Originally created by Fu
Berderap aku melangkah dalam setiap tawa yang menjajah dunia, dalam setiap bahagia yang menyayat jiwa, dalam setiap bisik yang terlontar dari bibir-bibir palsu penghantar cinta; katanya, hidup hanyalah setitik elegi yang tak lah sebanding dengan alam baka nanti, sementara kehidupan sendiri yang telah membuatkan mereka berbagai wajah serupa; agar setia mencintanya, terlena dalam api-api berbau surga.
Berderai aku dalam setiap sujud yang penuh pinta khusyu', dalam sedih yang melantun lagu, dalam pasrah yang memaksa diri tak lagi mampu; katanya, mati itu hanya berupa perdebatan sekarat ataukah nikmat, sementara memori tentangnya telah membuat setiap mereka bertopeng melupa dunia; agar terkesan mempersiapkannya, terarah pada jalan-jalan kanan yang menyimpang kiri pada akhirnya.
Tuhan, ajari kami; apa itu tawa dan tangis sesungguhnya, bukan karena mati apalagi dunia!
Ah, keduanya Cinta pada fitrahnya!
Bandung, 13Juli 2012
Berderap aku melangkah dalam setiap tawa yang menjajah dunia, dalam setiap bahagia yang menyayat jiwa, dalam setiap bisik yang terlontar dari bibir-bibir palsu penghantar cinta; katanya, hidup hanyalah setitik elegi yang tak lah sebanding dengan alam baka nanti, sementara kehidupan sendiri yang telah membuatkan mereka berbagai wajah serupa; agar setia mencintanya, terlena dalam api-api berbau surga.
Berderai aku dalam setiap sujud yang penuh pinta khusyu', dalam sedih yang melantun lagu, dalam pasrah yang memaksa diri tak lagi mampu; katanya, mati itu hanya berupa perdebatan sekarat ataukah nikmat, sementara memori tentangnya telah membuat setiap mereka bertopeng melupa dunia; agar terkesan mempersiapkannya, terarah pada jalan-jalan kanan yang menyimpang kiri pada akhirnya.
Tuhan, ajari kami; apa itu tawa dan tangis sesungguhnya, bukan karena mati apalagi dunia!
Ah, keduanya Cinta pada fitrahnya!
Bandung, 13Juli 2012
0 komentar:
Posting Komentar