Kamis, 11 Agustus 2011

Mushaf Unguku

Seperti yang udah aku ceritakan kemarin, kalau aku sayang sekali pada mushaf aku yang warna ungu terbitan Al-kamil itu. Secara nyari-nyarinya dulu susah sekali. Saat warna ungu belum menjadi tren untuk desain mushaf. Gak seperti sekarang ini yang lumayan banyak beberapa penerbit mushaf mulai memproduksi cover mushaf Al-Qur’an berbagai warna. Kemarin, ada seseorang yang ngasih aku mushaf Al-qur’an terbitan Al-Burhan berwarna ungu. Warnanya lebih muda dari mushaf aku sebelumnya. Aku suka sekali. Isinya jauh lebih lengkap dibanding yang punya aku.

Aku sempet bingung waktu dikasih itu mushaf, soalnya aku mau kemanakan mushaf ungu punya akunya? Orang yang ngasih bilang pokoknya mushafnya harus dipake dan harus dibaca. Sedangkan yang namanya mushaf Al-qur’an itu kan gak pernah habis. Mau sampai kapanpun ya tetap dibawa, dipake dan dibaca, berulang-ulang. Waktu aku pulang ke klinik, orang klinik ribut saat aku ngeluarin mushaf ungu yang baru dikasih. Ya mereka tahu soalnya yang aku punya bukan yang itu. Banyak yang komentar aneh-aneh. Katanya so sweet sekali dikasih mushaf Al-qur’an. Haduuh menurut aku itu beban justru, soalnya bagaimana aku bisa memanfaatkan mushaf itu dengan sebaik-baik amalan. Bukan hanya membawanya, memakainya, maupun membacanya, tapi agar mengamalkannya. Yang ngasih sangat berharap bahwa dengan mushaf itu aku benar-benar bisa mencapai salah satu mimpiku aku untuk jadi hafidzah, dan dia ingin mushaf ini menjadi saksi perjalanan aku untuk mencapainya. Tuh, kan beuuuuurraaat! Hmm… aku ambil hikmah positifnya aja kalau aku harus lebih semangat untuk tilawah dan menghafal al-qur’annya.

Waktu ngebahas soal mushaf baru aku itu, ada salah satu karyawan klinik yang nyeletuk ingin sekali punya mushaf al-qur’an yang “efisien” seperti itu. Maksudnya yang ukurannya tidak terlalu besar, ada reseletingnya, isinya lengkap dengan terjemahan, juga ada konten tajwidnya. Aku langsung berpikiran untuk memberikan mushaf itu sama dia. Aku tawarkan sama dia, “Mau nggak?” dan dia langsung antusias sambil berbinar-binar bilang, “Mauuu banget Bubid, beneran ini teh?” Dia bener-bener seneng waktu aku kasih mushaf punyaku yang sudah menemani perjalanan tilawahku kurang lebih tiga tahun itu. Dia bahkan heran kenapa meski udah tiga tahun mushafnya masih bagus, padahal tiap hari selalu aku pakai. Hehe, aku emang awet kalau punya barang. Apalagi itu barang kesayangan, akan aku jaga sebaik-baiknya. Makanya mushaf aku pun kondisinya masih bagus.

Aku terharu sekali setelah serah terima mushaf ungu aku itu, yang sebelumnya aku cium dulu sebelum aku kasih ke tangan karyawan klinik. O iya, namanya Onih usianya baru 19 tahun, dia bekerja dulu soalnya ingin ngumpulin buat bisa kuliah tahun depan. Dia langsung nulis di belakang mushaf itu, “Alhamdulillah dikasih tanggal 10 Agustus 2011 sama Bidan Fu”, lalu setelahnya dia minta aku untuk tanda tangan di sana. Hwaaa… terharuu, ingin nangis. Selain melepas mushaf ungu yang teramat sangat aku sayangi itu, aku juga haru soalnya sebegitu senangnya Onih aku kasih mushaf. Dibawah tanda tangan aku yang kata orang lucu berkarakter (PLAK!) itu aku selipkan kata2, “Semoga bermanfaat dan sering dibaca yaa.. :)”. Dia mengaminkan dan bilang makasih lagi. Alhamdulillah… memang benar kalau ada rasa bahagia yang tidak bisa diukur dan dibeli oleh apapun saat kita memberi sesuatu pada orang lain, sekecil apapun itu.

Aku memang punya kebiasaan seperti itu pada barang yang aku punya. Maksudnya bila barangnya masih bisa dipakai namun aku punya yang lain. Seperti mukena misalnya. Saat aku membeli mukena baru, aku selalu menghibahkan mukena aku yang lama yang memang masih bersih, bagus dan tentunya masih sangat layak pakai. Biasanya aku simpan di mushola kampus kalau dulu mah. Sebenarnya kenapa harus beli yang baru ya kalau yang lama masih bisa dipakai? Aku sih sebenarnya jarang beli, hanya saja tak jarang ada yang ngasih sama aku, apakah itu mama, saudara atau teman aku. Cara aku menghargai pemberian itu ya harus menggunakan dan memanfaatkannya dengan baik. Oleh karena itu, aku lebih senang memakai pemberian dari orang lain, dan yang milik aku sendiri aku berikan. Supaya lebih berkah juga pahalanya double kita dapat. Menghargai pemberian orang lain dengan memanfaatkannya dengan baik, sehingga aku dan yang memberi sama2 dapat pahala. Juga memberikan yang aku miliki pada orang yang lebih membutuhkan, sehingga aku dan yang diberi juga sama2 dapat pahala saat barang itu digunakan dengan baik. Fastabikhul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. ^_^

Aku belum sempat memotret mushaf baru aku yang merupakan pemberian itu. Insya Allah nanti kapan-kapan aku posting yaaa… ^_^
Untuk seseorang yang telah baik hati memberi mushaf ungu itu, terima kasih yaaa... :) Insya Allah akan selalu aku bawa, pakai, dan baca. Semoga harapan dan doanya untuk aku juga terkabul. Amin... semoga berkah dan rahmat Allah juga selalu mengalir untukmu,

Selasa, 09 Agustus 2011

Di atas permadani ini

Originally created by Fu

Di atas permadani ini, menelusuri semesta tak bertepian aku menebarkannya. Butir-butir pasir yang kita ambil di suatu pantai tanpa cerita, dalam senja yang selalu kau rindu untuk direguk jingganya. Berharap satu persatu menemukan kisahnya, mengganti keterhempasan dengan bahagia yang diramu Tuhan. Kau yang selalu mengingatkanku bahwa senyum bukan hanya sewujud simbol simestris sungging di bibir, melainkan wakil dari perbincangan hati yang liris. Tersenyumlah, katamu. Meski tak beralasan, ia kan menghantarkanmu pada kebaikan. Meski tak berbalas, ia tercatat Tuhan sebagai pahala yang menderas. Dan pasir putih itu jua memahamkanku akan kekerdilan, yang tak pun menjadikannya hina tanpa kerelaan.

Di atas permadani ini, menelusuri semesta tak bertepian aku memandanginya. Lekuk-lekuk bumi yang telah tergurat, yang kita bedakan dalam beberapa warna pada kanvas tak beralas. Aku yang membuatkannya sajak dan prosa, sementara kau melukisnya dengan polesan tinta yang menjadikannya beraneka. Berpadu kita pada ayat yang mengindahkan bumi tak hingga. Tentang padi yang merunduk bumi, ilalang yang menantang alam, beringin yang menyetia usia, jua kaktus yang menyabar gurun. Kau yang memahamkanku akan kesempurnaan, ia yang mesti dipandangi dari tuas Tuhan. Seperti bumi yang tak pernah iri pada langit yang dihormati dengan tengadah, sementara ia dihargai dengan seberapa mahal injakan tanah.

Di atas permadani ini, menelusuri semesta tak bertepian aku merangkainya. Rasi-rasi bintang yang selalu menarik hati kita bertautan saling sapa, dalam keindahan rembulan yang utuh pada purnamanya dan meruncing pada sabitnya. Menunggu pola-pola yang kuat kita rajut menghias langit dalam poros, meski tak kan seindah yang telah Tuhan ukir jauh hari. Kau yang selalu merindukanku dalam celoteh malam yang mendetik lekas. Tentang galaksi kita yang terasing dengan mentari menyingsing, tentang perdebatan kita dalam kotak kecil tanpa cahaya yang merahasia. Tuhan tidak hanya di Arasy-Nya, katamu. Dia melampaui ketidakterjangkauan rasional akal kita. Dalam air matamu, sayatan lukamu, bahkan melebihi itu, Dia bersemayam di kalbumu. Dan rasi bintang itu mematriku akan kemanfaatan, yang tak pun menjadikannya sia-sia meski hanya setitik cahaya.

Di atas permadani ini, menelusuri semesta tak bertepian aku menenunnya. Buntalan awan  yang sekilas rapuh, namun memadati doa-doa kita dalam peluh. Membiarkannya tergiring angin, sebelum berhenti dan menemukan tempat berlabuhnya untuk menumpah. Jangan membenci hujan, pesanmu. Karena ia yang menumbuh suburkan benih cintamu, sebab ia yang menghidupi impianmu. Akan indahnya pelangi, yang membukti bahwa Tuhan memang tidak tidur sama sekali. Kau yang memahamkanku bahwa kemarau, mentari, hujan dan pelangi tak kan mengubah gairah pagimu, seperti Tuhan yang tak pernah bosan memelihara awan-awan di hatimu.

Masihkah kita bergumul pada pertengkaran kita yang menelusuri semesta dengan jalan berbeda? Ketika permadani kita tak sama, rajutannya yang tak serupa, atau juga panjangnya yang berbeda. Sementara yang kupahami bahwa tinggi rendah kemampuannya mengangkasa, bergantung pada keyakinan hatimu mengendarainya.

Haruskah kita memberhentikan permadani kita yang masih menikmati hembusan udara? Di saat langit kita masih berdiri tegak, samudera masing menoleransi ombak, gunung-gunung masih berdamai, jua pepohonan masih membenih dalam semai. Haruskah kau dan aku hanya berjalan tanpa jelasnya tujuan, sementara di hadapan menanti tangis yang sebenar pecah dan membuncah.

"Idzaa waqo'atil waaqi'ah."

Di atas permadani ini, menelusuri semesta tak bertepian. Surga tak kan mampu kumasuki tanpamu dan Ridha Tuhan.

Bandung, 9 Ramadhan 1432 H

*Tak akan ada yang bisa menghentikanku menulis, baik itu sakit hati sekalipun. And, he always inspiring me... :)

Sabtu, 06 Agustus 2011

Anyaman

Originally created by Fu

Sudah aku lakukan berulang-ulang namun tak pernah berhasil jua. Mencoba memutus simpul yang semakin hari begitu erat kau ikat. Aku meragu, tak pernah tahu tiang mana yang akan menjadi pengait tali yang telah terlampau panjang dirangkai. Tali yang sama sekali tak pernah kita mengerti, namun baunya seperti telah sama-sama kita kenal; dari sebuah masa yang sepertinya pernah kita lalui bersama.  Harumnya saling mewangi, busuknya saling menutupi.

Sudah aku buraikan berkali-kali namun selalu tersusun lagi. Menghabiskan seluruh air muka yang selalu kita renungkan bersama. Tak jua menepikan tanya karena selalu mengakhir dengan senyuman manis, yang begitu mudahnya kau terbitkan di bibirku.

“Bersabarlah, aku menganyammu di sini!”

Kemudian aku, hanya bisa terdiam kembali.

Bandung, 6 Agustus 2011

*di saat menyerah bukanlah sebuah penyelesaian...

Love Cooking :D


Waktu aku di rumah, aku sempet masak buat buka puasa. Gak cuma bantu mama ajah, tapi emang bener-bener aku yang masak. Soalnya hari itu, si mama pas sore-sore nganter papa buat ke daerah kota. [Maklum, rumahku agak pelosok, :p] Hwaaa, aku senang sekali. Meskipun aku emang gak terlalu sering masak karena udah jarang ada di rumah, *alasaaaan. Tapi masak memasak selalu menarik hati aku, *cieeee…. PLAK!. Secara aku emang udah bisa ke dapur dari kelas 4 SD, dan aku emang suka sekali. Apalagi bantuin nenek di rumahnya, almarhumah kan pintar sekali memasak, *jadi kangen, nenek beluym sempet ngajarin aku beberapa masakan, :). So, aku selalu excited kalau disuruh masak memasak. Kalau disuruh papa buat ini itu selalu antusias!!!

Aku emang gak pinter masak, yah. Tapii memasak itu selalu menarik hati aku, eciieee… :D Senang pokoknya lah. Nanti kalau misalkan udah jadi isteri, akuu harus lebih rajin di dapur, modif2an makanan. Ih menyenangkan sekali rasanya. Apalagi selain masak, aku juga seneng bikin kue. Aaahh pokoknya Cooking dan Baking selalu menarik hati aku. Aku malah udah bayangin, nanti harus udah pinter cari menu berbeda setiap hari, buat sarapan, buat bikini bekal untuk suami, buat cemilan di rumah, *Eeeccciiieeee hayalannya udah kemana-mana, haha PLAK!!! Haha dasornya akuu, tetep pokoknya ingin jadi Ibu Rumah Tangga! Maksutnya aku gak mau jadi wanita karier kantoran gitu. Kalaupun nanti aku jadi dosen, aku ngajar yaa sebisa mungkin nyari waktu yang gak terlalu ngajeprut dari pagi sampe malem. Pokoknya aku gak suka kerja yang diatur rutinitas atau jadwal, kek PNS gitu, ooh gak banget buat aku. Hehe… Ya, aku rasa jadi penulis, dosen, konsultan kesehatan dan entrepreneur udah cukup deh. [Bukan cukup, kebanyakan kaliii, hehe, biarin aja dooong, asal pinter manage waktunyah, :p]

Back to masak lagi. Aku seneng banget pas mama juga beliin koran SAJI yang isinya MASAKAN SEMUA tentunya. Senang melihatnya. Hehe… Pokoknya nanti kalau aku nikah yah, aku mah mau beli buku-buku masak yang banyak. Soalnya aku mah bisaan kok kalau harus nurutin resep. Intinya yah, aku tuh selalu yakin bahwa setiap hal itu amat sangat bisa untuk dipelajari. Soo, nanti pastinya aku tanya 2 dulu lah makanan kesukaan suami aku ituh apa, kalau bisa belajar sama ibu mertua, *cieeee… plak!. Iya dong harus belajar dan bertanya, soalnya kan bagaimanapun selera suami aku tentunya yang paling tahua dalah ibunya. Ibunya yang menciptakan cita rasa di lidah suami aku itu. Soo, harus nanya entar, *Haduuuh udah deh mulai ngelanturnya kemana-mana, :p

Ini nih, makanan sederhana yang aku buat pas kemariiin. Biasa aja kok. Tapi semua sukaaa, dan habiiis… *cieee fuuu… PLAK!


 Ini sop buahnya bikin sendiri lhooo... Si mama sengaja beli buah-buahannya langsung. Eh, ternyata lebih murah bikin sendiri daripada beli langsung jadi. Puas lagi susunya mau segimana, buahnya sebanyak apa, manisnya segimana. Wuiihhh segeerrr.. :D




Ini ayam penyet yang pedes ituu. Adik aku yang pertama sukaaaaaaa sekali. Secara dia mah amit-amit suka pedesnya. Segitu pedes aja kata dia masih BIASA. hoho....


Kalo ini sih standar, mie telor di goreng, langsung habiiiiss diserbu. Padahal perasaan udah bikin banyak, tapi katanya masih kurang juga. :p

 Nah, ini yang paling disuka semuanya. Sayur sooooppp. Segar sekaliii, apalagi bumbu lada-nya itu kerasa banget. Sayurnya masih fresh lagi. Ini langsung habis jugaaaaa. Itu sayurnya seadanya yang ada di lemari es, si mama stoknya dikit, jadi seadanya. Hihi, meskipun begitu Alhamdulillah semua suka. Terutama si Papa. Dia sampe abis dua mangkok gede. Heuheu...

Haha, inginnya aku bisa jadi Chef. Tapi karena udah kebanyakan banget talent akooh, PLAK!!! so aku milih jadi chef buat keluarga aku aja deh, hihi.. PLAK!!!!

Meracau lagiii… :D

Be a glasses girl again, :D


Waktu tanggal 3 Agustus. H plus satu ba’da pengumuman unpad itu, aku masih keliatan gak bergairah, kata orang rumah. Si Mama berinisiatip buat ngajak aku jalan-jalan, sambil nyari kacamata. Secara emang si Akuu udah bener-bener rabun, burem kalo ngeliat yang jauh. Inih kerasa banget apalagi pas aku naek motor. (Yang pagi-pagi tereak-tereak gak jelas sambil nyanyi-nyanyi, dengan kecepatan yang tak bisa dikira, LEBAY! Haha, soalnya saking ngebutnya, *premannya keluar lagiii, ;p) So, pas siang-siang gituu, kita sekeluarga pergi ke Cirebon doong. Pas di sana, nyari-nyari di optic gak nemu model yang aku mau, secara si Akuu menetapkan standar bahwa itu kacamata haruslah lucu, pantes dipake aku, dan terutama FRAME-nya UNGU. Angger! Keukeuh! Teuteup! Haha…

Ternyata eh, ternyata, di optik tuh kagak ada yang bagus. Dengan harga yang amit-amit mahil Cuma buat kacamata doang, modelnya jelek-jelek, warnanya gak ada yang bagus pula (ungu maksudmu, fu? Haha…) Malah nemu di kek tempat kacamata yanga da di GRAGE MALL Cirebon, tapi bukan optik. Naon nya namina? Ah pokokna mah jual kacamata deh, :p Aku nemuu, malah lucu sekalii. Aku pengen beli dua pula, warnanya ungu semuaaah, tapii, aku harus teuteup pilih salah satu. Yawdah, pilihan terpilih deh ke kacamata full frame warna ungu (LUCU SEKALI, aselinya, haha, loe aja yang bilang itu mah fuu!!!, :p) Namun, ternyata eh ternyata, di tempat ituu gak bisa ganti lensa, teuteup harus ke optic! Hwaaa… berhubung harga ganti lensa di optic Mall itu lebay, makanya kata mama entar aja we di Majalengka nyari optiknya.

Besoknya, aku sama mama dianter sama papa pergi deh ke salah satu optik di kota kecil aku yang tercintah itu. Pas di sana, aku malah JATUH CINTA sama kacamata model lain. Kalian bisa tebak kan warna apa? Ya UNGU laaaah, haha… Itu kacamata tanpa frame, dan kata mama lucu dan pas dipake aku. Nah, berhubung di sana kalau ganti lensa doang itu lebih mahal, makanya kata mama mending beli aja satu lagi kacamata-nya. Asyiiiiiiiiiiiikkk… Mama emang the BEST, ih, hug mama deh pokoknya, hheu… So, yang kacamata yang aku beli di Cirebon itu, digantinya nanti di salah satu kenalan mama, biar lebih murah juga katanya [harga temaan, hoho, ibuku memang cerdas, nurun ke anaknya juga, ;p huhuu PLAK!!!)

Sebelum kacamata itu dibeli , aku di tes dulu kan yah. Nah, di optic sana juga bisa diukur minus berapa-berapanya. Jadi, kagak usah ke dokter mata dulu. Pas di tes, ternyata aku emang RABUN! Rabun Jauh tepatnya. Burem aselinya. Nah, baru jelas ngeliat tuh deretan huruf-huruf ituu pas udah pake lensa ¾ untuk dextra dan minus ½ untuk sinistra. Hmm… ternyata memang lebih nyaman pake kacamata, jadi lebih JELAS! [haha, ya eya lah, kamu kan rabun, fu! Harus dibantu kaca mata] Nah, jadii aku pulang ke Bandung dengan kacamata yang aku beli di optic itu. Kacamata tanpa frame dnegan tangkai warna ungu muda.

Awal-awalnya, aku ngerasa gak pantes beuut. Ya begimanapun, kok aku ngerasa yang pake kacamata itu suka terlihat lebih tua. Tapi kali ini nggak kok, banyak orang yang bilang aku lucu pake kacamata itu. Adik-adik akuu (sambil diancem gak akan dikasih THR kalo bilang gak lucu, haha, :p), orang-orang klinik (yang ini beneraaan hamper semua bilang LUCU, hoho, GUE gituuu) dan juga beberapa teman di facebook. Hmm.. pesona aku tetaplah ada, mau pake kacamata atau nggak. PLAK!!! Amit-amit narsisnya kagak ketulungan. Hoho…

Dan, inilah saudarah saudarah, wajah LUCU aku yang pake kacamata. Maaf kalau so imutnya amit-amit, efek sampingnya mungkin anda akan pusing atau muntah berhari-hari. *Haha, PLAK!


Pake kacamata ajah udah lucu ginih, apalagi pake softlens yah? *Heut ungu lagi lensanya? Hwaaaaa...tapi masih sieun ah, berkacamata dulu SAJAH!!


Yang atas, itu kacamata yg dibeli di cirebon, yang bawah yang dibeli di optik Majalengka. Haha, aku jadi gadis berkacamata lagi, I'm a glasses girl again, *Cieeeeeeeee... :D

Meracau lagiii… :D

Selasa, 02 Agustus 2011

Menunggu

Menunggu itu kata orang hal yang menjemukan. Tapi, kenapa aku adalah tipe orang yang tidak bisa marah pada orang yang membuatku menunggu begitu lama. Pada jenis apapun kondisinya. Apalagi itu adalah temenku sendiri. Seperti malam ini. Aku menunggu semalaman. Menunggu seseorang yang sudah mengiyakan untuk aku ajak diskusi. Hmmm... tapi Allah baik hati, Allah beri teman-teman lain yang bisa memberiku pendapat. Sudah, aku offline saja. Lagipula ini sudah larut sekali. Mungkin dia sudah lupa. Ah, fu kamu jangan ketergantungan pada manusia. Tapi gantungkanlah segalanya pada Allah... ^_^

*mungkin benar, Ramadhan ini untuk melepas perlahan...

Senin, 01 Agustus 2011

Bidan dan Perjodohan

Tuh kan, bahasannya gak jauh-jauh dari begini lagi. Entah kenapa banyak sekali orang yang ingin bahas masalah jodoh, nikah dan something like that lah sama aku. Ceritanya gini, waktu aku mau pulang ke Majalengka, selama di perjalanan, tiba-tiba dihubungi sama salah satu kakak tingkat aku dua tahun di atas. Dia udah menikah, sekarang tinggal di Jakarta. Pas bulan Mei kemarin, waktu aku ikut seminar di FK UI, aku ketemu beliau. Dan tiba-tiba nanya aku soal calonlah, ada yang sedang cari isterilah, yaa ujung-ujungnya nawarin aku untuk berkenalan dengan seseorang. Cuma si Teteh sepertiny amengerti “jalan pikiran” aku, ditambah aku emang gak tertarik jodoh-jodohan, dikenalin, atau cara-cara seperti itu. Hehe… (lalu maunya apaaa? :p ya maunya yang udah kenal aja, hehe…) Padahal kualifikasi calonnya itu lumayan OK, si Teteh promosi dengan begitu menggebu-gebu.

“Dia ganteng lho, anak satu-satunya, ibunya bidan, makanya cari menantu bidan buat jadi penerus, dia lulusan polman, sekarang udah kerja di perusahaan Biogas. Mau gak fuu?” haha.. sayangnya si aku gak bisa dirayu dengan hal-hal berbau materi seperti itu, terlalu duniawi. Hehe… (idealism fuu…fuu…) Waktu itu aku cuma mesem-mesem doang. Aku kira, tuh orang udah dapet jodoh ya, soalnya gak ada yg pernah hubungin aku buat kenalan, si Teteh sempet minta izin sama aku buat ngasih nomor hape aku sama dia. Ya sudah terlupakanlah…

Namun ternyata si Teteh hubungin aku lagi, tapi bukan buat ngejodohinnya sama akuu. Tapi si Teteh minta bantuan buat nyariin adik kelas yang aku kenal buat dijodohin sama salah satu temannya suaminya itu. Aku bilang kalau angkatan aku hampir udah punya calon semua, (kecuali eyke kek-nya, haha..)Tapi katanya ingin cari yang lebih muda, gak mau seumuran kek aku (lha, dulu kenapa mau dijodohin sama aku ya? Haha…) Aku sampe bingung nyari kira siapa adik kelas yang bisa aku rekomendasikan. Secara hampir semuanya udah punya calon semua, bidan poltek gituu, haha…  banyak yang suka, calon menantu idaman, calon isteri yang bisa diandalkan, PLAK! Cuma di Gue aja yg anomaly, sampe sekarang kagak punya calon juga. Haha, dasor! Biarin ah, menikmati jadi jomblo sejati karena Allah ituuu ternyata menyenangkan, Hhe… (sembari ngelus dada, plak!!! :p)

Akhirnya dapet juga, aku kasih tahu dua nama adik kelas aku. Si teteh minta nama fb-nya, soalnya katanya mau lihat orangnya dulu. Aku sempet keteteran, bingung dan milih2, soalnya kriterianya itu lho, “Cantik dan sholehah”, itu kan beurat. Aku menafsirkannya yaa harus “Cantik fisiknya” alias menarik secara fisik, jadii yaa aku jg ngerekomeninnya jg agak bingung. Cantik itu kan relatif. Coba kalau bilangnya sholehah aja, mungkin itu akan lebih mudah. Hmm… dasar yaah, yaa bagaimanapun fisik itu juga memang penting dan menentukan juga. Rasul pun tidak pernah melarangnya. Bahkan katanya isteri-isteri Rasul saja cantik jelita semua. Mulai dari bunda khadijah, Aisyah, Maria Al-Qibthya, Hafsah, dan isteri yang lain. Ya, ya… pria juga berhak menentukan standar. Hanya bagi akuu, inner beauty tentunya lebih penting. Hehe… yaiya laaah, fuu kan perempuan, tentunya membela hak perempuan, naon sih fuu? :p

Hmm… kek-nya aku bener-bener harus buka biro konsultasi deh entar, haha… secara di inbox akuu ajah banyak yang konsul mengenai banyak hal, mulai dari kesehatan reproduksi, masalah pernikahan, masalah cinta, haduuuh kek yang aku ahli dan berpengalaman dalam hal itu. Tapi, mereka semua selalu puas dengan jawaban semampu aku, padahal aku cuma berusaha jawab dari yg aku tahu ajah. Aneh ya? Dan lebih anehnya lagi, mereka selalu bertanya lagi kalau punya masalah lain. Yuppi, aku akan concern buat merubah kekurangan aku yang CEREWET dan BAWEL ini menjadi bermanfaat, yaitu bisa setidaknya memberi pendapat atau sedikit solusi untuk permasalahan orang lain. Ah, akuu memang sudah tertarik dengan dunia curhat2an, konsul2an, dan pengembangan wawasan something like that. Hehe… hadeeeuuh mulai deh ngelantuuur. Udah ah, nanti makin kemana-mana. Yang pasti,kenapa bahasan ttg jodoh, cinta, menikah tak pernah lepas dari hidupku yah? Kata orang sih, “Segerakan” haha… si Gue Cuma bisa ketawa dan bilang, “SETEPATNYA!!!” *jurus paling ampuuuh, :p

Yaah, meracau lagih, sudah ahh… :p
Wassalam wr wb

Peluh

Originally created by Fu

Puisi untukmu (lagi!)

untukmu yang istimewa, yang selalu saja menunjukkan rindumu pada puisi yang kurangkai. biar aku tuturkan tentang bulir yang menerobos porimu, yang selalu kau keluh pada setiap lelahmu.


tetes demi tetes bulir itu jatuh, mengguyur tubuh
mengubah perkasamu, lemah tak berdaya
senyum yang menggamit, memudar perlahan
oleh ungkap yang menggema :
“Tuhan, aku lelah!”

yang fana itu dunia, sayang
dimana kau harus terus berlari
menjemput mulia tanpa spasi
sampai napasmu berhenti
lalu kau mati

tanya demi tanya itu menggumul, membentuk simpul
mengubah mahirmu, pasrah tak kuasa
kilau mata yang memahat, redup perlahan
oleh ungkap yang menggema :
“Tuhan, aku jengah!”

yang abadi itu akhirat, sayang
dimana kau hanya menanti
segala tebusan diri
terpilih kanan atau kiri

sayang, bulir itu memang asin rasanya
perubahannya kelak tergantung dirimu
manisnya di surga oleh sabarmu
pahitnya di neraka oleh hujatmu
dan kau tinggal memilih itu

sayang,
masih tak relakah kau menukar keringat
dengan senyum Tuhanmu yang memekat
?


Majalengka,
1 Agustus 2011 / 1 Ramadhan 1432 H


*sebagai pengingat untuk diri juga, yang tak pernah lepas dari keluh kesah. ^^,

Ngomongin Nikah (Lagi!)

Kemaren waktu ketemu Mair, aku seneeeenng beut. Udah lama banget gak  curhat-curhatan sama dia. Dulu kalau ada apa-apa, aku selalu cerita sama dia, secara kita tinggal satu kamar dan seasrama. Kemaren, aku cerita banyak sama dia, banyak hal, terutama setelah 10 bulan kita berpisah. Sama dia emang paling enak cerita soal mimpi-mimpi, ngehayal ngalor ngidul, dan something like that. Hmm… gak akan jauh-jauh bahasannya, apalagi kalau soal MENIKAH. Haha… dasar wanita!!! :p

Dulu, aku ingeeet beut kalau diantara temen kamar, cuma Mair yang ingin menikah di usia 25. Yang lain sepakat bahwa usia 25 adalah batas maksimal kita-kita untuk menikah. Kata Mair fine-fine aja, biar lebih siap dan matang. Namun, itu duluu, aku agak kaget waktu dia menceritakan bahwa dia sudah ingin segera menikah, kalau bisa maksimal tahun depan. Ya setiap orang tentunya bisa berubah tergantung kondisi yang ia hadapi. Itu juga dikarenakan dari calonnya Mair serta keinginan kuat dari Mair sendiri yang memang sudah ingin segera mengakhiri masa pacarannya itu, lama-lama malah banyak dosa, itu katanya. Aku dan mair punya satu kesamaan, bahwa kita bukan orang yang mau terlalu fanatik serta menilai orang hanya dengan status pacaran atau tidaknya. Meskipun di beberapa prinsip kita berbeda, kita saling menghormati satu sama lainnya.

Aku kagum banget sama mereka berdua (Mair dan calonnya), secara aku tahu gimana kisah mereka dari awal. Gimana mereka memperjuangkan hubungan mereka, mulai dari calonnya yang ternyata dijodohkan orang tuanya, menjelaskan pada banyak orang tentang hubungan mereka, sampai akhirnya bisa mengenalkan Mair pada dua orang tua calonnya. Sampai berhasil, dan mereka berdua direstui, bahkan didorong untuk menikah. Sebenarnya kedua orang tua mereka sudah menyetujui mereka berdua untuk segera menikah, hanya saja tinggal menunggu kepastian mereka berdua saja. Mair dan calonnya sedang memikirkan untuk persiapan financial kedapannya. Terlebih Mair juga yang mau sekolah lagi D4 tahun ini. (amin…)

Kemarin itu aku sempet ngomongin soal nge-kos bareng lagi  kalau kita berdua keterima di D4 unpad. Kita merencanakan banyak hal, kek mau membiasakan masak sendiri, biar sama-sama belajar untuk kehidupan rumah tangga nanti. Ceileeee… gaya yah bahasannya, haha… Aku juga sempat memberi masukan sama Mair soal kebingungannya untuk menikah. Aku nyaranin dia sih untuk disegerakan saja, toh calonnya juga sudah lulus bulan kemarin. Oh iya, calonnya Mair itu seumur sama dia, lulusan ITB, temen dia waktu SMP, jodoh emang bener2 gak keduga yah? Hehe…

Yang bikin aku kagum lagi adalah pola pikir mereka melihat masa depan. Calonnya Mair itu yah orangnya optimis sekali, penuh dengan perhitungan. Hmm…pinter banget lagi, dia itu ingin ke luar negeri, mengikuti jejaknya pak habibie katanya, yaitu ingin ke Jerman. Terlebih katanya memang kalau lulusan Teknik Penerbangan belum terlalu “berkembang” bila di Indonesia. Jadi, calonnya itu lagi ngejar beasiswa buat kesana. Kalau bisa sekalian ingin sambil bekerja juga nantinya. Calonnya itu sebenernya udah ingin segera menikah, hanya Mair masih ragu di masalah financial, apalagi selama kuliah tentunya dia gak akan kerja. Padahal menurut akuu, tinggal ambil saja dulu tawaran kerja dari perusahaan yang ingin ngerekrut calonnya itu. Bahkan katanya dengan gaji kurang lebih 6 juta per bulan. Menurut aku sih udah cukup yaaa, sementara nunggu Mair sampe lulus kuliah tahun depan, yawdah mereka ngontrak rumah aja dulu, “kan katanya mau keluar negeri, yawdah gak usah beli rumah dulu aja, kek Risma pas kuliah dulu aja,” Menurut aku yang lebih utama adalah niat untuk segera menghalalkan hubungan itu, klau soal kedepannya jarak dan waktu untuk mereka ketemu, toh Mair pun meng-iya kan bahwa selama mereka pacaran saja mereka jg kuat untuk sering bertemu, “berperih-perih dulu demi masa depan” katanya. Mair sendiri lebih pada tak mau lagi berdosa dengan hubungan ini, lama-lama juga katanya tidak nyaman. Dia nyeritain semuanya sama aku, dia emang butuh seseroang untuk dia ajak biacara kek gini. Dia emang butuh banget masukan tentang hal itu. Aku bantu ngeyakinin dia buat semakin YAKIN untuk segera menikah. Seperti kata calonnya, “kalau rezeki orang menikah itu urusan Allah, bahkan biasanya lebih mengalir.” Dan akuu setuju sekali dengan itu.

Aku kagum sama mereka, pemikirannya sudah jauh. Calonnya juga baik dan dewasa sekali, melebihi usianya, hehe… Mair malah selalu becandai akuu yang sama2 punya mimpi buat go abroad dari dulu. Dia Jerman, sedangkan aku ingin sekali ke Belanda. “Jerman sama Belanda gak jauh kan fu?” hahha… aku hanya tertawa dan memintanya untuk mendoakanku. Secara si akuu ini belum jelas kedepannya gimana (maksudnya soal pasangan hidup, haha…), hanya berani mengukir mimpi-mimpi dan berusaha serta berdoa agar bisa terwujud. Aku juga bilang sama dia bahwa tetap targetku menikah maksimal tahun depan, meskipun aku tidak tahu sama siapa, bahkan sekarang belum ada calonnya (Haha, lucu sekali, padahal tahun depan ituu sebentar lagi…) Aku hanya percaya bahwa saat kita sudah memiliki niat yang kuat, bukan hal yang sulit bagi Allah untuk mewujudkannya menjadi kenyataan bila memang itu yang dikehendaki-Nya. Mair juga meberi nasehat sama akuu supaya aku menjadi orang yang lebih “terbuka” untuk menerima seseorang yang berniat baik. Ha ha… dia memang tahu bagaimana keukeuhnya aku dalam memegang “prinsip”. Aku hanya bilang, “aku hanya mencoba mempercayakan hati aku yang mengambil alih, Ir”

Dia tahu tentang akuu yang seringkali patah hati, smentara beberapa mengulurkan tangan untuk aku. Meskipun aku tidak terlalu bercerita detil padanya, tapi dia mengerti bagaimana perasaan aku. Aku hanya bisa meminta padanya untuk mendoakan akuu, agar segera diberi yang terbaik sama Allah. Aku cuma bisa bilang bahwa pangeranku adalah tentunya seseorang yang berani, berani untuk mengambil keputusan, berani dalam bersikap, berani yang tak hanya dalam mengungkapkan perasaan, berani untuk bertemu ayahku, dan berani menjemput aku. Dan sayangnya yang berani itu belum ada, ha ha… kebanyakan minder, merasa tidak siap, tak mau mengambil resiko untuk mengalami penolakan (ha ha dasar pria!!! :p), terombang-ambing dalam pilihan, dan banyak hal lain. Ahh, sampai sekrang pun aku tidak mengerti jalan pikiran pria itu seperti apa, he…he…

Yang pasti, aku sama2 satu paham saat ini sama mair, bahwa bila pun kami sekolah lagi D4, tak akan menghalangi niat kami buat bisa menikah maksimal tahun depan. Toh, menikah sambil kuliah sebenernya bukan menjadi halangan atau hambatan, itu sangat tergantung dari orang yang menyikapi dan menjalaninya. Yang ini kita berdua sepakat. Haha…  Aku juga becandain gini sama dia, “Tapi kalau kamu nikah beberapa bulan kedepan, nanti aku ngekos sendiri doong?” ha ha…. Dasoor!!! Tetep aja yang dipikirinnya diri sendiri. Hmm… aku mah masih tetap bersyukur sama apa yang Allah beri mulai dari perasaan yang ada di hati aku, orang2 yg di samping aku, sampai kondisi aku yang seperti sekarang ini. Aku bersyukur, karena tak ada nikmat Allah yang boleh kita pungkiri, semua harus kita syukuri. So, aku mah simpel aja, jalani yang ada di hadapan, kerjar mimpi dan target akuu, tetap komitmen pada diri sendiri untuk ikhlas dan sabar dalam menjalaninya. Amin. Allah, bimbing hamba-Mu ini…

*hmm… hal beginian emang rumit, gak bisa diprediksi, hihi.. :D