Originally created by Fu
Patah
ada yang merayap perlahan dalam bahagia menerbang tinggi, menggusur cakrawala langit untuk sejenak melirik bumi. ada yang meneriak samar dalam senja tanpa restu, memasung telinga untuk sekejap menelisik banyu. ada yang menatap tumpul dalam riang bersandar duka, meniduri kelopak untuk sebentar membelai udara. tak ada yang mengekal senyum, atas detik yang tak mungkin diam. seperti tak kan ada yang utuh, untuk Dia yang tak pernah patah.
Lelah
kepada pagi yang menyebar asa, aku titip gairah untuk detik tak terencana. mewarna kertas merela batas. kepada siang yang merangkul tawa, aku gerai sabar untuk menit tak menyapa. menyepuh alasan merangkai balasan. kepada sore yang memanja pilu, aku tawar galau untuk jam tak bertalu. menghitung amal menilai kawal. dan kepada malam yang menghimpun memori, aku lelang pasrah untuk hari tak terbagi. mengharap Lilllah mengganti lelah.
Asah
kita tengah terperangkap pada tempurung tak berlubang, yang memaksa kita memasuki kaum terbuang. dimana cita yang menggelora tak lantas menepi pelangi. di saat rindu yang lepas landas tak jua menoreh drama. pada langit yang menggamit suka. pada bumi yang menyeleksi mimpi. untuk kita, untuk dunia. karena kita dan dunia adalah dua cipta tak terpisah, seperti tak boleh dilerainya pisau dengan asah.
Sudah
dimana? dimana? dimana kau sembunyikan hujan yang tengah kunanti berhari-hari? Saat ranting tengah mengering beringsut pada pucuk, sekarat tak lagi berselimut. Saat kawah tengah bergolak membuncah alasan, gelegar tak jua memadam. Saat dagingku terasap dunia, kasat, koyak, kalap, tak menyudah.
dimana? dimana? dimana kau taruh mentari yang tengah kucari berhari-hari? Saat samudera tak henti menggeliat muram, jengah merindui tenunan awan. Saat tanah tak jua merangkai pahat, pucat memasi dalam gelap. Saat kulitku terguyur dunia, kalut, kecamuk, kuyup, tak menyudah.
dimana? dimana? dimana Kamu?
"dihatimu, sudah."
[]
Bandung, 8 Juni 2011
*terima kasih untuk yg telah menginspirasi... :)
Patah
ada yang merayap perlahan dalam bahagia menerbang tinggi, menggusur cakrawala langit untuk sejenak melirik bumi. ada yang meneriak samar dalam senja tanpa restu, memasung telinga untuk sekejap menelisik banyu. ada yang menatap tumpul dalam riang bersandar duka, meniduri kelopak untuk sebentar membelai udara. tak ada yang mengekal senyum, atas detik yang tak mungkin diam. seperti tak kan ada yang utuh, untuk Dia yang tak pernah patah.
Lelah
kepada pagi yang menyebar asa, aku titip gairah untuk detik tak terencana. mewarna kertas merela batas. kepada siang yang merangkul tawa, aku gerai sabar untuk menit tak menyapa. menyepuh alasan merangkai balasan. kepada sore yang memanja pilu, aku tawar galau untuk jam tak bertalu. menghitung amal menilai kawal. dan kepada malam yang menghimpun memori, aku lelang pasrah untuk hari tak terbagi. mengharap Lilllah mengganti lelah.
Asah
kita tengah terperangkap pada tempurung tak berlubang, yang memaksa kita memasuki kaum terbuang. dimana cita yang menggelora tak lantas menepi pelangi. di saat rindu yang lepas landas tak jua menoreh drama. pada langit yang menggamit suka. pada bumi yang menyeleksi mimpi. untuk kita, untuk dunia. karena kita dan dunia adalah dua cipta tak terpisah, seperti tak boleh dilerainya pisau dengan asah.
Sudah
dimana? dimana? dimana kau sembunyikan hujan yang tengah kunanti berhari-hari? Saat ranting tengah mengering beringsut pada pucuk, sekarat tak lagi berselimut. Saat kawah tengah bergolak membuncah alasan, gelegar tak jua memadam. Saat dagingku terasap dunia, kasat, koyak, kalap, tak menyudah.
dimana? dimana? dimana kau taruh mentari yang tengah kucari berhari-hari? Saat samudera tak henti menggeliat muram, jengah merindui tenunan awan. Saat tanah tak jua merangkai pahat, pucat memasi dalam gelap. Saat kulitku terguyur dunia, kalut, kecamuk, kuyup, tak menyudah.
dimana? dimana? dimana Kamu?
"dihatimu, sudah."
[]
Bandung, 8 Juni 2011
*terima kasih untuk yg telah menginspirasi... :)
0 komentar:
Posting Komentar