampai merajuk hal sepele padamu. Tak usahlah kau memarahiku dengan bentakan, karena nasehat lembut dan diammu lebih meluluhkan, terkadang aku hanya perlu waktu untuk menenangkan. Ah… tak apa-apalah bila orang lain menganggapku lemah karena rengekan, nyatanya canda tawa menghantarkan dosa bila berlebihan. Cukuplah kau yang menjadi saksi setiap buliran air mata, dengan bahumu yang menjadi sandaran duka, genggamanmu yang mengobati luka, atau senyumanmu yang menghantarkan bahagia. Aku tak pernah lupa perkataanmu di suatu petang, “Dami, setelah Tuhan mengikat kita dengan senyuman malaikat yang menghantarnya, maka  luka dan duka adalah bersama, senyum dan canda adalah bersama, karena bersama adalah ibadah sebenarnya!”

Yabi, jangan herankan aku yang tak bisa romantis! Kau tentunya tahu bahwa aku lebih banyak diam setiap menikmati rembulan. Aku memang tak bisa berbuat banyak saat kau tengah bercumbu dengan kertas-kertas kerjamu, tak bisa membantu saat kesulitan permasalahan menjejali otakmu, juga tak bisa memahami jalan pikiranmu yang lebih rumit dan jauh melesat dariku. Aku hanya bisa menyajikan secangkir kopi hangat dan sepotong kue saat kau bosan, menyeka keringat di keningmu saat kau tampak kelelahan, juga menyediakan kedua telingaku saat kau butuhkan. Ah… tak apa-apalah bila aku justru kesulitan mengeluarkan apa yang ingin isi hatiku ungkapkan, hanya sebuah pengingat yang kuhaturkan saat kau melelah sampai kemalaman, bahwa sudah waktunya untuk tidur agar fajarmu menyegarkan, tak lupa minum vitamin dan berwudhu sebelum terlelapkan. Aku tak pernah lupa pesanmu di suatu malam, “Dami, jangan terlalu mengkhwatirkan aku dengan merapikan kertas kerjaku. Namun jangan pula mengabaikan aku yang sering kali melupakan arti keberadaanmu!”

Yabi, masih ingatkah pertanyaanmu yang belum kujawab ; “Berapa ya yang akan memanggil kita Ayabi dan Bundami?”

Yabi, aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Jemariku tertahan di sini…


-saya suka hari jum’at-
Januari ‘11

*ah, fu… lagi! Kau menulis kontroversi! ^^

Ini fu tulis untukmu, a.... afwan baru sempet post di sini... ^^

Sabtu, 31 Juli 2010

Lelahkah kau menunggu?

 Originally created by Fu
Untuk dia yang begitu istimewa

Assalamu'alaykum wr.wb.

Lelahkah kau menunggu?
Aku masih mengambil butir-butir pasir Illahi nan lembut untuk kita susun dalam kehampaan atmosfer bumi ini. Kuambil, kurengkuh, dan kusimpan walau hanya untuk sekadar mengukir namamu kelak. Kulekatkan menggunakan perekat abadi yang selalu bertasbih memuja-Nya. Biarlah tak berpola, karena sejatinya hidup itu memang dinamika, maka pastilah pasir-pasir itu mengangkasa, yang tentunya masih pada orbitnya.

Lelahkah kau menunggu?
Aku masih harus menyediakan teh hangat untuk fajar yang membangunkanku dalam warna-warni asa yang terasa begitu manis. Kuseduh, kuaduk, dan kusajikan tanpa lupa kucatat dalam goresan memori walau untuk sekadar melihat polesan senyummu kelak. Kureguk setetes untuk mengingatkanku akan tidak adanya pendustaan atas nikmat-Nya. Biarkanlah tertuang pada yang lain, agar ia senantiasa jadi cangkir kosong, yang tentunya selalu harus diisi.

Lelahkah kau menunggu?
Aku masih senang merangkai huruf tanpa makna untuk kita diskusikan keberadaannya dalam perbincangan di segala masa, apa itu pagi, senja, petang ataupun malam. Kususun, kusatukan, dan kusimpan walau untuk sekadar membuatmu memegang tanganku. Biarlah tak begitu indah, namun yang pasti terpatri kuat di ujung akal dan hati yang terpacu reseptor arus dan tegangan milik-Nya.

Lelahkah kau menunggu?
Aku masih Allah beri kesabaran untuk tetap menjalani proses tak bertepi ini satu persatu untuk kita renungi mengenai tujuan sejati hidup ini. Kucari, kulihat dan kukejar walau hanya untuk sekadar menyentuh bayanganmu. Biarlah tak sempurna, karena yang terpenting adalah kita benar-benar memulai dari berbaring sampai berbaring lagi, yang tentunya kesempurnaan hanya milik-Nya.

Lelahkah kau menunggu?
Aku masih merangkai bait-bait lirik meski tak bermelodi untuk kita dendangkan bersama dalam kesyahduan cinta karena-Nya. Kupetik, kugesek, kutabuh, dan kutiup walau hanya untuk sekadar bermanja padamu. Biarlah tak begitu merdu, karena kita memang tak berhak mengindahkannya, pastilah bergetar dan mengalir pada kemutlakan ayat-ayat cinta-Nya,

Lelahkah kau menunggu?
Dalam hembusan nafas kesabaran, senyuman hangat ketegaran, tetesan air mata ketidakberdayaan serta sujud lembut kepasrahan, gantilah ucap lelah itu menjadi Lillah. Kita dapat berdiri, berhadapan, dan beradu pandang dalam jarak yang begitu dekat hingga malaikat pun ikut berdoa melihat rembulan yang tersipu, nanti, di batas waktu. Insya Allah…




Seseorang berkata padaku :
"Bila kau sekarang sedang menunggu seseorang untuk menjalani kehidupan menuju Ridha-Nya, bersabarlah dengan keindahan. Wallahi, dia tidak datang karena ketampanan, kecantikan, kepintaran ataupun kekayaan, tapi Allah-lah yg menggerakan. Jangan tergesa-gesa mengekspresikan cinta kepadanya sebelum Allah mengizinkan. Belum tentu yang kau cintai adalah yang terbaik untukmu. Simpanlah segala bentuk ungkapan & derap hati rapat-rapat, karena Allah akan menjawabnya dengan indah di saat yg tepat" 




Dalam kerinduan
Penghujung Juli 2010
_Fu_

Ksatria Galaksi

Originally created by Fu

Catatan untuk dia ksatriaku

Assalamu’alaykum wr. wb.

Wahai ksatria galaksiku
Kau yang suatu saat nanti akan merajut pola rasi bintang terindah dalam hidupku, kuyakin kau tetap merindukanku. Jika suatu saat nanti kau bertanya rasi bintang seperti apa yang aku inginkan, maka kau pun akan mengerti bahwa aku begitu menyukai seekor kupu-kupu. Bukan tanpa alasan tak pasti, namun karena itu kau akan tahu bagaimana diriku yang sebenarnya. Bukan terlihat indah tanpa alasan, namun melalui proses kehidupan. Bukan dapat terbang tanpa alasan, namun penuh perjuangan. Bukan, aku sebenarnya bukan aku yang begitu memesonamu. Seperti hal-nya ia yang berasal dari ulat, kau pun akan mengerti begitu kecil dan hinanya diriku yang sebenarnya, kalau bukan Dia sang pemilik Arsy yang telah mengangkat kehormatanku. Namun aku yakin hanya  rasi bintangmu yang akan mampu meluluhkan hatiku, karena Dia-lah yang menjadikan tanganmu mampu membuatnya, hingga menyentuh kedalaman hatiku.


Wahai ksatria galaksiku
Kau yang suatu saat nanti akan meniup nebula-nebula terhalus dalam hidupku, kuyakin kau tetap bersabar untukku. Jika suatu saat nanti kau bertanya nebula seperti apa yang kuinginkan, maka kaupun akan mengerti bahwa aku tak perlu nebula-nebula romantis yang keluar dari bibirmu. Tatapan matamu sudah mampu menancap tajam hatiku, betapa kau begitu mencintaiku. Tangan lembutmu menghapus air mataku, betapa kau begitu menyayangiku. Senyummu menyadarkan kesalahanku, betapa kau begitu mengasihiku. Diammu menyodorkan bahu untukku, betapa kau begitu mengertiku. Tawa kecilmu mengalihkan aktifitasku, betapa kau begitu memperhatikanku. Seperti halnya nebula yang jarang diprioritaskan karena kecilnya, namun kau mengerti bahwa dari hal kecil itulah sutu kehidupan sebenarnya akan terbangun. Betapa rasulmu telah menjadi teladanmu untuk menebar nebula-nebula terhalus tanpa harus banyak kata.


Wahai ksatria galaksiku
Kau yang suatu saat nanti akan mengajakku wisata di galaksi-galaksi jagat raya, kuyakin kau tetap mendoakanku. Jika suatu saat nanti kau bertanya galaksi mana yang ingin kudatangi, maka kaupun akan mengerti bahwa aku tak perlu menyebutkan satu persatu keinginanku. Galaksi benua sangatlah menarik, di sana kita bisa mengetahui banyak tempat yang belum kita berdua ketahui. Galaksi imajinasi pun bagus, di sana kita bisa tuangkan seluruh isi hati dan pikiran meski orang bisa mengetahuinya. Galaksi majelis lebih menarik lagi, dari sana kita semakin kuat untuk meraih Ridha-Nya. Namun bagiku Galaksi hampa adalah yang terbaik, dimana hanya ada kita berdua, walau untuk bercengkrama, mengobral asa, membagi duka dan banyak hal lainnya, meski dalam ruang sempit tanpa makna, namun penuh dengan cahaya cinta-Nya. Ketahuilah, kedua kaki ini sudah lama menuju berbagai tempat tanpa pasangannya. Oleh karena itu kau sudah tahu bahwa kemanapun itu tempatnya, asal denganmu, maka kedua kakiku akan melangkah dengan senang hati.


Wahai ksatria galaksiku
Tak perlulah kau bersikap seperti ksatria lainnya, karena tanpa begitupun kau sudah menjadi ksatria bagiku.
Tak perlu istana megah untuk menyenangkanku, cukup kesederhanaan perangaimu yang kan menghiasi senyumku
Tak perlu pegasus untuk mengajakku terbang, cukuplah kesamaan rangkaian imaji dalam cinta yang tak terdefinisi
Tak perlu kuda putih untuk mengajakku berkeliling, cukuplah harmoni dua kakimu dalam menuntun langkah terpadu
Tak perlu pedang tajam untuk melindungiku dari ancaman, cukuplah genggaman tangan mengalirkan tak hingga ketenangan
Tak perlu mahkota indah untuk mengangkat derajatku, cukuplah kesesuaian kata di hari-hari dalam menggapai takwa


Wahai ksatria galaksiku
Kan kunantikan selalu salsabila cinta yang kau percikkan pada jiwa dan ragaku, hingga kebahagiaan tertuang laksana luasnya telaga kautsar dalam memuji ke-Maha Besar-an-Nya. Semata mencari ke-Ridha-an-Nya. Insya Allah




Asrama kampus
270710
_Fu_

Sabtu, 03 Juli 2010

For The Rest Of My Life ^_^

Assalamu'alaykum...

Malem... ^_^ finally usiaku dinyatakan 21 tahun. Astagfirullah... waktuku hidup di dunia ini semakin berkurang. Hmmm...Entah kenapa saat bangun tadi pagi ada sebuah lagu yang tiba-tiba hadir begitu saja menyala di “windows media player” laptop. Hmm… seakan lagu itu masuk ke relung hati ini. What a beautiful song! Hehe… Anehnya seperti dinyanyikan oleh siapaaa gitu [Aduh, mulai deh…] Mendengar setiap bait dalam lirik lagu itu menginspirasi Fu untuk membalas setiap baitnya. Let’s read…

I praise Allah for sending me you my love
You found your home and sail with me
And I’m here with you
Now let me let you know

Aku pun memuji Allah karena telah mengirimkanmu sebagai kawan berbagi suka duka serta menambah kecintaan pada-Nya melalui ikatan kita. Bukan aku yang menarikmu dan bukan pula kau yang menarikku berlayar, namun kita melangkahkan niat untuk mendayung bersama. Saat aku bersamamu, bukan kau yang beruntung mendapatkanku, namun justru aku yang beruntung mendapatkanmu.


You’ve opened my heart
I was always thinkin’ that love was wrong
But everything was changed when you came along oh
And there is a couple of words I wanna say

Bukan hanya aku yang telah membuka hatimu, namun kau pun telah membuka hatiku. Mungkin selama ini bukan hanya kau saja yang salah mengartikan cinta, namun bisa saja aku pun salah mengartikannya. Namun, biarlah kita kan ciptakan makna cinta kita sebenarnya berdua. Aku tidak mengubahmu, tapi Allah-lah yang mengizinkan terjadinya perubahan pada kita, untuk mencari ridha-Nya.

Reff:
For the rest of my life
I`ll be with you
I`ll stay by your side honest and true
Till the end of my time
I`ll be loving you, loving you

Aku berjanji, selama aku mampu. Tangan ini ada untuk menggenggam jemarimu. Kaki ini ada untuk melangkah bersamamu. Bahu ini ada untuk menjadi sandaran kala kelelahanmu. Mata ini ada untuk melihat suasana hatimu. Telinga ini ada untuk mendengar keluh kesahmu. Dan hati ini ada untuk ber-fertilisasi dengan hatimu. Kala aku masih mampu, hingga akhir waktu, aku pun akan berusaha mencintaimu selalu.

For the rest of my life
Thru days and night
I`ll thank Allah for open my eyes
Now and forever I… I`ll be there for you

Saat siang hari, ingin rasanya aku menjadi banyak hal untukmu. Menjadi matahari yang menyinari dan menghangatkanmu, menjadi awan putih yang melembutkan dan mengindahkanmu, atau hanya sekadar menjadi tetesan embun yang memercikan sedikit kesegaran untukmu. Saat malam hari pun, ingin rasanya aku menjadi banyak hal untukmu. Menjadi rembulan yang menyejukkan pandanganmu, menjadi gemintang yang mengerlipkan cahaya hatimu, atau hanya sekadar menjadi angin malam yang mengalihkan perhatianmu. Hanya karena Allah, sekarang dan selamanya, aku pun ada di sini untukmu.

I know it deep in my heart

Aku pun mengetahui semua itu di lubuk hatiku.

I feel so blessed when I think of you
And I ask Allah to bless all we do
You’re my wife and my friend and my strength
And I pray we’re together in Jannah
All I know I found myself I feel so strong
Yes! Every thing was changed when you came along oh
And there is a couple of words I wanna say

Laksana tetesan air suci yang menelusuk ubunku, rahmat Illahi tak berhenti mengalir saat aku sedang memikirkanmu. Semoga apa yang kita berdua lakukan selalu mendapat rahmat dan maghfirah-Nya. Suamiku, kau kan bisa menjadi segalanya bagiku. Menjadi sahabat yang kan mendengar keluh kesahku, guru yang kan membimbing dan menasehatiku, insinyur yang kan membantu merancang masa depanku, pujangga yang kan merangkai kata mesra merayuku, atau bahkan tabib yang kan mengobati luka hatiku. Aku kan nyaman bersamamu, dan aku berdoa bila ku memasuki surga-Nya, maka aku ingin menjadi bidadari untukmu.

I know it deep in my heart
And now that you’re here in front of me
I strongly feel love
And I have no doubt
And I sing it loud that I will love you eternally

Bila aku harus saling berhadapan denganmu, aku tak bisa menjamin bahwa bibirku masih mampu bergerak untuk berkata, seakan sarafku tertekan rasa bahagia yang membuncah. Namun, cukup kau bisa lihat segala kejujuran melalui mataku, yang mengalirkan sinyal-sinyal cinta yang tersipu untuk menyentuh hatimu. Aku pun tak akan ragu untuk menjadi pendengar dan pembalas nyanyian cintamu.

I know it deep in my heart

Aku pun mengetahui semua itu di lubuk hatiku. Cukuplah untuk sekarang ini kita berdua nikmati kerinduan ini. Biarlah komunikasi kita saat ini hanya Allah saja yang mengetahui, meski kau dan aku belum bertemu. Doamu selalu mengiringiku meski terpisah jarak dan waktu.

#For The Rest Of My Life_Maher Zain_#





For Aa-ku : Thanks for singing it in my birthday, wherever you are. I don’t know why I can hear your voice. Definitely Allah always connect us. ^_^

Bisa lebih paham maknanya bila sambil mendengar lagunya langsung. Wallahualam, entah kenapa Fu selalu merasa berkomunikasi dengannya _dia yang Allah takdirkan untukku_, meski Fu sama sekali belum mengenalnya. Hmm… pernah merasa seperti itu? Cobalah berkomunikasi dengannya melalui-Nya. ^_^ Daripada kita mengalihkannya pada hal-hal yang bukan seharusnya seperti iri hati, lebih baik mencoba menyalurkannya melalui tulisan. Pernahkah menulis surat untuknya? Hehe…

Wallahualam
020710

*Di saat otak memerlukan refreshing dan merindukannya* (hehe…) Diiringi langsung oleh lagu For The Rest Of My Life_Maher Zain.

*Mohon doanya minggu depan mau Ujian Komprehensif alias UAP ^_^ Dag dig dug serr...

_Fu_
Yang selalu merindukanmu ^_^

Selasa, 25 Mei 2010

Surat Pertama Untuknya

Assalamu'alaikum...

Apa kabar calon suamiku? Semoga kau selalu berada dalam naungan dan perlindungan Allah SWT. Sudah lama sekali aku ingin membuat blog ini. Blog tentangku, tentangmu, tentang-Nya, tentang kita. Dulu saat aku tidak suka membaca apalagi menulis, aku pernah berharap bisa membuat atau menuliskan suatu hal untukmu. Dan sekarang, mungkin hanya ini yang bisa aku berikan padamu. Carik marik catatan harianku untukmu.

Atas nama Allah aku sama sekali tak mau menduakan-Nya hanya karenamu. Aku selalu berharap dan berusaha bahwa rasa cintaku pada-Nya berbeda jenis dengan cintaku padamu kelak.. Karena cintaku pada-Nya adalah sebuah rasa tak terdefinisi pada Sang Maha Tinggi yang terlalu terlalu suci untuk dibanding-bandingkan dengan jenis cinta lain. Kuharap cintaku padamu kelak bisa membuatku semakin mencintai-Nya lagi dan lagi, karena sejatinya Ridha-Nya lah yang kita cari.

Insya Allah hanya karena Allah lah aku setia menantimu. Tenang saja, aku tak pernah sendirian dan aku rasa kau pun tak pernah sendirian, karena Allah bersama kita. Dan saat nanti kita bertemu pun Allah tetap bersama kita, dihati kita, dan cinta diatas cinta segalanya.

Aku tak pernah tahu siapa dirimu. Entahlah apakah mungkin kau memang telah kuketahui namun belum kukenal, ataukah mungkin kau memang telah benar-benar kukenal, ataukah kita pernah berjumpa namun tak pernah sadar bahwa Allah mentakdirkan kita bersama, ataukah kita memang belum pernah sama-sama mengenal dan bertemu.Rasanya aku tidak mau terlalu berandai-andai apakah kau itu adalah dia, dia ataukah dia. Yang jelas, aku pasti setia menunggumu, hingga Allah mempertemukan kita di saat yang indah.

Wahai calon suamiku yang Allah muliakan, aku pernah membuat sebuah puisi kerinduan untukmu. Jujur saja kalau ini memang puisi yang aku buat pertama kali, untukmu. Sebenarnya telah lama sekali aku membuatnya, namun dulu aku memanglah tidak terlalu suka menulis (berbeda dengan sekarang), hingga puisi itu hanya aku saja yang tahu. Kau tahu calon suamiku, puisi itu aku tuliskan dalam salah satu BAB di novelku. Uppzz.... Aku lupa bercerita mengenai novelku padamu. Insya Allah nanti aku ceritakan di surat selanjutnya. Sekarang, aku ingin menunjukkan puisi itu untukmu.

Akan kutunggu dia
dia yang mencintai Allah lebih dari segalanya
dia yang menemaniku untuk berjuang mencari Ridha-Nya
dia yang menyayangi dan menerimaku apa adanya
dia yang membutuhkanku menjadi sandaran lahir batinnya
dia yang akan menempatkanku sebagai wanita teristimewa
dia yang akan kucinta
Akan kutunggu selalu
dia yang akan kutempatkan pada puzzle terindah hatiku
dia yang tulang rusuk kirinya hilang karenaku
dia yang terbaik yang Allah beri untukku
dia yang tak sempurna dan menerima ketidaksempurnaanku
dia yang selama ini aku tunggu
dia yang selalu kurindu 
Maaf bila secuil karya untukmu itu kurang begitu memuaskan, namun itu kutulis dari lubuk hatiku yang terdalam. "dia" itu adalah dirimu, orang yang Allah takdirkan untukku.



Innallaha ma'ana...
Asrama Kampus
_Fu_

Surat Cinta dari Jodohku

Originally created by Fu
Bismillahirrahmanirrahim…
Terinspirasi dari seorang ikhwan yang belum kuketahui siapa dia, yang begitu setia menungguku. Seolah ia mengirimkan surat cintanya ini ke dalam memori otakku.