: untuk Ayabi
Assalamu’alaikum wr wb
Apa kabar Yabi? Tak apa kan bila kutanya kabarmu, sayang? Meski baru dalam hitungan detik, menit dan jam yang belumlah seberapa raga kita tak bersapa. Namun rinduku padamu tak kan pernah sirna; ia siap mengejawantah di hatiku, meski baru kau tinggal dalam hitungan detik saja. Tak kuhantar cinta untukmu, karena ia senantiasa mengalir tanpa henti dari hatiku, tanpa harus diperintah sama sekali. Tak lah apa, bila ia tak sebanding dengan cinta-Nya, yang bahkan setetes saja berwujud nikmat tak hingga, melebihi nikmat kautsar yang belum kita rasa. Tak lah apa, kan sayang? Karena cinta bagiku telah menjelma menjadi semua tentangmu, dalam pendaran cahaya-cahaya yang bertahta di hatiku, karena-Nya, Tuhan kita yang menyeluruh Maha.
Entah mengapa ini menjadi surat tersulit yang pernah kutulis, tak seperti sebelumnya saat aku belum mengetahui siapa keberadaanmu sebenarnya, kata-kata mengalir begitu saja, berbeda dengan sekarang, sayang; karena bahkan aku tak mampu mengatur rima jentik jemari sembari menghapus tetes air mataku yang turut mengiringi. Betapa rangkai aksara tak mampu menampung bertumpah cinta yang mengalir untukmu.
Yabi tersayang, hari ini tepat 6 bulan dari peristiwa dimana kau telah berikrar pada Tuhan kita, bertutur pada semesta hingga mengguncang Arsy-Nya, bahwa kau menjadikanku bidadari bumi yang akan menemanimu; menetapkan atas titah sang Maha bahwa aku adalah pasangan yang memang tertakdir untukmu. Segala puji bagi-Nya, Allah yang Maha suci telah mempermudah proses yang selama ini kita jalani, dalam kesabaran yang seringkali membuat kita melelah keringat dengan haru yang mendalam, dalam ketaatan yang meliputi yakin bahwa Tuhan akan mempersatukan hati kita tepat pada waktunya. Masih terekam hangat dalam memoriku, saat kemarin itu, di mana pertama kalinya kening ini dikecup, oleh seorang pria yang memiliki senyum tersumringah di hari itu, yaitu dirimu.
Mungkin terasa janggal saat orang-orang mengira usia pernikahan kita masihlah ranum, sementara kita berdua sepakat bahwa hitungan 1 bulan seperti 1 tahun rasanya, hitungan 2 bulan seperti 2 tahun rasanya, dan pada bulan ini di hitungan 6 bulan, terasa sudah 6 tahun aku menjadi seorang isteri dari suami terbaik sedunia. Iya Yabi, rasanya tak berlebihan aku berkata begitu, karena memang itulah yang aku rasakan.
Rasanya air mata papa yang menetes saat harus melepas anak perempuan pertamanya tak pernah sia-sia, karena ia telah menitipkanku pada pria yang paling tepat. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu sabar menghadapi aku, mendengar setiap keluhku, bahkan tak pernah sekalipun kau membentak untuk memarahiku. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu lembut memperlakukan istrinya, penuh cinta; bahkan itu terlihat hanya dari binar matanya, dari lembut tatapanmu yang merona.
Membayangkan untuk mendapat suami dengan sosok sempurna sepertimu saja aku tak pernah, Yabi; dengan segala kekuranganku yang kau tahu tak mampu dihitung satu persatu. Aku hanya ingat bahwa aku selalu berdoa: “Ya Allah, berilah hamba sosok suami yang bisa membimbing hamba untuk semakin mencintai-Mu.” Kemudian Allah memberiku dirimu, yang sangat melebihi ekspektasiku. Perkenalan kita yang memang tak lah lama menguatkan prinsip kita bersama, bahwa pernikahan merupakan awal dari perkenalan sebenarnya.
Semakin mengenalmu hari-hari ini semakin berwarna ceria, rasanya dunia begitu lebih indah; melalui cerita-ceritamu tentang ilmu sains Sang Maha, melalui buku-buku yang kau rekomendasikan untuk kubaca, melalui kemanjaanmu yang selalu saja membuatku gemas dibuatnya, juga melalui air mata kita yang tumpah bersama selepas kejatuhan sujud kita.
Senja semakin memesona saat setiap sore kita syukuri tak hanya berdua, melainkan bersama calon buah hati kita; yang selalu kau kecup melalui perutku, yang selalu kau ajak berbincang dan tertawa, yang begitu kau khawatirkan keberadaan pertumbuhan dan perkembangannya. Ah, yabi, di usiamu yang masih begitu muda, kau telah menjelma sosok pria yang sempurna; suami yang memperoleh cinta utuh dari isterinya, dan (calon) ayah yang menghantari cinta menyeluruh pada anaknya.
Kata-kata tak cukup mendeskripsikan tentang kita, namun biarlah aku mencoba menyulamnya sedikit saja, agar sejarah setidaknya tahu bahwa pernah ada sulaman cinta yang ikatan benangnya begitu erat, antara seorang aku dengan dirimu, my lovely husband.
6 bulan berlalu rasanya sudah 6 tahun bersamamu, Ayabi.
_Bundami
6Okt'12
Assalamu’alaikum wr wb
Apa kabar Yabi? Tak apa kan bila kutanya kabarmu, sayang? Meski baru dalam hitungan detik, menit dan jam yang belumlah seberapa raga kita tak bersapa. Namun rinduku padamu tak kan pernah sirna; ia siap mengejawantah di hatiku, meski baru kau tinggal dalam hitungan detik saja. Tak kuhantar cinta untukmu, karena ia senantiasa mengalir tanpa henti dari hatiku, tanpa harus diperintah sama sekali. Tak lah apa, bila ia tak sebanding dengan cinta-Nya, yang bahkan setetes saja berwujud nikmat tak hingga, melebihi nikmat kautsar yang belum kita rasa. Tak lah apa, kan sayang? Karena cinta bagiku telah menjelma menjadi semua tentangmu, dalam pendaran cahaya-cahaya yang bertahta di hatiku, karena-Nya, Tuhan kita yang menyeluruh Maha.
Entah mengapa ini menjadi surat tersulit yang pernah kutulis, tak seperti sebelumnya saat aku belum mengetahui siapa keberadaanmu sebenarnya, kata-kata mengalir begitu saja, berbeda dengan sekarang, sayang; karena bahkan aku tak mampu mengatur rima jentik jemari sembari menghapus tetes air mataku yang turut mengiringi. Betapa rangkai aksara tak mampu menampung bertumpah cinta yang mengalir untukmu.
Yabi tersayang, hari ini tepat 6 bulan dari peristiwa dimana kau telah berikrar pada Tuhan kita, bertutur pada semesta hingga mengguncang Arsy-Nya, bahwa kau menjadikanku bidadari bumi yang akan menemanimu; menetapkan atas titah sang Maha bahwa aku adalah pasangan yang memang tertakdir untukmu. Segala puji bagi-Nya, Allah yang Maha suci telah mempermudah proses yang selama ini kita jalani, dalam kesabaran yang seringkali membuat kita melelah keringat dengan haru yang mendalam, dalam ketaatan yang meliputi yakin bahwa Tuhan akan mempersatukan hati kita tepat pada waktunya. Masih terekam hangat dalam memoriku, saat kemarin itu, di mana pertama kalinya kening ini dikecup, oleh seorang pria yang memiliki senyum tersumringah di hari itu, yaitu dirimu.
Mungkin terasa janggal saat orang-orang mengira usia pernikahan kita masihlah ranum, sementara kita berdua sepakat bahwa hitungan 1 bulan seperti 1 tahun rasanya, hitungan 2 bulan seperti 2 tahun rasanya, dan pada bulan ini di hitungan 6 bulan, terasa sudah 6 tahun aku menjadi seorang isteri dari suami terbaik sedunia. Iya Yabi, rasanya tak berlebihan aku berkata begitu, karena memang itulah yang aku rasakan.
Rasanya air mata papa yang menetes saat harus melepas anak perempuan pertamanya tak pernah sia-sia, karena ia telah menitipkanku pada pria yang paling tepat. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu sabar menghadapi aku, mendengar setiap keluhku, bahkan tak pernah sekalipun kau membentak untuk memarahiku. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu lembut memperlakukan istrinya, penuh cinta; bahkan itu terlihat hanya dari binar matanya, dari lembut tatapanmu yang merona.
Membayangkan untuk mendapat suami dengan sosok sempurna sepertimu saja aku tak pernah, Yabi; dengan segala kekuranganku yang kau tahu tak mampu dihitung satu persatu. Aku hanya ingat bahwa aku selalu berdoa: “Ya Allah, berilah hamba sosok suami yang bisa membimbing hamba untuk semakin mencintai-Mu.” Kemudian Allah memberiku dirimu, yang sangat melebihi ekspektasiku. Perkenalan kita yang memang tak lah lama menguatkan prinsip kita bersama, bahwa pernikahan merupakan awal dari perkenalan sebenarnya.
Semakin mengenalmu hari-hari ini semakin berwarna ceria, rasanya dunia begitu lebih indah; melalui cerita-ceritamu tentang ilmu sains Sang Maha, melalui buku-buku yang kau rekomendasikan untuk kubaca, melalui kemanjaanmu yang selalu saja membuatku gemas dibuatnya, juga melalui air mata kita yang tumpah bersama selepas kejatuhan sujud kita.
Senja semakin memesona saat setiap sore kita syukuri tak hanya berdua, melainkan bersama calon buah hati kita; yang selalu kau kecup melalui perutku, yang selalu kau ajak berbincang dan tertawa, yang begitu kau khawatirkan keberadaan pertumbuhan dan perkembangannya. Ah, yabi, di usiamu yang masih begitu muda, kau telah menjelma sosok pria yang sempurna; suami yang memperoleh cinta utuh dari isterinya, dan (calon) ayah yang menghantari cinta menyeluruh pada anaknya.
Kata-kata tak cukup mendeskripsikan tentang kita, namun biarlah aku mencoba menyulamnya sedikit saja, agar sejarah setidaknya tahu bahwa pernah ada sulaman cinta yang ikatan benangnya begitu erat, antara seorang aku dengan dirimu, my lovely husband.
6 bulan berlalu rasanya sudah 6 tahun bersamamu, Ayabi.
_Bundami
6Okt'12
1 komentar:
salam kenal teh fu :)
saya temennya kang teguh YEC :)
semoga pernikahan teh fu&suami sakinah mawaddah warahmah :)
mampir ke blog saya juga ya teh :)
http://nurinanurdini.blogspot.com/
Posting Komentar