Sabtu, 11 Juni 2011

Rindu

Originally created by Fu

dengarkanlah, rindu
mungkin aku bukanlah tepat
yang merapat pada satu
pasti dan bulat,

namun satu purnama meramu
jenak yang berkecamuk
pada silap yang menjejak,
antara kita.

dengarkanlah, rindu
mungkin aku bukanlah waktu
yang mengendap pada titik
yakin dan senyap,

saat  rentet aksara memanja
kejap yang bergumul
pada rahasia yang menguap,
antara kau dan aku.

rinduku, adalah
bukan tentang menanyaimu
sesiapa dan dimana,
melainkan apa itu
cemburu pada kata.
Bandung, 10 Juni 2011

Racau

Originally created by Fu

I
Tuhan,
ada yang melesap
di jauh hari
.
dua sayap dalam
setumpuk kertas
menuju langit
.
Tuhan,
ada yang menelusup
di dekat hari
.
dua cahaya dalam
seberkas tinta
menuju kalbu
.
cukup kutahu
bahwa Kau tahu
.
yang di sini
hanya namaMu.

II
di balik titian awan pagi,
kutoleh Engkau yang memaling
muka menggengam jemari

adakah Engkau tengah cemburu?
padaku yang (mungkin) palsu
merinduMu

Bandung, 9 Juni 2011

Yang pasti Allah sayang sama saya. atas suka yang terselip duka. atau duka yang menyelip suka.

fuu, "syafakillah syifaan ajilan, syifaan laa yughadir ba'dahu saqoman." --> sugesti diri sendiri.

Belum Ada Judul

Originally created by Fu

Patah

ada yang merayap perlahan dalam bahagia menerbang tinggi, menggusur cakrawala langit untuk sejenak melirik bumi. ada yang meneriak samar dalam senja tanpa restu, memasung telinga untuk sekejap menelisik banyu. ada yang menatap tumpul dalam riang bersandar duka, meniduri kelopak untuk sebentar membelai udara. tak ada yang mengekal senyum, atas detik yang tak mungkin diam. seperti tak kan ada yang utuh, untuk Dia yang tak pernah patah.

Lelah

kepada pagi yang menyebar asa, aku titip gairah untuk detik tak terencana. mewarna kertas merela batas. kepada siang yang merangkul tawa, aku gerai sabar untuk menit tak menyapa. menyepuh alasan merangkai balasan. kepada sore yang memanja pilu, aku tawar galau untuk jam tak bertalu. menghitung amal menilai kawal. dan kepada malam yang menghimpun memori, aku lelang pasrah untuk hari tak terbagi. mengharap Lilllah mengganti lelah.

Asah

 kita tengah terperangkap pada tempurung tak berlubang, yang memaksa kita memasuki kaum terbuang. dimana cita yang menggelora tak lantas menepi pelangi. di saat rindu yang lepas landas tak jua menoreh drama. pada langit yang menggamit suka. pada bumi yang menyeleksi mimpi. untuk kita, untuk dunia. karena kita dan dunia adalah dua cipta tak terpisah, seperti tak boleh dilerainya pisau dengan asah.

Sudah

dimana? dimana? dimana kau sembunyikan hujan yang tengah kunanti berhari-hari? Saat ranting tengah mengering beringsut pada pucuk, sekarat tak lagi berselimut. Saat kawah tengah bergolak membuncah alasan, gelegar tak jua memadam. Saat dagingku terasap dunia, kasat, koyak, kalap, tak menyudah.
dimana? dimana? dimana kau taruh mentari yang tengah kucari berhari-hari? Saat samudera tak henti menggeliat muram, jengah merindui tenunan awan. Saat tanah tak jua merangkai pahat, pucat memasi dalam gelap. Saat kulitku terguyur dunia, kalut, kecamuk, kuyup, tak menyudah.
dimana? dimana? dimana Kamu?

"dihatimu, sudah."

[]
Bandung, 8 Juni 2011
*terima kasih untuk yg telah menginspirasi... :)

Televisiku

Originally created by Fu

televisiku, tunggulah dulu
ibu yang sejenak ke dapur
menyeduh kopi dan mematikan tungku,
bukan untuk drama tak beretika
atau aib yang menebal muka
atau citra yang tersamar kata
juga dusta yang menyulut sengketa

televisiku, diamlah dulu
ayah yang sejenak ke teras
membetulkan antena yang membalik arah,
bukan untuk negara yang berelegi
atau komentator yang bersuci
atau minoritas yang terintimidasi
juga aparat yang tumpang kaki

televisiku, istirahatlah dulu
aku yang sejenak ke kamar
meramu kata pada lidah yang hambar,
bukan untuk moral yang terbelenggu
atau emansipasi yang menggerutu
atau polemik yang melulu
juga pariwara  yang menipu

televisiku, rusaklah dulu
demi layarmu yang tersamar
pada koran pagi yang mengabar
televisiku, matilah dulu
demi anak kami yang beranjak
padamu yang mengajar akhlak

Juni, 2011

*another side...

Cinta Imagologi

Originally created by Fu

Cinta kini berimagologi. Pada klinik juga kosmetik. Suntik hidung, dagu hingga dada. Menipiskan bibir juga menghilangkan kerut tua. Memutihkan kulit hingga melukis tato di tubuhnya. Merubah yang ini, merubah yang itu. Meski menyakiti raga. Tak pernah ada puasnya.

Cinta kini berimagologi. Pada salon hingga butik. Mengarah model domestik hingga manca Negara. Mewarnai dan memangkas rambut sebagai mahkota. Mengenakan pakaian untuk sengitnya lomba. Meniru yang ini, meniru yang itu. Meski melelah jiwa. Tak pernah ada puasnya.

Cantik kini tak lagi karena cinta, sebab cinta kini karena cantik. Yang menggantung kosmetik hingga butik.
Cinta kini tak lagi cantik, sebab cantik kini tak lagi karena cinta. Yang terbungkus manipulasi jua imagologi.

dan cintaku bukanlah imagologi, karena ku tak mau cintaku teramputasi
tak kusanggup berimagologi cinta, melainkan sekadar telanjang kata
: untukmu yang memesona

Juni, 2011

*another side...

Karena Doa

Originally created by Fu

Tak perlu waktu lama bagi Tuhan menjawab segala yang berjejal pada atap tanya yang mengakar bahkan menjadi belukar. Seperti ragu yang mengukur palung logika dan hati sekaligus, mematangkan yang tak terjamah pada jurang tanah tak terbungkus. Mengaduh, menyeringai, meneriak atau menumpah sedu sedan. Menghujung penyesalan.

Tak perlu banyak tanya untuk Tuhan mengganti segala yang bertumpuk pada jendela kudeta yang meriak bahkan menjadi arak. Seperti debar yang menguji curamnya akal dan perasaan bersamaan, menggores yang tak terkira pada ruam berdampingan. Menganga, menyungging, menggetar atau membuncah keharuan. Menghujung kesyukuran.

Tak perlu lagi menerka seberapa lama Tuhan menjawab doa, atas harap ataupun tanya. Tak perlu lagi mendebat seberapa pantas Tuhan mengabul doa, atas lelah ataupun luka.

Karena doa, untuk yang rela

Majalengka, Juni 2011