Originally created by Fu
Seandainya cinta adalah anugerah suci dari-Mu Allah, kuatkanlah ia mengalir tepat pada masanya; dengan jalan yang Kau suka, dengan malaikat yang turut mendoa, dengan senyuman Rasulullah yang akan berbangga. Cinta yang hanya mengalir untuk ia yang halal untukku saja. -Fu
Hampir banyak orang tahu saya memang tidak pernah pacaran. Awalnya, bukan karena saya yang begitu paham tentang alasan tak boleh pacaran yang dilarang Islam, bukan karena tahu kalau Allah begitu menyayangi kita sebagai wanita dengan melarang pacaran, bukan juga karena tahu kalau Rasul juga tak menganjurkan pacaran sama sekali sebagai suatu proses perkenalan. Satu alasan saya sejak saat itu, yaitu hanya karena Ibu saya. Ibu yang selalu berkata : “Jangan pernah pacaran karena hanya akan mengganggu pelajaran sekolahmu!”
Seandainya cinta adalah anugerah suci dari-Mu Allah, kuatkanlah ia mengalir tepat pada masanya; dengan jalan yang Kau suka, dengan malaikat yang turut mendoa, dengan senyuman Rasulullah yang akan berbangga. Cinta yang hanya mengalir untuk ia yang halal untukku saja. -Fu
Hampir banyak orang tahu saya memang tidak pernah pacaran. Awalnya, bukan karena saya yang begitu paham tentang alasan tak boleh pacaran yang dilarang Islam, bukan karena tahu kalau Allah begitu menyayangi kita sebagai wanita dengan melarang pacaran, bukan juga karena tahu kalau Rasul juga tak menganjurkan pacaran sama sekali sebagai suatu proses perkenalan. Satu alasan saya sejak saat itu, yaitu hanya karena Ibu saya. Ibu yang selalu berkata : “Jangan pernah pacaran karena hanya akan mengganggu pelajaran sekolahmu!”
Sementara sejak zaman SD teman-teman saya sudah ada yang pacaran, cinta-cinta monyetan, saya bertahan untuk tidak mau terganggu masalah itu. Meskipun saya akui rasa suka itu ada, wajar adanya. Namun, perkataan ibu saya secara tidak langsung tersistem menjadi sebuah prinsip bagi saya. Saat SMP pun saya terkenal cupu, tidak lakulah, gak gaul lah, gak asyiklah hanya karena saya yang tidak pacaran. Ya! TIDAK LAKU! Masa-masa sekolah zaman dewasa ini memang sudah sewajarnya bahwa modern atau tidaknya seseorang ditentukan LAKU atau tidak nya ia di “pasaran”. Jujur, rasa tidak nyaman akan prinsip saya seringkali juga tergoyah. Saya mempertanyakan kenapa Ibu saya gak asyik seperti orang tua lain, yang memperbolehkan anaknya pacaran. "Wajar kan pacaran? Asal tahu batasan?" Pikir saya waktu itu. Merasa bahwa orang tua saya sangat tidak adil, padahal boleh jadi prestasi masih bisa diraih meskipun pacaran. Padahal kata teman-teman saya pacaran juga membuat semangat belajar. Dan padahal-padahal lainnya yang saat itu membutakan logika saya sendiri.
Akhirnya saat masa awal memasuki SMA, sebuah peristiwa terjadi, dimana saya tertarik suka yang berbeda, pada salah seorang kakak kelas saya. Merasa menjalin pertemanan biasa, membuat saya terjebak pada permainannya. Well, saya merasa bangga sekali bahwa ia juga mau berteman dekat dgn saya, tanpa status pacaran, meskipun ada debar-debar aneh yang dirasa tapi toh hubungan kami memang sebatas berteman. Tidak pernah jalan berdua atau “apel” seperti orang pacaran lainnya, kita hanya sering kali bertukar surat, karena tahun itu handphone belum terlalu memasyarakat. Saya terlalu dibutakan saat itu, merasa dia orangnya alim, shaleh dan lain-lain, namun ternyata dia juga melakukan hal yang sama pada adik-adik kelas lainnya yang mengaguminya. So, saya bukan satu-satunya orang. Hahaha rasanya ingin tertawa mengingat itu. Tapi bodohnya lagi, saya masih saja bertahan, percaya bahwa dia memang tak akan mempermainkan saya. Dia bilang dia juga tak ingin pacaran, jadi hubungannya kakak adik saja (mana ada kakak-adik ketemu gede yang hubungan ‘pure’? Hahaha)
Hingga kebaikan Allah yang telah menyadarkan saya, melalui ditemukannya surat-surat antara saya dengan kakak kelas saya itu, oleh Ibu dan ayah saya. Saat itu pulang sekolah ibu saya tampak memerah sekali mukanya. Ternyata ia baru saja membakar surat-surat itu. Dan itulah, kali pertamanya saya melihat ibu saya menangis tersedu hanya karena perbuatan saya. Sambil berurai air mata, ia berkata : “Mau jadi apa kamu, nak, baru masuk SMA kamu sudah memikirkan laki-laki?” JLEB! Dengan tangan yang hampir menampar saya namun ia tahan, itulah peristiwa yang membuat saya menyesal dan merasa bodoh pertama kalinya.
Sejak saat itu, saya berazzam; “SAYA TAK MAU MEMBUAT IBU SAYA MENANGIS LAGI! SAYA TAK MAU PACARAN” Cukuplah alasan tak boleh pacaran itu mau karena apapun, yang jelas saya tak mau membuta ibu menangis. Lucunya, sejak saya memutuskan untuk tak mau lagi berhubungan dengan kakak kelas saya itu, kakak kelas saya malah pacaran sama sahabat dekat saya sendiri. Meskipun masih ada rasa kecewa, tapi “Ah, Allah begitu baik pada saya!”
Wajar kan bila fithrah rasa suka terhadap lawan jenis itu ada? Wajar kan bila rasa ingin dicintai dan dilindungi oleh orang yang menyayangi kita itu ada? Tapi kan saya sudah berazzam tak mau pacaran. Maka sejak saat itu juga, saat fitrah Allah hadir, saya selalu berusaha untuk memendamnya, mengalihkan itu pada kesibukan saya untuk meraih prestasi. Sejak saat itu juga saya selalu menjadi secret admirer terhadap orang yang saya suka. Tak peduli mau dikatakan tidak laku, tidak gaul, tidak modern, yang jelas, sekali saya telah berprinsip itu WAJIB untuk saya tunaikan, karena itu janji saya terhadap Tuhan saya sendiri, bukan orang lain.
Hingga saat saya masuk kuliah, Allah begitu baik pada saya, mempertemukan saya dengan orang-orang yang memperkuat saya untuk belajar Islam. Mengenalkan saya pada teman yang akhirnya bisa menjelaskan kenapa pacaran itu tidak boleh; yaitu karena Allah dan Rasul melarangnya. Tak perlu alasan lain kan yang menjelaskan kenapa pacaran tidak boleh, karena larangan Allah dan rasul saja sudah cukup menjawabnya. Lalu saya mendalami Islami lebih lanjut, mulai suka untuk membaca buku juga menulis, membuat saya semakin untuk TIDAK MAU PACARAN.
Suka duka menjadi secret admirer, menahan gejolak rasa di masa muda menjelang dewasa, hingga membuat saya merasa patah hati berkali-kali, semua saya nikmati prosesnya. Niat saya sudah tak mau lagi bagaimana caranya ada orang yang suka saya kemudian pacaran, namun niat saya sejak saat kuliah itu sudah ingin menikah. Karena kata Allah, satu-satunya jalan yang Allah halalkan untuk menyalurkan fitrah rasa adalah dengan menikah.
Belajar dan terus belajar, berusaha terus memperbaiki diri saya yang masih jauh dari kata shaleha. Berusaha untuk terus memantaskan diri di hadapan Tuhan saya. Meluruskan niat dan terus berdoa pada Allah agar Allah izinkan saya untuk tetap teguh dalam prinsip, agar Allah kuatkan untuk menjalani segala ujian dan godaan yang selalu saja ada. Agar Allah perkenankan saya pertama kali disentuh oleh orang yang memang mau memuliakan saya dengan ikatan pernikahan. Dengan kesabaran yang Allah beri, dengan penantian yang cukup menguras air mata, dengan segala liku yang ada dalam skenario hidup saya, Hamdallah Allah menjawab doa-doa saya. Allah mengizinkan saya untuk tak pernah merasakan bagaimana itu melenakannya pacaran, Allah mengizinkan saya untuk hanya tersentuh oleh orang yang tertakdir untuk saya, seorang pria yang telah mengucap janji sucinya pada ayah saya dan untuk Tuhan saya, seorang pria yang mau menerima saya yang dulu selalu dikatakan tidak laku, dan tidak modern, seorang pria yang menjadi lelaki asing pertama yang menyentuh saya, seorang Ikhsanun Kamil Pratama.
Saya yang tidak pernah pacaran itu karena Allah dan juga ibu saya. Maka niat saya menikah selain yang utama adalah ridha-Nya, saya juga ingin melalui pernikahan ini semoga menjadi pernikahan yang berkah, yang menjadikan saya anak shaleha yang akan memberatkan timbangan amal kedua orang tua saya. Melalui pernikahan ini saya ingin menjadi anak shaleha, istri shaleha ibu shaleha, wanita shaleha, terutama untuk tiga pria yang akan bertanggung jawab di akhirat kelak atas saya, untuk tiga pria istimewa yaitu ayah, suami dan (kelak) anak saya. Semoga ya Allah, izinkan hamba untuk terus belajar bagaimana itu menjadi shaleha. Amiin… :)
Tidak pacaran, bukan berarti tidak bisa menikah kan? ;) hehehe...
Tak ada kata terlambat untuk bertaubat, karena Allah itu Maha Pemaaf. Tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri, karena Allah yang menentukan kepantasan diri. Tak ada kata terlambat untuk "mencinta" yang sebenarnya, karena jalan halal Allah itu selalu terbuka.
Untukmu yang masih menanti seorang yang halal untukmu, tetaplah berada pada jalan-Nya. Karena berkah pernikahan ditentukan dari bagaimana proses menujunya dijalankan. Telah sesuaikah dengan aturan Allah dan rasul kita? Wallaualam… Love All, uhibbukum fillah muslim wa muslimah… :)
Selamat menanti di jalan suci yang Allah ridhai. Cintailah ia yang hanya akan memberikan cintanya kaffah setelah menikah. :)
Kelak, ada suatu masa dimana cincin suci melingkar di jemari manismu ;)
2 komentar:
Apa kabar Fu? Mungkin tidak ingat ya dengan saya? kita ketemu di wbt :)
Benar sekali mbak
Posting Komentar