Originally created by Fu
“Di saat hati telah merasa siap untuk menikah, namun belum jua Allah pertemukan dengan jodohnya, sedangkan waktu terus bergulir menambah usia, inilah saatnya untuk bermuhasabah; sudahkah diri sebenar ‘layak’ di mata Allah untuk menyempurnakan separuh agama?” –Fu
“Di saat hati telah merasa siap untuk menikah, namun belum jua Allah pertemukan dengan jodohnya, sedangkan waktu terus bergulir menambah usia, inilah saatnya untuk bermuhasabah; sudahkah diri sebenar ‘layak’ di mata Allah untuk menyempurnakan separuh agama?” –Fu
Tangis! Jengah! Bosan! Iri! Putus Asa! Beberapa hal itu banyak dikeluhkan oleh muslimah yg mencurahkan isi hatinya pada saya, akan harapannya untuk menikah. Terutama bagi mereka yang merasa usia sudah tak lagi muda, atau jua mereka yang memang sudah merasa butuh untuk menikah. Semenjak hadirnya buku “Menikah Itu Mudah”, memang banyak sekali yang mempercayakan saya untuk menjadi problem solver beberapa pembaca, terutama mengenai Galau, Cinta dan Pernikahan. Hamdallah, dengan hadirnya mereka, membuat saya bersyukur dan bahagia bahwa Allah masih mempercayakan saya agar bisa bermanfaat bagi orang lain. Artikel kali ini pun, saya persembahkan khusus untuk beberapa ukhti yang kemarin-kemarin mencurahkan perasaannya, akan kegundahan hati yang sudah ingin menikah namun belum jua ada jodohnya.
Sedih rasanya, di satu sisi banyak akhwat muslimah yang menjaga diri baik-baik dan telah siap menikah, namun ternyata harus menelan kekecewaan karena tak juga bertemu dengan kriteria pasangan yang tepat. Di sisi lain, ada juga mereka yang sudah memiliki calon pasangan bahkan ada juga yang menempuh jalur pacaran, namun masih saja banyak alasan dan hambatan untuk menghalalkannya. Namun kali ini, yang akan saya bahas adalah yang pertama, ‘kenapa diri yangs udah siap menikah namun tak jua bertemu dengan jodohnya?”
Banyak hal yang bisa menjadi faktor penghambat alias “Hijab” antara diri kita dan jodoh kita, yang menjadi penghambat kita untuk segera menyempurnakan separuh agama. Semuanya pernah saya alami saat saya belum jua bertemu dengan jodoh saya. Hingga akhirnya saya ikhtiarkan beberapa poin di bawah ini, agar tak menghambat saya untuk segera bertemu jodoh saat itu :
1. Sudah benarkah “Niat Menikah” kita?
Banyak yang merasa sudah siap menikah, karena ingin ibadah, ingin segera menyempurnakan separuh agama, ingin dekat dengan Allah dll. Tapi benarkah ‘alasan’ itu yang ada dalam sanubari terdalam? Tidakkah niat menikah karena faktor external; cemoohan orang lain, iri hati pada yang lain, kebosanan hidup sendiri, dll? Hati itu seonggok daging yang hanya diri kita dan Allah yang tahu, sesekali selamilah kedalamannya, tanyakan pada hati kita, benarkah “Allah” sudah mendominasi posisi dalam niatan hati kita untuk menikah? Kalau belum, pantaskah menghujat Allah yang masih menghijabi jodoh dan kita?
2. Sudah benarkah “Ikhtiar Menjemput Jodoh” kita?
Bila menikah adalah urusan ibadah, urusan antara kita dan Tuhan kita, sudah selayaknya dilakukan dengan cara-cara yang disukai Allah. Pacaran? Cinta dalam hati? Tarik Ulur dengan dalih ‘seleksi’ setiap yang hadir? Atau menunggu tanpa ada ikhtiar sama sekali. Allah tahu setiap inchi yang kita lakukan, Allah tahu setiap hasrat hati yang terbersit meski sedetik, Allah tahu seberapa buruk isi hati kita. masihkah perlu ditambah dengan ikhtiar nyata yang jelas-jelas membuat-Nya murka? Boleh jadi itulah yang masih menghijabi antara kita dan jodoh kita, karena kita masih ‘menduakan-Nya’, dengan perasaan-perasaan tak seharusnya, dengan ikhtiar-ikhtiar yang tak disukai-Nya. Meminta hal yang ‘sesakral’ pernikahan pada Allah, namun tak diimbangi kewajiban untuk ‘menyenangkan’ Allah; sholat sunnah belum dirutinkan, puasa sunnah juga msih malas-malasan, sedekah juga yang masih enggan. Pantaskah bila Allah masih menghijabi antara kita dan jodoh kita?
3. Sudah benarkah “Frekuensi” kita dan jodoh kita?
Allah berfirman dalam kitab-Nya bahwa yang baik untuk yang baik, begitu pula sebaliknya. Namun bagaimanapun kita juga harus memiliki kriteria spesifik, mau yang seperti apa jodoh kita? Dan usaha untuk mendapatkan kriteria yang diinginkan itu akan menuntut kita untuk ‘menjadi seperti itu lebih dulu’. Ya, karena jodoh itu adalah cermin. Kita harus satu frekuensi dengan jodoh kita, boleh jadi belum ketemu karena salah satu diantaranya memang belum satu frekuensi; yang satu sudah baik namun satu lagi belum. Boleh jadi juga amalan-amalan kita telah membuat frekuensi yang seharusnya sudah setara malah melenceng; kita yang masih merasa sombong, terlalu pemilih namun tak berkaca diri, terlalu mencintai dunia hingga lupa akhirat Allah, terlalu sibuk mengurus emosi-emosi diri yang tidak begitu penting. Di saat meminta jodoh pada Allah, spesifiklah tentang kriterianya, agar Allah tahu seberapa pantas dirimu untuk jodohmu, dan agar Allah juga membimbingmu untuk semakin pantas dengannya di hadapan Allah.
4. Sudah bersihkah “Jiwa dan diri” kita untuk menerima jodoh kita?
Pernikahan adalah peristiwa yang suci. Seperti ibadah lainnya semisal sholat, kita dianjurkan untuk bersuci terlebih dahulu, tidak sah sholatnya bila kita belum bersuci dari hadats besar dan kecil. Nah, begitu pula dengan menikah. Untuk menujunya kita harus benar-benar membuang energi negative yang selama ini meliputi jiwa dan diri kita; trauma masa lalu, dendam yang belum termaafkan, konflik dengan orang tua, penyesalan akan takdir yang tak memihak, dll. Semua itu biasanya disepelekan karena kita cenderung fokus bagaimana caranya bisa bertemu dengan ‘jodoh’ kita, fokus pada sosok jodoh yang kita harapkan. Sampai terlupa bahwa banyak hal-hal dalam diri kita sendiri yang belum terselesaikan. Sebelum Allah pertemukan, kita seharusnya telah bersih dari segala energi negative tadi; telah memaafkan orang yang pernah menyakiti hati kita, telah mendapat ridha dari orang tua dan keluarga, terutama telah berdamai dengan diri kita sendiri dengan menerima, mensyukuri dan maafkan segala yang terjadi dalam skenario kehidupan kita. Belum berdamai dengan diri sendiri mengakibatkan kita terhijabi dengan jodoh kita sendiri.
Saat semua poin tersebut SUDAH dilakukan, kita tinggal menanti cap “LAYAK” yang Allah berikan agar kita segera menikah. Karena saat Allah telah Ridha, tak ada satupun yang mampu menghalangi kehendak-Nya. Selamat bersabar khususnya untukmu para muslimah. Bilapun segala ikhtiar telah dilakukan, janganlah pernah merasa jengah dan bosan, kebahagiaan yang Allah janjikan jauh lebih memesona dibanding ratapan kita yang tak seberapa. Saat Allah masih menunda pertemuan kita dan jodoh kita, berbaik sanglah bawa Dia begitu mencintai kita, dengan memberi kita waktu untuk memperbaiki diri lebih baik lagi. Allah menyayangi kita semua, meski terkadang cara Dia menyayangi masing-masing kita selalu berbeda, namun memnag begitulah, cara Allah yang istimewa.
“Fashbir shabran jamiilan. Maka bersabarlah kamu dengan kesabaran yang baik. Allah selalu menghadirkan segala sesuatu indah pada waktunya, yakinilah dengan Bismillah.” -Fu
EVENT yang akan mengupas THE SECRET OF JODOH lebih tuntas, bahkan lebh lengkap dari bab "The Secret Of Jodoh yang dibahas dalam buku Menikah Itu Mudah ; Bandung, 30 Desember 2012 cp: 085222244248 (Afifah)
Sedih rasanya, di satu sisi banyak akhwat muslimah yang menjaga diri baik-baik dan telah siap menikah, namun ternyata harus menelan kekecewaan karena tak juga bertemu dengan kriteria pasangan yang tepat. Di sisi lain, ada juga mereka yang sudah memiliki calon pasangan bahkan ada juga yang menempuh jalur pacaran, namun masih saja banyak alasan dan hambatan untuk menghalalkannya. Namun kali ini, yang akan saya bahas adalah yang pertama, ‘kenapa diri yangs udah siap menikah namun tak jua bertemu dengan jodohnya?”
Banyak hal yang bisa menjadi faktor penghambat alias “Hijab” antara diri kita dan jodoh kita, yang menjadi penghambat kita untuk segera menyempurnakan separuh agama. Semuanya pernah saya alami saat saya belum jua bertemu dengan jodoh saya. Hingga akhirnya saya ikhtiarkan beberapa poin di bawah ini, agar tak menghambat saya untuk segera bertemu jodoh saat itu :
1. Sudah benarkah “Niat Menikah” kita?
Banyak yang merasa sudah siap menikah, karena ingin ibadah, ingin segera menyempurnakan separuh agama, ingin dekat dengan Allah dll. Tapi benarkah ‘alasan’ itu yang ada dalam sanubari terdalam? Tidakkah niat menikah karena faktor external; cemoohan orang lain, iri hati pada yang lain, kebosanan hidup sendiri, dll? Hati itu seonggok daging yang hanya diri kita dan Allah yang tahu, sesekali selamilah kedalamannya, tanyakan pada hati kita, benarkah “Allah” sudah mendominasi posisi dalam niatan hati kita untuk menikah? Kalau belum, pantaskah menghujat Allah yang masih menghijabi jodoh dan kita?
2. Sudah benarkah “Ikhtiar Menjemput Jodoh” kita?
Bila menikah adalah urusan ibadah, urusan antara kita dan Tuhan kita, sudah selayaknya dilakukan dengan cara-cara yang disukai Allah. Pacaran? Cinta dalam hati? Tarik Ulur dengan dalih ‘seleksi’ setiap yang hadir? Atau menunggu tanpa ada ikhtiar sama sekali. Allah tahu setiap inchi yang kita lakukan, Allah tahu setiap hasrat hati yang terbersit meski sedetik, Allah tahu seberapa buruk isi hati kita. masihkah perlu ditambah dengan ikhtiar nyata yang jelas-jelas membuat-Nya murka? Boleh jadi itulah yang masih menghijabi antara kita dan jodoh kita, karena kita masih ‘menduakan-Nya’, dengan perasaan-perasaan tak seharusnya, dengan ikhtiar-ikhtiar yang tak disukai-Nya. Meminta hal yang ‘sesakral’ pernikahan pada Allah, namun tak diimbangi kewajiban untuk ‘menyenangkan’ Allah; sholat sunnah belum dirutinkan, puasa sunnah juga msih malas-malasan, sedekah juga yang masih enggan. Pantaskah bila Allah masih menghijabi antara kita dan jodoh kita?
3. Sudah benarkah “Frekuensi” kita dan jodoh kita?
Allah berfirman dalam kitab-Nya bahwa yang baik untuk yang baik, begitu pula sebaliknya. Namun bagaimanapun kita juga harus memiliki kriteria spesifik, mau yang seperti apa jodoh kita? Dan usaha untuk mendapatkan kriteria yang diinginkan itu akan menuntut kita untuk ‘menjadi seperti itu lebih dulu’. Ya, karena jodoh itu adalah cermin. Kita harus satu frekuensi dengan jodoh kita, boleh jadi belum ketemu karena salah satu diantaranya memang belum satu frekuensi; yang satu sudah baik namun satu lagi belum. Boleh jadi juga amalan-amalan kita telah membuat frekuensi yang seharusnya sudah setara malah melenceng; kita yang masih merasa sombong, terlalu pemilih namun tak berkaca diri, terlalu mencintai dunia hingga lupa akhirat Allah, terlalu sibuk mengurus emosi-emosi diri yang tidak begitu penting. Di saat meminta jodoh pada Allah, spesifiklah tentang kriterianya, agar Allah tahu seberapa pantas dirimu untuk jodohmu, dan agar Allah juga membimbingmu untuk semakin pantas dengannya di hadapan Allah.
4. Sudah bersihkah “Jiwa dan diri” kita untuk menerima jodoh kita?
Pernikahan adalah peristiwa yang suci. Seperti ibadah lainnya semisal sholat, kita dianjurkan untuk bersuci terlebih dahulu, tidak sah sholatnya bila kita belum bersuci dari hadats besar dan kecil. Nah, begitu pula dengan menikah. Untuk menujunya kita harus benar-benar membuang energi negative yang selama ini meliputi jiwa dan diri kita; trauma masa lalu, dendam yang belum termaafkan, konflik dengan orang tua, penyesalan akan takdir yang tak memihak, dll. Semua itu biasanya disepelekan karena kita cenderung fokus bagaimana caranya bisa bertemu dengan ‘jodoh’ kita, fokus pada sosok jodoh yang kita harapkan. Sampai terlupa bahwa banyak hal-hal dalam diri kita sendiri yang belum terselesaikan. Sebelum Allah pertemukan, kita seharusnya telah bersih dari segala energi negative tadi; telah memaafkan orang yang pernah menyakiti hati kita, telah mendapat ridha dari orang tua dan keluarga, terutama telah berdamai dengan diri kita sendiri dengan menerima, mensyukuri dan maafkan segala yang terjadi dalam skenario kehidupan kita. Belum berdamai dengan diri sendiri mengakibatkan kita terhijabi dengan jodoh kita sendiri.
Saat semua poin tersebut SUDAH dilakukan, kita tinggal menanti cap “LAYAK” yang Allah berikan agar kita segera menikah. Karena saat Allah telah Ridha, tak ada satupun yang mampu menghalangi kehendak-Nya. Selamat bersabar khususnya untukmu para muslimah. Bilapun segala ikhtiar telah dilakukan, janganlah pernah merasa jengah dan bosan, kebahagiaan yang Allah janjikan jauh lebih memesona dibanding ratapan kita yang tak seberapa. Saat Allah masih menunda pertemuan kita dan jodoh kita, berbaik sanglah bawa Dia begitu mencintai kita, dengan memberi kita waktu untuk memperbaiki diri lebih baik lagi. Allah menyayangi kita semua, meski terkadang cara Dia menyayangi masing-masing kita selalu berbeda, namun memnag begitulah, cara Allah yang istimewa.
“Fashbir shabran jamiilan. Maka bersabarlah kamu dengan kesabaran yang baik. Allah selalu menghadirkan segala sesuatu indah pada waktunya, yakinilah dengan Bismillah.” -Fu
EVENT yang akan mengupas THE SECRET OF JODOH lebih tuntas, bahkan lebh lengkap dari bab "The Secret Of Jodoh yang dibahas dalam buku Menikah Itu Mudah ; Bandung, 30 Desember 2012 cp: 085222244248 (Afifah)
0 komentar:
Posting Komentar