Kemaren waktu ketemu Mair, aku seneeeenng beut. Udah lama banget gak curhat-curhatan sama dia. Dulu kalau ada apa-apa, aku selalu cerita sama dia, secara kita tinggal satu kamar dan seasrama. Kemaren, aku cerita banyak sama dia, banyak hal, terutama setelah 10 bulan kita berpisah. Sama dia emang paling enak cerita soal mimpi-mimpi, ngehayal ngalor ngidul, dan something like that. Hmm… gak akan jauh-jauh bahasannya, apalagi kalau soal MENIKAH. Haha… dasar wanita!!! :p
Dulu, aku ingeeet beut kalau diantara temen kamar, cuma Mair yang ingin menikah di usia 25. Yang lain sepakat bahwa usia 25 adalah batas maksimal kita-kita untuk menikah. Kata Mair fine-fine aja, biar lebih siap dan matang. Namun, itu duluu, aku agak kaget waktu dia menceritakan bahwa dia sudah ingin segera menikah, kalau bisa maksimal tahun depan. Ya setiap orang tentunya bisa berubah tergantung kondisi yang ia hadapi. Itu juga dikarenakan dari calonnya Mair serta keinginan kuat dari Mair sendiri yang memang sudah ingin segera mengakhiri masa pacarannya itu, lama-lama malah banyak dosa, itu katanya. Aku dan mair punya satu kesamaan, bahwa kita bukan orang yang mau terlalu fanatik serta menilai orang hanya dengan status pacaran atau tidaknya. Meskipun di beberapa prinsip kita berbeda, kita saling menghormati satu sama lainnya.
Aku kagum banget sama mereka berdua (Mair dan calonnya), secara aku tahu gimana kisah mereka dari awal. Gimana mereka memperjuangkan hubungan mereka, mulai dari calonnya yang ternyata dijodohkan orang tuanya, menjelaskan pada banyak orang tentang hubungan mereka, sampai akhirnya bisa mengenalkan Mair pada dua orang tua calonnya. Sampai berhasil, dan mereka berdua direstui, bahkan didorong untuk menikah. Sebenarnya kedua orang tua mereka sudah menyetujui mereka berdua untuk segera menikah, hanya saja tinggal menunggu kepastian mereka berdua saja. Mair dan calonnya sedang memikirkan untuk persiapan financial kedapannya. Terlebih Mair juga yang mau sekolah lagi D4 tahun ini. (amin…)
Kemarin itu aku sempet ngomongin soal nge-kos bareng lagi kalau kita berdua keterima di D4 unpad. Kita merencanakan banyak hal, kek mau membiasakan masak sendiri, biar sama-sama belajar untuk kehidupan rumah tangga nanti. Ceileeee… gaya yah bahasannya, haha… Aku juga sempat memberi masukan sama Mair soal kebingungannya untuk menikah. Aku nyaranin dia sih untuk disegerakan saja, toh calonnya juga sudah lulus bulan kemarin. Oh iya, calonnya Mair itu seumur sama dia, lulusan ITB, temen dia waktu SMP, jodoh emang bener2 gak keduga yah? Hehe…
Yang bikin aku kagum lagi adalah pola pikir mereka melihat masa depan. Calonnya Mair itu yah orangnya optimis sekali, penuh dengan perhitungan. Hmm…pinter banget lagi, dia itu ingin ke luar negeri, mengikuti jejaknya pak habibie katanya, yaitu ingin ke Jerman. Terlebih katanya memang kalau lulusan Teknik Penerbangan belum terlalu “berkembang” bila di Indonesia. Jadi, calonnya itu lagi ngejar beasiswa buat kesana. Kalau bisa sekalian ingin sambil bekerja juga nantinya. Calonnya itu sebenernya udah ingin segera menikah, hanya Mair masih ragu di masalah financial, apalagi selama kuliah tentunya dia gak akan kerja. Padahal menurut akuu, tinggal ambil saja dulu tawaran kerja dari perusahaan yang ingin ngerekrut calonnya itu. Bahkan katanya dengan gaji kurang lebih 6 juta per bulan. Menurut aku sih udah cukup yaaa, sementara nunggu Mair sampe lulus kuliah tahun depan, yawdah mereka ngontrak rumah aja dulu, “kan katanya mau keluar negeri, yawdah gak usah beli rumah dulu aja, kek Risma pas kuliah dulu aja,” Menurut aku yang lebih utama adalah niat untuk segera menghalalkan hubungan itu, klau soal kedepannya jarak dan waktu untuk mereka ketemu, toh Mair pun meng-iya kan bahwa selama mereka pacaran saja mereka jg kuat untuk sering bertemu, “berperih-perih dulu demi masa depan” katanya. Mair sendiri lebih pada tak mau lagi berdosa dengan hubungan ini, lama-lama juga katanya tidak nyaman. Dia nyeritain semuanya sama aku, dia emang butuh seseroang untuk dia ajak biacara kek gini. Dia emang butuh banget masukan tentang hal itu. Aku bantu ngeyakinin dia buat semakin YAKIN untuk segera menikah. Seperti kata calonnya, “kalau rezeki orang menikah itu urusan Allah, bahkan biasanya lebih mengalir.” Dan akuu setuju sekali dengan itu.
Aku kagum sama mereka, pemikirannya sudah jauh. Calonnya juga baik dan dewasa sekali, melebihi usianya, hehe… Mair malah selalu becandai akuu yang sama2 punya mimpi buat go abroad dari dulu. Dia Jerman, sedangkan aku ingin sekali ke Belanda. “Jerman sama Belanda gak jauh kan fu?” hahha… aku hanya tertawa dan memintanya untuk mendoakanku. Secara si akuu ini belum jelas kedepannya gimana (maksudnya soal pasangan hidup, haha…), hanya berani mengukir mimpi-mimpi dan berusaha serta berdoa agar bisa terwujud. Aku juga bilang sama dia bahwa tetap targetku menikah maksimal tahun depan, meskipun aku tidak tahu sama siapa, bahkan sekarang belum ada calonnya (Haha, lucu sekali, padahal tahun depan ituu sebentar lagi…) Aku hanya percaya bahwa saat kita sudah memiliki niat yang kuat, bukan hal yang sulit bagi Allah untuk mewujudkannya menjadi kenyataan bila memang itu yang dikehendaki-Nya. Mair juga meberi nasehat sama akuu supaya aku menjadi orang yang lebih “terbuka” untuk menerima seseorang yang berniat baik. Ha ha… dia memang tahu bagaimana keukeuhnya aku dalam memegang “prinsip”. Aku hanya bilang, “aku hanya mencoba mempercayakan hati aku yang mengambil alih, Ir”
Dia tahu tentang akuu yang seringkali patah hati, smentara beberapa mengulurkan tangan untuk aku. Meskipun aku tidak terlalu bercerita detil padanya, tapi dia mengerti bagaimana perasaan aku. Aku hanya bisa meminta padanya untuk mendoakan akuu, agar segera diberi yang terbaik sama Allah. Aku cuma bisa bilang bahwa pangeranku adalah tentunya seseorang yang berani, berani untuk mengambil keputusan, berani dalam bersikap, berani yang tak hanya dalam mengungkapkan perasaan, berani untuk bertemu ayahku, dan berani menjemput aku. Dan sayangnya yang berani itu belum ada, ha ha… kebanyakan minder, merasa tidak siap, tak mau mengambil resiko untuk mengalami penolakan (ha ha dasar pria!!! :p), terombang-ambing dalam pilihan, dan banyak hal lain. Ahh, sampai sekrang pun aku tidak mengerti jalan pikiran pria itu seperti apa, he…he…
Yang pasti, aku sama2 satu paham saat ini sama mair, bahwa bila pun kami sekolah lagi D4, tak akan menghalangi niat kami buat bisa menikah maksimal tahun depan. Toh, menikah sambil kuliah sebenernya bukan menjadi halangan atau hambatan, itu sangat tergantung dari orang yang menyikapi dan menjalaninya. Yang ini kita berdua sepakat. Haha… Aku juga becandain gini sama dia, “Tapi kalau kamu nikah beberapa bulan kedepan, nanti aku ngekos sendiri doong?” ha ha…. Dasoor!!! Tetep aja yang dipikirinnya diri sendiri. Hmm… aku mah masih tetap bersyukur sama apa yang Allah beri mulai dari perasaan yang ada di hati aku, orang2 yg di samping aku, sampai kondisi aku yang seperti sekarang ini. Aku bersyukur, karena tak ada nikmat Allah yang boleh kita pungkiri, semua harus kita syukuri. So, aku mah simpel aja, jalani yang ada di hadapan, kerjar mimpi dan target akuu, tetap komitmen pada diri sendiri untuk ikhlas dan sabar dalam menjalaninya. Amin. Allah, bimbing hamba-Mu ini…
*hmm… hal beginian emang rumit, gak bisa diprediksi, hihi.. :D
Dulu, aku ingeeet beut kalau diantara temen kamar, cuma Mair yang ingin menikah di usia 25. Yang lain sepakat bahwa usia 25 adalah batas maksimal kita-kita untuk menikah. Kata Mair fine-fine aja, biar lebih siap dan matang. Namun, itu duluu, aku agak kaget waktu dia menceritakan bahwa dia sudah ingin segera menikah, kalau bisa maksimal tahun depan. Ya setiap orang tentunya bisa berubah tergantung kondisi yang ia hadapi. Itu juga dikarenakan dari calonnya Mair serta keinginan kuat dari Mair sendiri yang memang sudah ingin segera mengakhiri masa pacarannya itu, lama-lama malah banyak dosa, itu katanya. Aku dan mair punya satu kesamaan, bahwa kita bukan orang yang mau terlalu fanatik serta menilai orang hanya dengan status pacaran atau tidaknya. Meskipun di beberapa prinsip kita berbeda, kita saling menghormati satu sama lainnya.
Aku kagum banget sama mereka berdua (Mair dan calonnya), secara aku tahu gimana kisah mereka dari awal. Gimana mereka memperjuangkan hubungan mereka, mulai dari calonnya yang ternyata dijodohkan orang tuanya, menjelaskan pada banyak orang tentang hubungan mereka, sampai akhirnya bisa mengenalkan Mair pada dua orang tua calonnya. Sampai berhasil, dan mereka berdua direstui, bahkan didorong untuk menikah. Sebenarnya kedua orang tua mereka sudah menyetujui mereka berdua untuk segera menikah, hanya saja tinggal menunggu kepastian mereka berdua saja. Mair dan calonnya sedang memikirkan untuk persiapan financial kedapannya. Terlebih Mair juga yang mau sekolah lagi D4 tahun ini. (amin…)
Kemarin itu aku sempet ngomongin soal nge-kos bareng lagi kalau kita berdua keterima di D4 unpad. Kita merencanakan banyak hal, kek mau membiasakan masak sendiri, biar sama-sama belajar untuk kehidupan rumah tangga nanti. Ceileeee… gaya yah bahasannya, haha… Aku juga sempat memberi masukan sama Mair soal kebingungannya untuk menikah. Aku nyaranin dia sih untuk disegerakan saja, toh calonnya juga sudah lulus bulan kemarin. Oh iya, calonnya Mair itu seumur sama dia, lulusan ITB, temen dia waktu SMP, jodoh emang bener2 gak keduga yah? Hehe…
Yang bikin aku kagum lagi adalah pola pikir mereka melihat masa depan. Calonnya Mair itu yah orangnya optimis sekali, penuh dengan perhitungan. Hmm…pinter banget lagi, dia itu ingin ke luar negeri, mengikuti jejaknya pak habibie katanya, yaitu ingin ke Jerman. Terlebih katanya memang kalau lulusan Teknik Penerbangan belum terlalu “berkembang” bila di Indonesia. Jadi, calonnya itu lagi ngejar beasiswa buat kesana. Kalau bisa sekalian ingin sambil bekerja juga nantinya. Calonnya itu sebenernya udah ingin segera menikah, hanya Mair masih ragu di masalah financial, apalagi selama kuliah tentunya dia gak akan kerja. Padahal menurut akuu, tinggal ambil saja dulu tawaran kerja dari perusahaan yang ingin ngerekrut calonnya itu. Bahkan katanya dengan gaji kurang lebih 6 juta per bulan. Menurut aku sih udah cukup yaaa, sementara nunggu Mair sampe lulus kuliah tahun depan, yawdah mereka ngontrak rumah aja dulu, “kan katanya mau keluar negeri, yawdah gak usah beli rumah dulu aja, kek Risma pas kuliah dulu aja,” Menurut aku yang lebih utama adalah niat untuk segera menghalalkan hubungan itu, klau soal kedepannya jarak dan waktu untuk mereka ketemu, toh Mair pun meng-iya kan bahwa selama mereka pacaran saja mereka jg kuat untuk sering bertemu, “berperih-perih dulu demi masa depan” katanya. Mair sendiri lebih pada tak mau lagi berdosa dengan hubungan ini, lama-lama juga katanya tidak nyaman. Dia nyeritain semuanya sama aku, dia emang butuh seseroang untuk dia ajak biacara kek gini. Dia emang butuh banget masukan tentang hal itu. Aku bantu ngeyakinin dia buat semakin YAKIN untuk segera menikah. Seperti kata calonnya, “kalau rezeki orang menikah itu urusan Allah, bahkan biasanya lebih mengalir.” Dan akuu setuju sekali dengan itu.
Aku kagum sama mereka, pemikirannya sudah jauh. Calonnya juga baik dan dewasa sekali, melebihi usianya, hehe… Mair malah selalu becandai akuu yang sama2 punya mimpi buat go abroad dari dulu. Dia Jerman, sedangkan aku ingin sekali ke Belanda. “Jerman sama Belanda gak jauh kan fu?” hahha… aku hanya tertawa dan memintanya untuk mendoakanku. Secara si akuu ini belum jelas kedepannya gimana (maksudnya soal pasangan hidup, haha…), hanya berani mengukir mimpi-mimpi dan berusaha serta berdoa agar bisa terwujud. Aku juga bilang sama dia bahwa tetap targetku menikah maksimal tahun depan, meskipun aku tidak tahu sama siapa, bahkan sekarang belum ada calonnya (Haha, lucu sekali, padahal tahun depan ituu sebentar lagi…) Aku hanya percaya bahwa saat kita sudah memiliki niat yang kuat, bukan hal yang sulit bagi Allah untuk mewujudkannya menjadi kenyataan bila memang itu yang dikehendaki-Nya. Mair juga meberi nasehat sama akuu supaya aku menjadi orang yang lebih “terbuka” untuk menerima seseorang yang berniat baik. Ha ha… dia memang tahu bagaimana keukeuhnya aku dalam memegang “prinsip”. Aku hanya bilang, “aku hanya mencoba mempercayakan hati aku yang mengambil alih, Ir”
Dia tahu tentang akuu yang seringkali patah hati, smentara beberapa mengulurkan tangan untuk aku. Meskipun aku tidak terlalu bercerita detil padanya, tapi dia mengerti bagaimana perasaan aku. Aku hanya bisa meminta padanya untuk mendoakan akuu, agar segera diberi yang terbaik sama Allah. Aku cuma bisa bilang bahwa pangeranku adalah tentunya seseorang yang berani, berani untuk mengambil keputusan, berani dalam bersikap, berani yang tak hanya dalam mengungkapkan perasaan, berani untuk bertemu ayahku, dan berani menjemput aku. Dan sayangnya yang berani itu belum ada, ha ha… kebanyakan minder, merasa tidak siap, tak mau mengambil resiko untuk mengalami penolakan (ha ha dasar pria!!! :p), terombang-ambing dalam pilihan, dan banyak hal lain. Ahh, sampai sekrang pun aku tidak mengerti jalan pikiran pria itu seperti apa, he…he…
Yang pasti, aku sama2 satu paham saat ini sama mair, bahwa bila pun kami sekolah lagi D4, tak akan menghalangi niat kami buat bisa menikah maksimal tahun depan. Toh, menikah sambil kuliah sebenernya bukan menjadi halangan atau hambatan, itu sangat tergantung dari orang yang menyikapi dan menjalaninya. Yang ini kita berdua sepakat. Haha… Aku juga becandain gini sama dia, “Tapi kalau kamu nikah beberapa bulan kedepan, nanti aku ngekos sendiri doong?” ha ha…. Dasoor!!! Tetep aja yang dipikirinnya diri sendiri. Hmm… aku mah masih tetap bersyukur sama apa yang Allah beri mulai dari perasaan yang ada di hati aku, orang2 yg di samping aku, sampai kondisi aku yang seperti sekarang ini. Aku bersyukur, karena tak ada nikmat Allah yang boleh kita pungkiri, semua harus kita syukuri. So, aku mah simpel aja, jalani yang ada di hadapan, kerjar mimpi dan target akuu, tetap komitmen pada diri sendiri untuk ikhlas dan sabar dalam menjalaninya. Amin. Allah, bimbing hamba-Mu ini…
*hmm… hal beginian emang rumit, gak bisa diprediksi, hihi.. :D
0 komentar:
Posting Komentar