Originally created by Fu
rindu..
satu dua hadir itu biasa, menyapa
tanpa permisi, mencari-cari kunci
pada kerah baju, saku, sepatu hingga peci,
sejak fajar, pagi, siang, senja, juga sampai malam menghampiri.
lalu kuhanya mampu berbisik, “satu datang untuk pergi.”
dan kamu
merapalku dalam setiap aksara, tengah lama
melabuh di dermaga yang tersamar peta, merangkum cahaya
memantul tak hanya tujuh warna dan sketsa,
untuk sama yang beda jua beda yang sama.
masih kamu
merangkaiku sempurna, pada seutas elegi
tanpa sajak, lagu atau melodi
meski pekak sudah telingamu untuk berlari
menggegas langkah dalam galau yang bertaut mimpi,
dengan teriak nanar yang tak terdengar, “Nanti!”
rindu..
sejatinya aku tengah amnesia
sejak kemarin aku memejam semua indera, menyublim seganjil asa,
meski paruh waktu yang menggerogoti logika, pada luka
yang menghimpun puing memori terserak masa, untuk hanya
memastikan lidahku masih bisa mengeja yang dua.
…teruntuk sebuah nama yang Tuhan jaga…
Majalengka, 13 Juni 2011
rindu..
satu dua hadir itu biasa, menyapa
tanpa permisi, mencari-cari kunci
pada kerah baju, saku, sepatu hingga peci,
sejak fajar, pagi, siang, senja, juga sampai malam menghampiri.
lalu kuhanya mampu berbisik, “satu datang untuk pergi.”
dan kamu
merapalku dalam setiap aksara, tengah lama
melabuh di dermaga yang tersamar peta, merangkum cahaya
memantul tak hanya tujuh warna dan sketsa,
untuk sama yang beda jua beda yang sama.
masih kamu
merangkaiku sempurna, pada seutas elegi
tanpa sajak, lagu atau melodi
meski pekak sudah telingamu untuk berlari
menggegas langkah dalam galau yang bertaut mimpi,
dengan teriak nanar yang tak terdengar, “Nanti!”
rindu..
sejatinya aku tengah amnesia
sejak kemarin aku memejam semua indera, menyublim seganjil asa,
meski paruh waktu yang menggerogoti logika, pada luka
yang menghimpun puing memori terserak masa, untuk hanya
memastikan lidahku masih bisa mengeja yang dua.
aku cinta.
…teruntuk sebuah nama yang Tuhan jaga…
Majalengka, 13 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar