Seperti yang udah aku ceritakan kemarin, kalau aku sayang sekali pada mushaf aku yang warna ungu terbitan Al-kamil itu. Secara nyari-nyarinya dulu susah sekali. Saat warna ungu belum menjadi tren untuk desain mushaf. Gak seperti sekarang ini yang lumayan banyak beberapa penerbit mushaf mulai memproduksi cover mushaf Al-Qur’an berbagai warna. Kemarin, ada seseorang yang ngasih aku mushaf Al-qur’an terbitan Al-Burhan berwarna ungu. Warnanya lebih muda dari mushaf aku sebelumnya. Aku suka sekali. Isinya jauh lebih lengkap dibanding yang punya aku.
Aku sempet bingung waktu dikasih itu mushaf, soalnya aku mau kemanakan mushaf ungu punya akunya? Orang yang ngasih bilang pokoknya mushafnya harus dipake dan harus dibaca. Sedangkan yang namanya mushaf Al-qur’an itu kan gak pernah habis. Mau sampai kapanpun ya tetap dibawa, dipake dan dibaca, berulang-ulang. Waktu aku pulang ke klinik, orang klinik ribut saat aku ngeluarin mushaf ungu yang baru dikasih. Ya mereka tahu soalnya yang aku punya bukan yang itu. Banyak yang komentar aneh-aneh. Katanya so sweet sekali dikasih mushaf Al-qur’an. Haduuh menurut aku itu beban justru, soalnya bagaimana aku bisa memanfaatkan mushaf itu dengan sebaik-baik amalan. Bukan hanya membawanya, memakainya, maupun membacanya, tapi agar mengamalkannya. Yang ngasih sangat berharap bahwa dengan mushaf itu aku benar-benar bisa mencapai salah satu mimpiku aku untuk jadi hafidzah, dan dia ingin mushaf ini menjadi saksi perjalanan aku untuk mencapainya. Tuh, kan beuuuuurraaat! Hmm… aku ambil hikmah positifnya aja kalau aku harus lebih semangat untuk tilawah dan menghafal al-qur’annya.
Waktu ngebahas soal mushaf baru aku itu, ada salah satu karyawan klinik yang nyeletuk ingin sekali punya mushaf al-qur’an yang “efisien” seperti itu. Maksudnya yang ukurannya tidak terlalu besar, ada reseletingnya, isinya lengkap dengan terjemahan, juga ada konten tajwidnya. Aku langsung berpikiran untuk memberikan mushaf itu sama dia. Aku tawarkan sama dia, “Mau nggak?” dan dia langsung antusias sambil berbinar-binar bilang, “Mauuu banget Bubid, beneran ini teh?” Dia bener-bener seneng waktu aku kasih mushaf punyaku yang sudah menemani perjalanan tilawahku kurang lebih tiga tahun itu. Dia bahkan heran kenapa meski udah tiga tahun mushafnya masih bagus, padahal tiap hari selalu aku pakai. Hehe, aku emang awet kalau punya barang. Apalagi itu barang kesayangan, akan aku jaga sebaik-baiknya. Makanya mushaf aku pun kondisinya masih bagus.
Aku terharu sekali setelah serah terima mushaf ungu aku itu, yang sebelumnya aku cium dulu sebelum aku kasih ke tangan karyawan klinik. O iya, namanya Onih usianya baru 19 tahun, dia bekerja dulu soalnya ingin ngumpulin buat bisa kuliah tahun depan. Dia langsung nulis di belakang mushaf itu, “Alhamdulillah dikasih tanggal 10 Agustus 2011 sama Bidan Fu”, lalu setelahnya dia minta aku untuk tanda tangan di sana. Hwaaa… terharuu, ingin nangis. Selain melepas mushaf ungu yang teramat sangat aku sayangi itu, aku juga haru soalnya sebegitu senangnya Onih aku kasih mushaf. Dibawah tanda tangan aku yang kata orang lucu berkarakter (PLAK!) itu aku selipkan kata2, “Semoga bermanfaat dan sering dibaca yaa.. :)”. Dia mengaminkan dan bilang makasih lagi. Alhamdulillah… memang benar kalau ada rasa bahagia yang tidak bisa diukur dan dibeli oleh apapun saat kita memberi sesuatu pada orang lain, sekecil apapun itu.
Aku memang punya kebiasaan seperti itu pada barang yang aku punya. Maksudnya bila barangnya masih bisa dipakai namun aku punya yang lain. Seperti mukena misalnya. Saat aku membeli mukena baru, aku selalu menghibahkan mukena aku yang lama yang memang masih bersih, bagus dan tentunya masih sangat layak pakai. Biasanya aku simpan di mushola kampus kalau dulu mah. Sebenarnya kenapa harus beli yang baru ya kalau yang lama masih bisa dipakai? Aku sih sebenarnya jarang beli, hanya saja tak jarang ada yang ngasih sama aku, apakah itu mama, saudara atau teman aku. Cara aku menghargai pemberian itu ya harus menggunakan dan memanfaatkannya dengan baik. Oleh karena itu, aku lebih senang memakai pemberian dari orang lain, dan yang milik aku sendiri aku berikan. Supaya lebih berkah juga pahalanya double kita dapat. Menghargai pemberian orang lain dengan memanfaatkannya dengan baik, sehingga aku dan yang memberi sama2 dapat pahala. Juga memberikan yang aku miliki pada orang yang lebih membutuhkan, sehingga aku dan yang diberi juga sama2 dapat pahala saat barang itu digunakan dengan baik. Fastabikhul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. ^_^
Aku belum sempat memotret mushaf baru aku yang merupakan pemberian itu. Insya Allah nanti kapan-kapan aku posting yaaa… ^_^
Aku sempet bingung waktu dikasih itu mushaf, soalnya aku mau kemanakan mushaf ungu punya akunya? Orang yang ngasih bilang pokoknya mushafnya harus dipake dan harus dibaca. Sedangkan yang namanya mushaf Al-qur’an itu kan gak pernah habis. Mau sampai kapanpun ya tetap dibawa, dipake dan dibaca, berulang-ulang. Waktu aku pulang ke klinik, orang klinik ribut saat aku ngeluarin mushaf ungu yang baru dikasih. Ya mereka tahu soalnya yang aku punya bukan yang itu. Banyak yang komentar aneh-aneh. Katanya so sweet sekali dikasih mushaf Al-qur’an. Haduuh menurut aku itu beban justru, soalnya bagaimana aku bisa memanfaatkan mushaf itu dengan sebaik-baik amalan. Bukan hanya membawanya, memakainya, maupun membacanya, tapi agar mengamalkannya. Yang ngasih sangat berharap bahwa dengan mushaf itu aku benar-benar bisa mencapai salah satu mimpiku aku untuk jadi hafidzah, dan dia ingin mushaf ini menjadi saksi perjalanan aku untuk mencapainya. Tuh, kan beuuuuurraaat! Hmm… aku ambil hikmah positifnya aja kalau aku harus lebih semangat untuk tilawah dan menghafal al-qur’annya.
Waktu ngebahas soal mushaf baru aku itu, ada salah satu karyawan klinik yang nyeletuk ingin sekali punya mushaf al-qur’an yang “efisien” seperti itu. Maksudnya yang ukurannya tidak terlalu besar, ada reseletingnya, isinya lengkap dengan terjemahan, juga ada konten tajwidnya. Aku langsung berpikiran untuk memberikan mushaf itu sama dia. Aku tawarkan sama dia, “Mau nggak?” dan dia langsung antusias sambil berbinar-binar bilang, “Mauuu banget Bubid, beneran ini teh?” Dia bener-bener seneng waktu aku kasih mushaf punyaku yang sudah menemani perjalanan tilawahku kurang lebih tiga tahun itu. Dia bahkan heran kenapa meski udah tiga tahun mushafnya masih bagus, padahal tiap hari selalu aku pakai. Hehe, aku emang awet kalau punya barang. Apalagi itu barang kesayangan, akan aku jaga sebaik-baiknya. Makanya mushaf aku pun kondisinya masih bagus.
Aku terharu sekali setelah serah terima mushaf ungu aku itu, yang sebelumnya aku cium dulu sebelum aku kasih ke tangan karyawan klinik. O iya, namanya Onih usianya baru 19 tahun, dia bekerja dulu soalnya ingin ngumpulin buat bisa kuliah tahun depan. Dia langsung nulis di belakang mushaf itu, “Alhamdulillah dikasih tanggal 10 Agustus 2011 sama Bidan Fu”, lalu setelahnya dia minta aku untuk tanda tangan di sana. Hwaaa… terharuu, ingin nangis. Selain melepas mushaf ungu yang teramat sangat aku sayangi itu, aku juga haru soalnya sebegitu senangnya Onih aku kasih mushaf. Dibawah tanda tangan aku yang kata orang lucu berkarakter (PLAK!) itu aku selipkan kata2, “Semoga bermanfaat dan sering dibaca yaa.. :)”. Dia mengaminkan dan bilang makasih lagi. Alhamdulillah… memang benar kalau ada rasa bahagia yang tidak bisa diukur dan dibeli oleh apapun saat kita memberi sesuatu pada orang lain, sekecil apapun itu.
Aku memang punya kebiasaan seperti itu pada barang yang aku punya. Maksudnya bila barangnya masih bisa dipakai namun aku punya yang lain. Seperti mukena misalnya. Saat aku membeli mukena baru, aku selalu menghibahkan mukena aku yang lama yang memang masih bersih, bagus dan tentunya masih sangat layak pakai. Biasanya aku simpan di mushola kampus kalau dulu mah. Sebenarnya kenapa harus beli yang baru ya kalau yang lama masih bisa dipakai? Aku sih sebenarnya jarang beli, hanya saja tak jarang ada yang ngasih sama aku, apakah itu mama, saudara atau teman aku. Cara aku menghargai pemberian itu ya harus menggunakan dan memanfaatkannya dengan baik. Oleh karena itu, aku lebih senang memakai pemberian dari orang lain, dan yang milik aku sendiri aku berikan. Supaya lebih berkah juga pahalanya double kita dapat. Menghargai pemberian orang lain dengan memanfaatkannya dengan baik, sehingga aku dan yang memberi sama2 dapat pahala. Juga memberikan yang aku miliki pada orang yang lebih membutuhkan, sehingga aku dan yang diberi juga sama2 dapat pahala saat barang itu digunakan dengan baik. Fastabikhul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. ^_^
Aku belum sempat memotret mushaf baru aku yang merupakan pemberian itu. Insya Allah nanti kapan-kapan aku posting yaaa… ^_^
Untuk seseorang yang telah baik hati memberi mushaf ungu itu, terima kasih yaaa... :) Insya Allah akan selalu aku bawa, pakai, dan baca. Semoga harapan dan doanya untuk aku juga terkabul. Amin... semoga berkah dan rahmat Allah juga selalu mengalir untukmu,
0 komentar:
Posting Komentar