Kamis, 25 Oktober 2012

Tidak Pacaran Tapi Menikah

Originally created by Fu

Seandainya cinta adalah anugerah suci dari-Mu Allah, kuatkanlah ia mengalir tepat pada masanya; dengan jalan yang Kau suka, dengan malaikat yang turut mendoa, dengan senyuman Rasulullah yang akan berbangga. Cinta yang hanya mengalir untuk ia yang halal untukku saja. -Fu

Hampir banyak orang tahu saya memang tidak pernah pacaran. Awalnya, bukan karena saya yang begitu paham tentang alasan tak boleh pacaran yang dilarang Islam, bukan karena tahu kalau Allah begitu menyayangi kita sebagai wanita dengan melarang pacaran, bukan juga karena tahu  kalau Rasul juga tak menganjurkan pacaran sama sekali sebagai suatu proses perkenalan. Satu alasan saya sejak saat itu, yaitu hanya karena Ibu saya. Ibu yang selalu berkata : “Jangan pernah pacaran karena hanya akan mengganggu pelajaran sekolahmu!” 

Sementara sejak zaman SD teman-teman saya sudah ada yang pacaran, cinta-cinta monyetan, saya bertahan untuk tidak mau terganggu masalah itu. Meskipun saya akui rasa suka itu ada, wajar adanya. Namun, perkataan ibu saya secara tidak langsung tersistem menjadi sebuah prinsip bagi saya. Saat SMP pun saya terkenal cupu, tidak lakulah, gak gaul lah, gak asyiklah hanya karena saya yang tidak pacaran. Ya! TIDAK LAKU! Masa-masa sekolah zaman dewasa ini memang sudah sewajarnya bahwa modern atau tidaknya seseorang ditentukan LAKU atau tidak nya ia di “pasaran”. Jujur, rasa tidak nyaman akan prinsip saya seringkali juga tergoyah. Saya mempertanyakan kenapa Ibu saya gak asyik seperti orang tua lain, yang memperbolehkan anaknya pacaran. "Wajar kan pacaran? Asal tahu batasan?" Pikir saya waktu itu. Merasa bahwa orang tua saya sangat tidak adil, padahal boleh jadi prestasi masih bisa diraih meskipun pacaran. Padahal kata teman-teman saya pacaran juga membuat semangat belajar. Dan padahal-padahal lainnya yang saat itu membutakan logika saya sendiri.

Akhirnya saat masa awal memasuki SMA, sebuah peristiwa terjadi, dimana saya tertarik suka yang berbeda, pada salah seorang kakak kelas saya. Merasa menjalin pertemanan biasa, membuat saya  terjebak pada permainannya. Well, saya merasa bangga sekali bahwa ia juga mau berteman dekat dgn saya, tanpa status pacaran, meskipun ada debar-debar aneh yang dirasa tapi toh hubungan kami memang sebatas berteman. Tidak pernah jalan berdua atau “apel” seperti orang pacaran lainnya, kita hanya sering kali bertukar surat, karena tahun itu handphone belum terlalu memasyarakat. Saya terlalu dibutakan saat itu, merasa dia orangnya alim, shaleh dan lain-lain, namun ternyata dia juga melakukan hal yang sama pada adik-adik kelas lainnya yang mengaguminya. So, saya bukan satu-satunya orang. Hahaha rasanya ingin tertawa mengingat itu. Tapi bodohnya lagi, saya masih saja bertahan, percaya bahwa dia memang tak akan mempermainkan saya. Dia bilang dia juga tak ingin pacaran, jadi hubungannya kakak adik saja (mana ada kakak-adik ketemu gede yang hubungan ‘pure’? Hahaha)

Hingga kebaikan Allah yang telah menyadarkan saya, melalui ditemukannya surat-surat antara saya dengan kakak kelas saya itu, oleh Ibu dan ayah saya. Saat itu pulang sekolah ibu saya tampak memerah sekali mukanya. Ternyata ia baru saja membakar surat-surat itu. Dan itulah, kali pertamanya saya melihat ibu saya menangis tersedu hanya karena perbuatan saya. Sambil berurai air mata, ia berkata : “Mau jadi apa kamu, nak, baru masuk SMA kamu sudah memikirkan laki-laki?” JLEB! Dengan tangan yang hampir menampar saya namun ia tahan, itulah peristiwa yang membuat saya menyesal dan merasa bodoh pertama kalinya.

Sejak saat itu, saya berazzam; “SAYA TAK MAU MEMBUAT IBU SAYA MENANGIS LAGI! SAYA TAK MAU PACARAN” Cukuplah alasan tak boleh pacaran itu mau karena apapun, yang jelas saya tak mau membuta ibu menangis. Lucunya, sejak saya memutuskan untuk tak mau lagi berhubungan dengan kakak kelas saya itu, kakak kelas saya malah pacaran sama sahabat dekat saya sendiri. Meskipun masih ada rasa kecewa, tapi “Ah, Allah begitu baik pada saya!”

Wajar kan bila fithrah rasa suka terhadap lawan jenis itu ada? Wajar kan bila rasa ingin dicintai dan dilindungi oleh orang yang menyayangi kita itu ada? Tapi kan saya sudah berazzam tak mau pacaran. Maka sejak saat itu juga, saat fitrah Allah hadir, saya selalu berusaha untuk memendamnya, mengalihkan itu pada kesibukan saya untuk meraih prestasi. Sejak saat itu juga saya selalu menjadi secret admirer terhadap orang yang saya suka. Tak peduli mau dikatakan tidak laku, tidak gaul, tidak modern, yang jelas, sekali saya telah berprinsip itu WAJIB untuk saya tunaikan, karena itu janji saya terhadap Tuhan saya sendiri, bukan orang lain.

Hingga saat saya masuk kuliah, Allah begitu baik pada saya, mempertemukan saya dengan orang-orang yang memperkuat saya untuk belajar Islam. Mengenalkan saya pada teman yang akhirnya bisa menjelaskan kenapa pacaran itu tidak boleh; yaitu karena Allah dan Rasul melarangnya. Tak perlu alasan lain kan yang menjelaskan kenapa pacaran tidak boleh, karena larangan Allah dan rasul saja sudah cukup menjawabnya. Lalu saya mendalami Islami lebih lanjut, mulai suka untuk membaca buku juga menulis, membuat saya semakin untuk TIDAK MAU PACARAN.

Suka duka menjadi secret admirer, menahan gejolak rasa di masa muda menjelang dewasa, hingga membuat saya merasa patah hati berkali-kali, semua saya nikmati prosesnya. Niat saya sudah tak mau lagi bagaimana caranya ada orang yang suka saya kemudian pacaran, namun niat saya sejak saat kuliah itu sudah ingin menikah. Karena kata Allah, satu-satunya jalan yang Allah halalkan untuk menyalurkan fitrah rasa adalah dengan menikah.

Belajar dan terus belajar, berusaha terus memperbaiki diri saya yang masih jauh dari kata shaleha. Berusaha untuk terus memantaskan diri di hadapan Tuhan saya. Meluruskan niat dan terus berdoa pada Allah agar Allah izinkan saya untuk tetap teguh dalam prinsip, agar Allah kuatkan  untuk menjalani segala ujian dan godaan yang selalu saja ada. Agar Allah perkenankan saya pertama kali disentuh oleh orang yang memang mau memuliakan saya dengan ikatan pernikahan. Dengan kesabaran yang Allah beri, dengan penantian yang cukup menguras air mata, dengan segala liku yang ada dalam skenario hidup saya, Hamdallah Allah menjawab doa-doa saya. Allah mengizinkan saya untuk tak pernah merasakan bagaimana itu melenakannya pacaran, Allah mengizinkan saya untuk hanya tersentuh oleh orang yang tertakdir untuk saya, seorang pria yang telah mengucap janji sucinya pada ayah saya dan untuk Tuhan saya, seorang pria yang mau menerima saya yang dulu selalu dikatakan tidak laku, dan tidak modern, seorang pria yang menjadi lelaki asing pertama yang menyentuh saya, seorang Ikhsanun Kamil Pratama.

Saya yang tidak pernah pacaran itu karena Allah dan juga ibu saya. Maka niat saya menikah selain yang utama adalah ridha-Nya, saya juga ingin melalui pernikahan ini semoga menjadi pernikahan yang berkah, yang menjadikan saya anak shaleha yang akan memberatkan timbangan amal kedua orang tua saya. Melalui pernikahan ini saya ingin menjadi anak shaleha, istri shaleha ibu shaleha, wanita shaleha, terutama untuk tiga pria yang akan bertanggung jawab di akhirat kelak atas saya, untuk tiga pria istimewa yaitu ayah, suami dan (kelak) anak saya. Semoga ya Allah, izinkan hamba untuk terus belajar bagaimana itu menjadi shaleha. Amiin… :)

Tidak pacaran, bukan berarti tidak bisa menikah kan? ;) hehehe...

Tak ada kata terlambat untuk bertaubat, karena Allah itu Maha Pemaaf. Tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri, karena Allah yang menentukan kepantasan diri. Tak ada kata terlambat untuk "mencinta" yang sebenarnya, karena jalan halal Allah itu selalu terbuka.
Untukmu yang masih menanti seorang yang halal untukmu, tetaplah berada pada jalan-Nya. Karena berkah pernikahan ditentukan dari bagaimana proses menujunya dijalankan. Telah sesuaikah dengan aturan Allah dan rasul kita? Wallaualam… Love All, uhibbukum fillah muslim wa muslimah… :)

Selamat menanti di jalan suci yang Allah ridhai. Cintailah ia yang hanya akan memberikan cintanya kaffah setelah menikah. :)

Kelak, ada suatu masa dimana cincin suci melingkar di jemari manismu ;)

Sabtu, 20 Oktober 2012

Up together, Jump together, Fly together

Originally created by Fu

Bismillahirrahmanirrahim… Assalamu’alaykum wr wb :)

Tak mungkin ada cinta di hati yang satu, apabila tak ada cinta di hati yang lain. Karena untuk menyuarakan irama cinta, tangan yang satu takkan kan mungkin bertepuk tanpa tangan yang lain.

Hari ini adalah hari kedua saya benar-benar berpisah jarak dan waktu dengan suami. Well, keluarga dan orang terdekat kami pun tahu kalau sejak menikah, tepatnya 6 bulan lamanya, kami tak pernah berpisah lebih dari 24 jam. Kami selalu bersama, di rumah, ke toko buku, ke klinik Rumah Berkah, ke swalayan, ke pengajian, ke acara seminar & training. Ya, hampir setiap kegiatan kami lakukan bersama-sama; menulis, main games, baca komik, mengisi training, dan banyak hal lainnya. We really enjoy every time together. Bahkan karena kami yang selalu bersama, jarang sekali menggunakan alat komunikasi hp untuk menelpon atau sekadar sms, karena memang tak diperlukan. Secara kemana-mana berdua.

Banyak orang yang mempertanyakan aktifitas kami yang selalu bersama, bahkan keluarga kami pun sempat merasa heran kenapa kami kemana-mana selalu berdua. Katanya, bagaimanapun nanti ada suatu masa di mana kami harus benar-benar berpisah dalam jangka waktu lama, jadi harus membiasakan diri. Akan ada suatu masa dimana boleh jadi jadwal mengisi acara saya dan suami bentrok, atau juga nanti bila suami saya harus koass, atau juga setelah punya anak nanti. Hmmm… yah, kami tahu itu mungkin saja bisa terjadi, namun selama keadaan sekarang masih memungkinkan kami untuk menjalani banyak aktifitas bersama, kenapa tidak?

Mungkin ini salah satu hal yang menjadikan kami cermin, entah kenapa kami memiliki pandangan yang sama terkait “Love relationship”  suami istri. Kami tidak setuju yang namanya LDR a.k.a. Long Distance Relationship. Yup, karena bagi kami bagaimanapun mempertahankan fondasi cinta yang terus kami bangun, memerlukan sentuhan secara nyata, karena proses pembelajaran untuk mengenali pasangan harus dilakukan secara real dengan kontinuitas yang terarah. Belajar juga dari banyak pengalaman orang tua kami, kerabat dll, unconciusly membuat prinsip kami begitu kuat, untuk tak mau menjalani LDR tersebut.

Oleh karenanya, selain karena passion yang sama, saya juga tak mau kerja kantoran, dan lebih bercita-cita menjadi ibu rumah tangga yang baik. Begitupun suami saya, ia juga tak mau kerja kantoran yang terkait dsb. Kami saling mendukung satu sama lain. Kalaupun harus berbisnis, lebih baik kami membangun kerajaan bisnis berdua. Berkarya bersama, belajar bersama, bertumbuh dan berkembang bersama. Satu sama lain kami ingin menjadi teman, partner serta pasangan terbaik. Sebisa mungkin kami akan mengatur jadwal acara mengisi training agar tak bentrok, agar satu sama lain dari kami bisa menemani. Begitupun dengan bisnis yang sedang kami pelajari, kami sepakat untuk menjalaninya bersama-sama. Sampai kami pun memiliki plan sendiri dalam pla pengasuhan anak kami nanti, kami sepakat untuk mengasuh anak kami bersama. Kami harus bisa mendapatkan setidaknya masa golden age anak kami. Kalau memang harus mengisi training ke luar kota, anak harus kami ajak. Suami saya bahkan sama sekali tak mau anaknya kelak harus diasuh oleh pengasuh anak atau orang lain. Mungkin akan terkesan sulit, namun bila komitmen telah dibuat tinggal tugas kami untuk bisa mengusahakannya.

Jujur saja, untuk kali ini saja harus berpisah sampe 4 hari lamanya itu membuat kami tidak begitu nyaman. Di malam sebelum suami saya harus berangkat ke Bali itu, kami berdua menangis, saling berpelukan. Rasanya akan berpisah begitu lama. Mungkin terkesan berlebihan, namun itulah kenyataannya. Saat suami saya baru meninggalkan pintu rumah saja, saya langsung ke kamar, lalu menangis di sana. Terbayang saja biasanya selalu ada yang menemani, tiba-tiba jadi harus sendiri, terasa sekali kehilangannya.

Semenjak menikah, saya bahkan tak pernah naik angkutan umum lagi. Suami saya tak pernah mau membiarkan saya kemana-mana sendirian, selama dia bisa dan tidak ada halangan maka akan ia antarkan. Dan empat hari ini saya harus kembali naik angkutan umum lagi, meskipun tak sendiri, karena ada calon bayi kami yang menemani saya. Well, padahal dulu saya begitu mandiri, kemana-mana selalu sendiri, pemberani, nekat, tak manja untuk harus diantar sana sini. Menikah telah benar-benar membuat saya nyaman memiliki sosok pelindung yang siaga kapanpun untuk saya.

Meskipun empat hari ini akan terasa empat bulan lamanya (Lebaynyooo… :p) namun ada hikmah yang bisa saya petik. Bahwa bagaimanapun hidup ini adalah masalah pertanggungjawaban masing-masing. Pasangan hanyalah partner yang Allah beri untuk mempermudah langkah kita dalam petualangan hidup ini. Fokus utama tetaplah pada Allah, jangan sampai kita membuat Allah cemburu bahkan pada pasangan yang telah halal untuk kita. Kalau kita sudah begitu dekat dengan pasangan, belum tentu Allah dekat dengan kita. Namun apalabila kita sudah dekat dengan Allah, Allah juga akan semakin mendekatkan kita dengan pasangan kita. Tugas seorang istri saat suaminya tak ada di rumah adalah menjaga diri, menjaga kehormatan keluarga, mendoakan segala urusan suami. Hmmm… sekarang ini saya harus mendekat sama Allah lebih erat lagi, jangan sampai Allah murka dan kelak di akhirat nanti saya hanya jadi beban untuk 3 lelaki utama di hidup saya; suami, ayah, dan (kelak) anak lelaki saya.

Predikat Ibu Rumah Tangga yang baik adalah momentum teristimewa yang harus diraih setiap wanita. So, keep learning Fu… To be a great muslimah, a great wife, a great housewife, a great husband’s partner, a great mom, just for your Great Allah… :)


Dan untuk mencapainya, saya ingin melakukan segala yang terbaik di hidup saya bersama suami saya tercinta. Up together, Jump together, Fly together, Happily ever after. Bismillah :)



Pilihlah pasangan hidup yang kelak mau saling menghebatkan bersama, bukan mau hebat sendiri saja :)

Kamis, 18 Oktober 2012

Our (Before) Love Story

Originally created by Fu

Bismilahirrahmanrrahim…
Assalamu’alaykum semuanya, afwan kemarin belum sempat posting di sini dikarenakan beberapa hal. Sekarang saya ingin bercerita mengenai kisah hidup saya. Postingan ini sebenarnya request dari beberapa orang, tepatnya hampir semua yang mengenal saya selalu penasaran mengenai kisah ini. Kisah bagaimana seorang Fu bisa bertemu dengan seorang Canun hingga akhirnya menikah. Maka dari itu sekarang ini saya akan ceritakan, mencoba mengingat-ingat kembali bagaimana kisah itu, yang tak akan pernah bisa saya lupakan insyaAllah :)
 
AWAL MULA SALING SAPA

Tak ada kisah yang sempurna, namun setiap kisah selalu istimewa, karena disutradarai sang Maha Sempurna. Maka syukurilah setiap detik kisah hidup kita. –Fu

Tiga tahun yang lalu, tepatnya awal 2010. Seorang Fu tiba-tiba tersangkut di sebuah “notes” di facebook, pemilik notes itu seorang pria, entah itu siapa saat itu saya tidak mengenalnya. Yang saya ingat foto profilenya adalah dia yang sedang dalam pose seperti menulis sesuatu. Saya terkesan pada tulisannya, saat itu yang ia tulis bertema science dan medis yang dikaitkan dengan Islam. Tulisan sederhana itu membuat saya penasaran pada tulisan-tulisan ia yang lain. Saya buka beberapa notesnya, yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk klik “add friend” orang itu. Memang saya tidak terlalu hobby meng-“add friend” di facebook, apalagi itu seorang laki-laki. Harus banyak alasan dan pertimbangan yang membuat saya melakukannya. Tanpa mengingat-ingat siapa orang itu, bahkan namanya saja saya lupa (jeleknya orang visual *alasan :D) saya melupakannya begitu saja.

Tiba-tiba beberapa hari kemudian, pria yang ternyata berkacamata itu menulis wall di facebook saya, kurang lebih begini bunyinya: “Assalamu’alaikum, terima kasih sudah add saya, btw ini siapa ya? :)” Saat itu saya merasa ini orang aneh sekali, soalnya dia orang yang pertama kali di add tapi menyapa duluan. Karena tabu bagi saya untuk menulis di wall pria yang tidak saya kenal, maka saya balas di message fb. La la la, singkat cerita terjadi percakapan antara saya dengannya, mulai dari perkenalan dll. Sampai akhirnya ada yang mengaitkan kami saat itu, yaitu dunia kepenulisan dan penerbitan buku, karena ternyata kami sama-sama suka menulis dan ingin menerbitkan buku.

JUJUR! Gak ada perasaan sama sekali. Lagipula saat saya lihat profile nya sekilas, lihat foto-fotonya juga rasanya tidak ada ketertarikan sama sekali. Hellow!!! Secara dia juga angkatan di bawah saya, saya 2007 dan dia 2008. Usianya pun 1 tahun lebih muda dari saya. Dan saat itu, that’s mean dia itu BUKAN TIPE GUE BANGET :p Anehnya, meskipun itu orang udah jelas-jelas lebih muda 1 tahun dari saya, saya masih aja manggil dia “Akang”, dan dia dengan PeDe nya manggil saya dengan sebutan “Fu” aja. Kalo inget lagi, nyebelin banget tuh orang kan? Kepede-an pisan so’ dewasa :p

Waktu berlalu, komunikasi kami FLAT. Paling suka tag2an notes tulisan2 kami. Saya GAK ADA RASA sama sekali, dan saat itu rasanya tidak berminat untuk tertarik pada brondong (Hahaha…) Dataaaarrr… lagipula saat itu saya lagi suka sama yang lain :p Yaps, meskipun saya belum pernah pacaran, saya juga tidak memungkiri bahwa saya pernah merasakan fitrah yang Allah beri, tertarik pada lawan jenis, meskipun seringkali menjadikan saya hanya menjadi secret admirer alias pengagum rahasia, yang berakibat membuat saya patah hati berkali-kali. Misal: orang yang saya suka malah pacaran sama sahabat saya sendiri, atau orang yang saya suka jelas-jelas gak tertarik sama saya, atau orang yang saya suka jelas-jelas tidak mengenal saya, atau orang yang saya suka hanya menjadikan saya cadangan, atau orang yang saya suka menganggap saya adik/saudara, atau orang pernah saya suka akhirnya menikah dengan kakak tingkat saya lalu saya jadi pager ayu nya saat menikah (yang ini ikhlas kok :D), atau orang yang saya suka udah jelas-jelas punya calon, atau orang yang saya suka lalu meninggalkan saya menikah (karena saya nya juga gak pernah bilang suka :D *salahloesendiri)

Saya mengategorikan perasaan tertarik pada seorang pria pada level “suka”, bagi saya rasa “Cinta” dan “Sayang” itu teralu tinggi, terlalu suci, dan itu hanya akan saya persembahkan untuk seorang pria yang Allah halalkan menjadi qawam saya. Bagi saya, “Cinta” pada lawan jenis itu bukan hanya persoalan seberapa kita “memberi”, namun juga persoalan seberapa kita “saling memberi” dan diRidhai Sang pemilik rasa. Maka dari itu, entah sejak kapan bermula, saya berprinsip untuk tidak akan memberikan cinta saya pada pria lain selain suami saya saja.

PERISTIWA YANG MENGUBAH HIDUP SAYA

Jodoh itu sesungguhnya begitu dekat, bahkan kita dan jodoh kita berada pada circle yang sama. Hanya saja, prasangka-prasangka, perasaan-perasaan yang tak seharusnya, dan fokus kita pada orang lain yang telah menghijabi kesadaran kita akan kehadirannya. –Fu

Kurang lebih satu tahun setengah saya menjadi secret admirer seseorang sejak 2010, tentunya bukan pada si pria pengirim wall itu. Saya menjadi pengagum rahasia ia yang membuat saya belajar membuat puisi. Sebenarnya saya sudah menganggapnya sebagai seorang kakak, tanpa pernah bertemu sama sekali, karena kami saling mengenal via dunia maya. Saya juga tak mengerti, kenapa saya bisa suka sama seseorang yang bahkan tak pernah saya temui, ah, Alllah itu kan pemilik segala rasa, ia berkuasa untuk memberi “fitrah” bahkan pada mata yang tak pernah bersua. Ya, saya mengagumnya hingga peristiwa itu, peristiwa dimana ternyata ia akan menikah. Tahukah bagaimana rasanya memendam perasaan begitu lamanya hingga satu tahun setengah lalu ternyata tak bersambut? Hati saya saat itu patah sepatah –patahnya. Meskipun telah beberapa kali patah hati, namun yang saat itu sangat berbeda rasanya. Patah hati di saat saya justru sudah merasa siap untuk menikah, di saat orientasi suka saya bukan sekadar fitrah saja, namun sudah mengharapkan sebuah pernikahan.

Patah hati saat itu membuat saya begitu remuk, hingga semangat hidup saya begitu redup, hingga saya sempat merasa tidak tahu arah hidup saya akan kemana. Saya mengalami tekanan luar biasa, galau kronis (lebay) yang membuat saya terus menerus menangis di klinik seharian, menangis sambil meratapi lagu-lagu galau, dan yang saat itu menjadi favorit saya adalah lagu “Pemilik Hati-Armada”. Di saat sedang merasa begitu sakit hati itu, di suatu malam selepas tahajud saya berdoa :

“Ya Allah, saya sudah merasakan sakitnya patah hati berkali-kali, dan itu sakit sekali rasanya ya Allah. Saya sudah tidak mau lagi merasakan patah hati ya Allah, maka dari itu, bila pun saya harus jatuh cinta lagi, jatuh cintakanlah saya hanya pada jodoh saya saja.”

Dengan bulir air mata saat itu, saya yakin Allah mendengar doa saya. Saya yakin Allah akan menguatkan saya. Allah telah menampar saya, bahwa selama ini saya terlalu berfokus pada perasaan-perasaan semua. Boleh jadi Allah cemburu pada saya, Allah ingin menyadarkan saya untuk berfokus pada-Nya, karena boleh jadi perasaan-perasaan semua itu yang telah menghijabi antara saya dan diriNya, hingga menghijabi saya dan jodoh saya. Ya, Allah sayang sama saya, Allah tak mungkin menelantarkan hamba-Nya, bahkan di saat niat saya saat itu ingin sekali untuk segera menyempurnakan separuh agama. Maka, saya putuskan untuk healing hati, pikiran dan diri saya. Saya harus sembuh dari keterpurukan yang tidak seharusnya ini. Saya harus bangkit. Untuk mengatasi hal tersebut, saya memutuskan cuti 1 bulan dari klinik, untuk ikut penelitian menjadi surveyor bersama FK UGM. Saya jalan-jalan ke beberapa tempat, bertemu banyak orang baru, menemukan berbagai pengalaman baru. Maksud saya untuk setidaknya melupakan sejenak kesedihan saya itu ternyata berhasil. Kurang lebih 2 bulan saya seperti menghilang dari dunia maya. Banyak orang yang menanyakan kabar saya, merindukan tulisan-tulisan saya, merindukan sapaan saya di status, dll. Namun, saya ingin sembuh dulu, agar saya pun bisa menyapa mereka yang mencintai saya dalam kondisi “sehat”.


HABIS GELAP TERBITLAH TERANG


Allah membuat skenario kebahagiaan seterang mentari, juga membuatkan skenario kesedihan sederas hujan, untuk membuat episode kehidupan kita berwarna seceria pelangi. -Fu
Kurang lebih 2 bulan lamanya, saya menjalani proses meditasi (Halah…!). Memang belum sembuh benar, karena saya belum sepenuhnya melupakan peristiwa patah hati yang paling menyakitkan itu. Saya tidak menyalahkan orangnya, yang justru saya sesalkan adalah diri saya sendiri, kesalahan-kesalahan yang saya buat. Namun saya mensyukurinya, karena bagaimanapun ini adalah scenario indah yang Allah berikan untuk saya, bagaimanapun ada seorang Fu yang seperti sekarang, karena pernah juga mengenal orang-orang yang membuat patah hati itu. Seringkali kita harus bertemu dengan orang yang salah terlebih dahulu, sebelum Allah pertemukan dengan orang yang tepat.

Kita memang bisa memaafkan kesalahan orang lain, namun terkadang kita sulit untuk memaafkan diri kita sendiri, dan yang lebih sulit lagi adalah melupakan peristiwa yang membuat kita sakit hati itu. Maaf itu bisa diatur, namun kenangan tak kan pernah bisa terkubur. Namun, itu saat saya kan sudah janji pada diri saya sendiri kalau saya akan bangkit, masa depan telah menanti, dan kecerahannya bergantung pada keputusan saya saat ini. Maka saya mulai menyibukkan diri dengan menulis, silaturahmi dengan banyak orang, membaca buku, giat melayani pasien-pasien saya di klinik dll. Saya merasa begitu bersyukur, karena justru dunia saya begitu berwarna, Allah begitu baik pada saya.

Hingga suatu sore, saat itu akhir Mei 2011, tiba-tiba saya terlibat percakapan di yahoo messenger entah awalnya bagaimana, dengan si pria yang menyapa saya di wall. Sama-sama suka buku, sama-sama suka menulis, sama-sama haus ilmu, entah kenapa membuat kami begitu nyaman, hingga saya menganggapnya teman saya. Ah, saat itu tak terpikir aneh-aneh, hati saya juga masih belum mau buka hati. So, dikusi yang terlibat antar kami mulai dari buku, sains, islam, dunia tulis menulis, saya anggap sebagai percakapan professional antar teman.

Hingga saat itu, tepat 4 Juni 2011, Salman ITB menjadi pertemuan pertama kami. Saat itu ada acara bedah buku yang pembicaranya adalah penulis favorit kami, yaitu Tasaro GK (Penulis buku Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan). Tidak pernah janjian, bahkan tidak tahu menahu seperti apa wujud seorang pria berkacamata itu (Gak hobi ngubek-ngubek profile orang, kecuali yang disuka :p hahay), maka saya juga tak menyangka bisa bertemu orang yang selama ini hanya terlibat chat di YM itu. Waktu itu saya datang ke acara itu bersama sahabat dekat saya, Ufa namanya. Dialah yang menjadi saksi pertama pertemuan kami. Saya yang memakai pakaian dengan nuansa serba coklat tua, dan ia yang memakai baju koko dan celana serba hitam, akhirnya beradu pandang pertama kalinya.

Meskipun sebelumnya pernah suka pada beberapa pria, pernah bertemu dengan beberapa pria, namun entah kenapa waktu itu pertama kalinya saya bertemu pria yang baru saya kenal, dengan dada begitu berdebar. Saya mencoba bersikap biasa, just say hay, dan terlibat percakapan ditengah keramaian suasana mesjid salman, bersama ditemani sahabat saya. Entah kenapa saat itu pula, yang pertama saya lakukan adalah berdoa pada Allah “Ya Allah, saya takut jatuh cinta pada orang ini.”

Kisah saya yang begitu rumit, seringnya patah hati, membuat saya cukup berhati-hati saat itu, karena tidak mau lagi salah jalan. Saya dan pria itu laiknya sebagai teman, ditambah lagi akhirnya kami sering dipertemukan di komunitas muslim muda yang kami ikuti. MYELIn, Moslem Youth for Lovely Indonesia, komunitas itu menjadi salah satu tempat kami bertumbuh dan berkembang bersama, melalui pengajian rutin yang dilakukan setiap minggunya. Sejak dulu berteman di fb, profesinya yang seorang trainer memang membuat dia sering promosi training ini itu pada saya. Salah satunya adalah training komunitasnya, yang dipimpin Kang Harry Firmansyah R, ya acara MYELIn itu.

MELURUSKAN NIAT
Singkat cerita selama proses pertemanan kami memang terasa ada sesuatu yang berbeda, saya juga merasa aneh entah itu apa. Awalnya saya tidak begitu  menyadari, karena bahkan saya tipe orang yang supel dalam berteman, saya berteman dengan banyak pria termasuk di komunitas kami. Dalam prosesnya juga ternyata tak semulus seperti cerita dongeng, karena banyak air mata dan tangis yang mengiringi. Saya hampir juga patah hati oleh pria itu. Saya tak bisa menceritakannya, intinya : Sebelum seorang pria menikah, terkadang ia memiliki beberapa pilihan wanita, karena seorang pria hanya akan utuh mencintai seorang wanita yang menjadi istrinya saja.

Jujur saat itu saya juga akhirnya sadar memiliki “rasa” padanya, namun karena pengalaman sebelum-sebelumnya saya sudah lebih kuat menghadapi apapun yang terjadi. Saya tak mau menyerahkan semua rasa saya. Sebelum menikah, jangan memberi perasaan 100% pada orang yang kita suka, suka lah sewajarnya, kaffahkan perasaan saat ia memang telah fix menjadi orang yang halal untuk kita cinta.

Saat itu saya tak mau lagi membuat Allah murka. Setelah merasa ada sesuatu yang tumbuh belum pada tempatnya di hati kami, saya menyerahkan prosesnya pada Teteh angkat saya. Saya bukan tipe orang yang setuju dengan perjodohan murabbi atau guru ngaji saya, lagipula guru ngaji saya saat itu juga cukup bijak karena mengetahui proses yang saya lakukan itu dengan teman satu komunitas saya. Saya lebih menyerahkan urusan izin untuk menikah pada orang tua saya, karena orang tua lah yang lebih berhak terhadap diri saya.

Saat itu niat saya adalah menikah, that’s mean  saya menanti jodoh saya. Kalaupun saya tidak jadi menikah dengan pria wall itu, itu berarti dia bukan jodoh saya. Simpel! Meskipun jujur tetap saja ada air mata, namun saya tak mau terlalu ribet lagi, tidak mau menyusahkan diri saya. Terlebih saya juga tak mau membuat Allah murka dan rasul menitikkan air mata dengan berbuat hal yang tidak seharusnya. Niat menikah haruslah karena ibadah, haruslah karena Allah, haruslah karena ingin mengikuti sunnah rasulullah. Dengan segala liku yang terjadi, Allah menyadarkan saya agar niat menikah saya tidak karena cinta pada makhluk-Nya. Allah begitu menyayangi saya dengan tak membuat saya terlena akan rasa-rasa semu lagi. Allah tak mau saya menuhankan manusia yang membuat saya bisa melupakan kehendak-kehendakNya.

ALLAH’s SIGN

Tidakkah kita menyadari, bahwa dalam setiap skenario hidup Allah tak menelantarkan kita dengan teka-teki tanpa petunjuknya, Dia hadirkan sinyal-sinyal cinta-Nya untuk menghantarkan keyakinan dalam setiap hal yang kita putuskan. -Fu

Dengan airmata, doa, perenungan hingga konflik luar biasa yang telah ditempuh. Dengan shalat-shalat sunnah yang tak pernah lepas, dengan tilawah ayat-ayat cinta Allah yang dirutinkan, dengan amal ibadah yang terhantur untuk Allahu Rabbi, saya yakin bahwa si pria wall itu adalah jodoh saya.

Sempat dianjurkan oleh pihak kedua orang tua untuk pacaran dulu, sempat dicurigai ‘kecelakaan’ karena ingin segera menikah, sempat dicurigai ikut aliran sesat. Tak membuat niat kami menikah pudar, malah justru semakin kuat. Saya dan dia merasa bahwa niat kami ini adalah kebaikan, dan menyegerakan kebaikan adalah kewajiban, terlebih urusan menikah yang termasuk ibadah maghdah. Bahkan kami merasa perkenalan kami yang dianggap terlalu singkat ini sudah cukup lama, karena kami sama-sama berprinsip kalau pernikahan bukanlah akhir dari sebuah perkenalan, melainkan awal dari perkenalan sebenarnya.

Waktu itu saya bilang sama pria wall itu, kalau memang serius untuk menikahi saya, datanglah langsung kepada orang tua saya. Saya tak mau membuang-buang waktu dengan orang yang tak serius, karena saya hanya akan mencintai orang yang berniat serius mencintai saya dengan memuliakan saya melalui pernikahan.

Entah kenapa selama proses dengannya, saya menyadari banyak sekali Allah’sign yang saya terima. Allah memberi banyak tanda dan sinyal yang semakin meyakinkan saya bahwa dia adalah jodoh saya :
1.    He is my prince
Secara tidak langsung, tanpa saya sadar ternyata pria wall itu merangkum sosok calon suami yang saya impikan selama ini. Sekitar 2 tahun yang lalu saya pernah membuat novel (belum terbit) yang tokoh utamanya bernama “Fathir”, kata sahabat saya yang membacanya sosok Fathir itu seperti gambaran kriteria “Fu Banget”. Fathir adalah seorang mahasiswa kedokteran, tubuhnya tinggi, berkacamata, suka menulis dan akan menerbitkan buku, setia, dll. JLEB! Saya tak pungkiri kalau itu ada si pria wall banget.

2.    Doa saya terkabul
Masih ingat kan doa saya saat terakhir kalinya patah hati? “Ya Allah, saya sudah merasakan sakitnya patah hati berkali-kali, dan itu sakit sekali rasanya ya Allah. Saya sudah tidak mau lagi merasakan patah hati ya Allah, maka dari itu, bila pun saya harus jatuh cinta lagi, jatuh cintakanlah saya hanya pada jodoh saya saja.”
Setelah patah hati itu saya Allah dekatkan dengannya. Dan dialah pria yang pertama kali membuat saya berdebar-debar tak karuan, hingga saya keceplosan berdoa pada Allah “Ya Allah, saya takut jatuh cinta pada orang ini.” JLEB! Allah kabulkan doa saya justru dengan orang ini.

3.    Prinsip saya terealisasi
Saya dari dulu berazzam pada Allah dan diri saya sendiri, bahwa pria pertama yang menghadap orang tua saya, pria pertama yang menginjak rumah saya, hanyalah ia yang tertakdir untuk saya. Dan keberanian itu hanya dimiliki oleh si pria wall  yang berani datang ke rumah saya, pria asing pertama yang menginjakkan diri di rumah saya, meminta ayah saya untuk menikahkannya dengan saya. Akhir Desember itu menjad momen yang tak terlupakan, melihat haru kedua orang tua saya yang untuk pertama kalinya didatangi seorang pria, yang langsung serius untuk menikahi anaknya. JLEB! Ayah merestui pria yang bahkan tak ia kenal sebelumnya.

4.    Allah mempermudah
Segala rintangan yang mnghadang, sempat ada kesalahpahaman, sempata ada beda pendapat dengan orang tua, dan berbagai problema lain ternyata bisa diatasi dengan mudah. Meskipun saat itu semakin sini semakin berat rasanya, namun Allah pun memberi solusi yang lebih luar biasa lagi. Doa saya hanya satu: “Ya Allah, kalau dia memang benar jodoh yang Engkau takdirkan untukku, maka permudahlah segalanya, namun bilapun bukan, akhiri proses kami baik-baik, dan sabarkan hati kami berdua.” Januari pertemuan dua keluarga, februari proses negosiasi untuk kesepakatan waktu menikah, awal maret “lamaran” dua keluarga, awal april kami menikah. JLEB! Allah mudahkan segala prosesnya Alhamdulillah…

Banyak sekali Allah’s sign lainnya, yang semakin meyakinkan saya bahwa dia adalah jodoh saya, si pria wall yang usianya lebih muda 10 bulan dari saya, namun kedewasaannya jauh sekali melebihi saya dan orang seumurannya. Si pria wall yang sekarang membuat saya semakin cinta setiap harinya. Dan dia adalah seorang Ikhsanun Kamil Pratama. :)

Hamdallah segala puji bagi-Nya. Inilah kisah saya, bagaimana denganmu? Sudahkah menyadari Allah’s sign yang dihantarkan untukmu? Bagi yang sudah menikah semoga sakinah mawaddah warahmah. Bagi yang belum menikah, semoga Allah permudah untuk segera menujunya. :)
 


Selasa, 16 Oktober 2012

Menikahlah Bukan Karena Masa Lalu

Originally created by Fu

Banyak orang yang bertanya pada saya, kenapa saya bersedia menikah dengan seorang Ikhsanun Kamil Pratama. Katanya, kenapa saya yang tidak pernah pacaran sama sekali mau menikah dengan orang yang pernah pacaran berkali-kali seperti dia. Katanya, mengecewakan sekali saya yang bisa menjaga diri dari hal yang Allah larang itu, namun mau menikah dengan orang yang justru pernah melakukan hal tersebut. Katanya inilah, itulah. Mereka bertanya kenapa rasanya tidak sekufu atau apalah pandangannya.

Saya hanya tersenyum menanggapinya, kemudian hanya akan berkomentar bahwa saya tak pernah merasa salah menikah dengannya, menikah dengan lelaki paling baik yang pernah saya temui. Rasanya sombong sekali bila menyesalinya, karena hal ini sudah menjadi takdir dan kehendak Allah SWT.

Bagi saya, masa lalu setiap orang tak pernah menjadi patokan yang utama. Setiap orang berhak untuk memiliki masa lalu yang buruk, namun setiap orang juga berhak memiliki kesempatan untuk memperbaikinya. Setiap orang berhak memiliki masa kini yang  lebih baik dan masa depan yang lebih baik lagi, dibanding masa lalunya, karena memang itu adalah suatu keharusan.

Dari dulu saya paling tidak suka “judgemental” pada orang, apalagi bila saya belum mengenalnya. Maka meskipun dari dulu prinsip saya tidak mau pacaran, saya tidak mau untuk merendahkan orang-orang yang memang berprinsip seperti itu. Bahkan saya dekat dengan mereka, banyak teman saya yang pacaran namun justru sering curhat sama saya perihal hubungan mereka. Lucu memang, orang yang tidak pernah pacaran sama sekali sering jadi tempat konsultasi banyak orang perihal seperti itu. Bagi saya, hanya ada satu Dzat yang berhak menghakimi apakah seseorang shaleh/shalehah, apakah dia lebih baik atau tidak satu sama lain, yaitu Allah SWT. Saya tidak boleh merasa diri saya lebih baik dari orang lain sedikitpun, padahal boleh jadi dosa-dosa saya jauh lebih besar dibanding mereka yang dianggap tidak shaleh/shaleha.

Rasanya predikat shaleh/shaleha yang dicap manusia itu justru menjadikan suatu beban, karena toh predikat itu sebenarnya didapat saat kelak di akhirat, saat kita bisa bertemu dengan Tuhan dan Rasul kita. So, jangan salahkan orang yang pacaran bila kita sendiri hanya berdiam diri, jangan merasa lebih baik dari mereka, karena boleh jadi amalan wajib dan sunnah kita tak pernah lebih baik dari mereka. Boleh jadi kita memiliki banyak lumbung dosa yang lain dibanding mereka. Teman seperti itu perlu dirangkul, bukan untuk dihakimi, karena boleh jadi mereka masih melakukan hal tersebut karena mereka tak tahu, ya karena mereka tak tahu, dan tugas kita sebagai orang terdekat yang mengingatkan.

Menikah itu bukan mempermasalahkan seberapa buruk masa lalu seseorang, namun seberapa banyak ia belajar dari masa lalunya, mengambil hikmah dari masa lalunya, yang menjadikan pribadi masa kini yang lebih baik. Menikah itu masalah seberapa kuat dan yakin seseorang untuk mengukir masa depan yang lebih baik, bersama pasangan yang Tuhan takdirkan untuknya.

Dulu sebelum menikah, suami saya seringkali merasa ia tak pantas dengan saya, katanya : “Kalau dosa beraroma, maka kau tak akan mau menikah denganku.” Kemudian saya juga jawab : “Dan kalau memang dosa beraroma, maka kamu pun lebih tak mau menikah denganku.” Saat itu ia kemudian menitikkan air matanya. No! saya tidak mau merasa bahwa diri saya begitu suci dengan tidak pernah pacaran, bahwa saya harus menikah dengan orang yang tidak pacaran juga. Sungguh terlalu dangkal apabila pemahaman keadilan manusia yang jadi patokan, karena terkadang keadilan Tuhan itu bahkan tak bisa dicapai nalar manusia, bahkan keadilan Tuhan seringkali dianggap suatu ketidakadilan bagi manusia. Nah, boleh jadi mungkin suami saya memiliki dosanya yang pernah pacaran, namun itu telah terhapus dengan segala amalan baiknya, taubat nasuha yang ia lakukan. Boleh jadi juga, meskipun tak pacaran namun dosa saya berlumur dari ranah-ranah lain, yang terkesan tak terlihat, karena hanya diri saya sendiri dan Allah yang mengetahuinya.

Ah, saya hanya terlihat begitu baik karena Allah yang telah menutupi aib-aib saya. Allah yang Maha Baik yang masih menjaga kehormatan dan harga diri saya di depan orang lain. Bila Allah berkenan, sangat mudah baginya untuk membongkar seluruh aib dan dosa saya selama ini. Saya menikah dengan seorang Ikhsanun Kamil Pratama, karena Allah yang memantaskan kami untuk saling menjadi cermin, saling melengkapi untuk memperbaiki diri. Maka, untukmu yang akan menyempurnakan separuh agama, menikahlah bukan karena masa lalu yang jadi patokan utama, namun menikahlah dengan ia yang mampu mengambil hikmah untuk memantaskan diri di hadapan-Nya, menjadi pribadi yang lebih baik, di saat ini dan seterusnya. Menikahlah dengan ia yang mau bergerak bersama menuju perbaikan tanpa henti, hanya demi ridha Illahi rabbi.
Masa lalu adalah suatu pembelajaran, masa kini adalah kehidupan, dan masa depan adalah harapan. Nikmati dan syukuri setiap prosesnya. Wallahualam :)

Menikahlah bukan karena masa lalu, namun menikahlah karena Allah sang pemilik masa :) 
Bandung, 16 Oktober 2012

Senin, 08 Oktober 2012

A Letter for My Husband, Ayabi :)

: untuk Ayabi

Assalamu’alaikum wr wb

Apa kabar Yabi? Tak apa kan bila kutanya kabarmu, sayang? Meski baru dalam hitungan detik, menit dan jam yang belumlah seberapa raga kita tak bersapa. Namun rinduku padamu tak kan pernah sirna; ia siap mengejawantah di hatiku, meski baru kau tinggal dalam hitungan detik saja. Tak kuhantar cinta untukmu, karena ia senantiasa mengalir tanpa henti dari hatiku, tanpa harus diperintah sama sekali. Tak lah apa, bila ia tak sebanding dengan cinta-Nya, yang bahkan setetes saja berwujud nikmat tak hingga, melebihi nikmat kautsar yang belum kita rasa. Tak lah apa, kan sayang? Karena cinta bagiku telah menjelma menjadi semua tentangmu, dalam pendaran cahaya-cahaya yang bertahta di hatiku, karena-Nya, Tuhan kita yang menyeluruh Maha.

Entah mengapa ini menjadi surat tersulit yang pernah kutulis, tak seperti sebelumnya saat aku belum mengetahui siapa keberadaanmu sebenarnya, kata-kata mengalir begitu saja, berbeda dengan sekarang, sayang; karena bahkan aku tak mampu mengatur rima jentik jemari sembari menghapus tetes air mataku yang turut mengiringi. Betapa rangkai aksara tak mampu menampung bertumpah cinta yang mengalir untukmu.

Yabi tersayang, hari ini tepat 6 bulan dari peristiwa dimana kau telah berikrar pada Tuhan kita, bertutur pada semesta hingga mengguncang Arsy-Nya, bahwa kau menjadikanku bidadari bumi yang akan menemanimu; menetapkan atas titah sang Maha bahwa aku adalah pasangan yang memang tertakdir untukmu. Segala puji bagi-Nya, Allah yang Maha suci telah mempermudah proses yang selama ini kita jalani, dalam kesabaran yang seringkali membuat kita melelah keringat dengan haru yang mendalam, dalam ketaatan yang meliputi yakin bahwa Tuhan akan mempersatukan hati kita tepat pada waktunya. Masih terekam hangat dalam memoriku, saat kemarin itu, di mana pertama kalinya kening ini dikecup, oleh seorang pria yang memiliki senyum tersumringah di hari itu, yaitu dirimu.

Mungkin terasa janggal saat orang-orang mengira usia pernikahan kita masihlah ranum, sementara kita berdua sepakat bahwa hitungan 1 bulan seperti 1 tahun rasanya, hitungan 2 bulan seperti 2 tahun rasanya, dan pada bulan ini di hitungan 6 bulan, terasa sudah 6 tahun aku menjadi seorang isteri dari suami terbaik sedunia. Iya Yabi, rasanya tak berlebihan aku berkata begitu, karena memang itulah yang aku rasakan.

Rasanya air mata papa yang menetes saat harus melepas anak perempuan pertamanya tak pernah sia-sia, karena ia telah menitipkanku pada pria yang paling tepat. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu sabar menghadapi aku, mendengar setiap keluhku, bahkan tak pernah sekalipun kau membentak untuk memarahiku. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu lembut memperlakukan istrinya, penuh cinta; bahkan itu terlihat hanya dari binar matanya, dari lembut tatapanmu yang merona.

Membayangkan untuk mendapat suami dengan sosok sempurna sepertimu saja aku tak pernah, Yabi; dengan segala kekuranganku yang kau tahu tak mampu dihitung satu persatu. Aku hanya ingat bahwa aku selalu berdoa: “Ya Allah, berilah hamba sosok suami yang bisa membimbing hamba untuk semakin mencintai-Mu.” Kemudian Allah memberiku dirimu, yang sangat melebihi ekspektasiku. Perkenalan kita yang memang tak lah lama menguatkan prinsip kita bersama, bahwa pernikahan merupakan awal dari perkenalan sebenarnya.

Semakin mengenalmu hari-hari ini semakin berwarna ceria, rasanya dunia begitu lebih indah; melalui cerita-ceritamu tentang ilmu sains Sang Maha, melalui buku-buku yang kau rekomendasikan untuk kubaca, melalui kemanjaanmu yang selalu saja membuatku gemas dibuatnya, juga melalui air mata kita yang tumpah bersama selepas kejatuhan sujud kita.

Senja semakin memesona saat setiap sore kita syukuri tak hanya berdua, melainkan bersama calon buah hati kita; yang selalu kau kecup melalui perutku, yang selalu kau ajak berbincang dan tertawa, yang begitu kau khawatirkan keberadaan pertumbuhan dan perkembangannya. Ah, yabi, di usiamu yang masih begitu muda, kau telah menjelma sosok pria yang sempurna; suami yang memperoleh cinta utuh dari isterinya, dan (calon) ayah yang menghantari cinta menyeluruh pada anaknya.

Kata-kata tak cukup mendeskripsikan tentang kita, namun biarlah aku mencoba menyulamnya sedikit saja, agar sejarah setidaknya tahu bahwa pernah ada sulaman cinta yang ikatan benangnya begitu erat, antara seorang aku dengan dirimu, my lovely husband.

6 bulan berlalu rasanya sudah 6 tahun bersamamu, Ayabi.
_Bundami

6Okt'12



: the first time when a man touch me

Kamu, ah aku cinta!

Originally created by Fu

Kamu, berkilau dalam gelap yg menyelimuti hingga ratusan hari. Sementara aku menikmati mentari dengan sembunyi-sembunyi, sedikit enggan menjadikannya puisi lagi.

Kamu, berjelaga dalam ruang sempit sesak udara tak berjendela. Sementara aku menghela banyak udara tanpa makna, tak lagi menjadikannya diksi yang istimewa.

Kamu, bernyanyi dalam desiran bebunyi yg bernadi. Sementara aku mengacuhkan nada cinta yang sulit kumengerti, seringkali menyerah untuk menjadikannya prosa yang memelodi.

Kamu, serumit apapun aku mendefinisikan keberadaanmu yang masih rahasia, kau tetap yang istimewa, seistimewa ayabimu, ikhsanun kamil pratama.

Kamu, ah, aku cinta.

Bandung, 25 Sept 2012

Ah, Cinta lagi!

Originally created by Fu

Berderap aku melangkah dalam setiap tawa yang menjajah dunia, dalam setiap bahagia yang menyayat jiwa, dalam setiap bisik yang terlontar dari bibir-bibir palsu penghantar cinta; katanya, hidup hanyalah setitik elegi yang tak lah sebanding dengan alam baka nanti, sementara kehidupan sendiri yang telah membuatkan mereka berbagai wajah serupa; agar setia mencintanya, terlena dalam api-api berbau surga.

Berderai aku dalam setiap sujud yang penuh pinta khusyu', dalam sedih yang melantun lagu, dalam pasrah yang memaksa diri tak lagi mampu; katanya, mati itu hanya berupa perdebatan sekarat ataukah nikmat, sementara memori tentangnya telah membuat setiap mereka bertopeng melupa dunia; agar terkesan mempersiapkannya, terarah pada jalan-jalan kanan yang menyimpang kiri pada akhirnya.

Tuhan, ajari kami; apa itu tawa dan tangis sesungguhnya, bukan karena mati apalagi dunia!

Ah, keduanya Cinta pada fitrahnya!

Bandung, 13Juli 2012

Hujan; Aku, Kamu dan Kita

Originally created by Fu

Bisakah meminta waktumu sejenak?
Ingin sekali kuuntai kata tentang hujan di luar sana; yang menderma cinta, dalam siuet senja yang selalu saja kita rindukan ketibaannya; yang mengemas cinta, dalam embun pagi yang menyublimkan hati kita pada cahaya dunia; yang menghias cinta, dalam pendar purnama yang membersamai gemintang untuk segera mempertemukan kita.

Berkisahlah hujan tentang rentang abad yang telah memecah segala benar dalam berbagai teori, tentang kelahiran, kehidupan, kebahagiaan, kesedihan pun sampai kematian. Tariannya di saat sore selalu saja menerbitkan senyum anak-anak yang berceloteh di teras rumah, memaksamu untuk mengingat bahwa kamu pun begitu merindukan masa itu, iya kan? –saat dunia hanya berupa wujud permainan dadu, yang kita lempar, kemudian maju atau mundur, dan setelahnya berlalu.

Rintik hujan kemudian menggandengmu dalam sajak pilu yang terdeklamasi, di setiap petang, mungkin selepas kau melepas setiap peluh dengan tegukan air yang membasahi kerongkongan. Selalu saja ia terus bertalun tentang rindu, tanpa henti, seakan detik begitu lama berganti, meski acap kali kita tersadar bahwa waktu tak mau berkompromi untuk terus melaju, menuakan kita pada usia yang belum semestinya, benar kan? –ketika lorong mimpi tak lagi serupa balon udara beraneka warna, karena terlalu mengangkasa, dan tangan kita tak jua mampu meraihnya.

Saripati hujan lalu bermuara pada langit-langit kamarmu yang telah tampak aus seperti tak berpenghuni, di malam hari, yang selalu menjadi saksi setiap bulir air mata teruntuk Tuhan kita. Malaikat selalu membersamai dan mengamini setiap pinta kita yang melulu itu-itu saja, meski selepasnya kemudian tak ayal membuatnya murka atas tingkah kita. Sementara bias hujan telah kembali mengudara, dan kamu pun berkaca pada lensa dibalik jendela, begitu kan? –Di mana seberkas cahaya berbinar dalam rupa seorang pencinta yang senantiasa bersenandung lirih, meski tak pernah fasih dalam mengeja makna dunia dengan kesendiriannya.

Yakinlah bias hujan kan berhenti bermuara di suatu masa, karena ia pun mengerti akanmu, dengan mempersilakan pelangi berbagi senyuman dan cahaya; meski ia kan kembali, walau sekadar mencipta bau tanah basah yang mengaroma pagi, atau menerbit aku dan kamu menjadi kita, pasti.

Bandung, 31 Mei 2012

:Teruntuk yang senantiasa istiqamah dalam penantiannya, semoga Allah permudah untuk menggenap separuh agamanya.

Secarik Puisi Lisan

Originally created by Fu

Mendulang asa dalam bias-bias purnama yang menjelagakan hati kita pada bahtera yang berdinamika, tak kan mampu kutempuh tanpa Tuhanku yang Maha mencinta

Merangkai mimpi dalam sudut-sudut sabit yang memanjakan kita pada air mata haru dan bahagia, tak kan mampu kutempuh tanpa doa malaikat yang selalu menjaga

Menggenggam dunia dalam rangkaian pahala, tak kan mampu kuraih tanpa bersamamu, Ayabiku tercinta, Ikhsanun Kamil Pratama

Bandung, 13 Mei 2012
*tiba2 Yabi nyuruh bikin puisi tapi lisan, ini dbuat kurg dari 5menit, groginya itu lhooo... :D

Karena Cinta


Originally created by Fu

karena cinta serupa mozaik senja yang memendar warna pada kanvas sang Maha, maka biar ia menjelma darimu yang sederhana...

karena cintaselaik embun pagi yang membulir bening pada kasih sang Maha, maka biar ia menetes darimu yang bersahaja...

karena cinta adalah kamu, biar ia bersanding selalu di pelaminan hatiku, sebagai seorang Ikhsanun Kamil Pratama...

Bandung, 23 April 2012

Demi engkau, sebuah nama yang Tuhan jaga

Originally created by Fu

demi engkau, sebuah nama yang Tuhan jaga…
penantian bukanlah suatu hal yang menyesakkan, melainkan sewujud rindu yang memahkotakan senyuman…

demi engkau, sebuah nama yang Tuhan jaga…
kesabaran bukanlah menantimu untuk menyatakan cinta, melainkan menanti Tuhan meleburkan kau dan aku dalam cinta-Nya…

demi engkau, sebuah nama yang Tuhan jaga…
aku tetaplah utuh sebagai seorang munfarid, hanya hingga restu Tuhan tercipta untuk  berjamaah denganmu…

engkau, sebuah nama yang selama ini Tuhan jaga; yang kurangkai dalam  setiap memori yang terdistorsi selama ini, yang meluputkan sejenak ingatan pertemuan kita sebelum terlahir ke dunia...

engkau, sebuah nama yang selama ini Tuhan jaga, Ikhsanun Kamil Pratama.

"Jikalau Muhammad adalah buah kesabaran seorang Khadijah, jikalau Ali adalah buah kesabaran seorang Fathimah, maka tak bolehkah Ikhsanun Kamil Pratama adalah buah kesabaran seorang Foezi Citra Cuaca Elmart.”

this is blog of my husband: ikhsanun.blogspot.com

Kado Puisi dan Narasi Pernikahan Fu & Canun

Originally posted by Fu

Saya menyukai tulisan dan selalu menyukai puisi, prosa, rangkaian kata-kata yang terbentuk menjadi kalimat yang indah, puitis dan romantis. Hal itu pula yang membuat saya juga selalu sangat mengapresiasi sebuah kado ataupun penghargaan dalam bentuk tulisan. Inilah beberapa kado pernikahan yang saya minta buatkan dari teman-teman saya, yang lihai sekali dalam menerjemah dan merangkai sastra. Ada yang memberikan saya dan suami narasi pernikahan, ada pula yang memberikan saya dan suami puisi pernikahan. Meskipun saya juga senang mendapatkan kado-kado dalam bentuk barang, juga doa-doa yang tak ternilai, namun saya menempatkan kado-kado berupa tulisan ini sangat istimewa sekali di hati saya. Terima kasih untuk semuanya, insyaAllah kado ini akan hadir di buku saya selanjutnya, setelah buku "Menikah Itu Mudah". ^_^

Pertama, kado dari Bezie Galih Manggala, sebuah narasi pernikahan yang dibacakan setelah akad berlangsung
***
Narasi
: Cuaca, Kamil

Suatu esok, ada masa di mana setiap sentuh genggam meluruhkan dosa-dosa kita yang menyelaksa; menyepuh setiap bulir air mata yang menjama’ah doa; menggantinya dengan cinta, menyamudera.

Suatu esok, ada masa di mana setiap kerling matamu yang memanja meneduhi jiwa; menangkap binar cinta tanpa rentang lama; memuncakkan setiap bahagia, memesona.

Suatu esok, ada masa di mana pena kita menari menggoreskan tinta berdua; mengisahkan asma-asma memahadaya; merangkum madani akan semesta, mencahaya.

Suatu esok, di teriknya kilau mentari, gelitik rinai hujan, pendaran bias pelangi, hingga pejaman gulita; kaki-kaki kita tetap jenaka melangkahi bayang jejaknya, menuju taman surga, selamanya.

:demi suatu esok itu, bersabarlah cinta.

- Foezi Citra Cuaca Elmart. "Suatu Esok."

Membicarakan narasi, tentulah ia diawali rekam jejak-perkenalan; semacam serapan cahaya rembulan pada punggung malam yang pertama; yang menandai suatu pagi dimana semesta tidak akan pernah lagi menjadi sebagaimana, pengap seperti sebelumnya; tak lagi gelap terlelap, awam temaram; tak lagi selamanya senyap; hingga pagi akhirnya pun datang, menerbitkan terang yang sesekali benderang, meski terkadang masih tampak remang.

Bagi Fu dan Canun, mungkin pagi pada narasi mereka, lahir pada suatu hari itu; pada sebuah ruang dimana ilmu beredar mencipta benang-benang takdir, sebuah seminar dan training, yang tanpa disadari menghubungkan kedua mempelai kita hari ini. Takdir yang selalu berbisik pelan-pelan, perlahan menautkan, memperkenalkan; berawal dari sebuah pertemuan sederhana; yang berlanjut pada bincang-bincang tanpa rencana; tanpa disengaja membuka tabir tentang kesamaan visi dan cita-cita.

Entahlah, malaikat manapun tak pernah menyangka; dua insan yang berbeda sifat dan rupa; telah secara rahasia dipertautkan oleh yang maha Berencana.

Sang Ksatria, Ikhsanun Kamil Pratama, adalah sesosok pemuda yang menyembunyikan potensi luar biasa; meski dirinya memiliki ide-ide yang, dalam bahasa anak muda hari ini, "ide-ide gila"; tidak biasanya ia berbicara, apalagi membaginya kepada orang yang baru saja dikenalnya.

Tapi bidadari ini berbeda, mungkin begitu adanya; nyatanya impian-impian yang membuat 'canun' luar biasa, terlantun begitu saja; menyapa lembut pendengaran Fu, Foezi Citra Cuaca Elmart lengkapnya, dan terasa sebagaimana mimpi yang selama ini pula terpendam dalam benak terdalamnya.

Ya, ternyata keduanya memiliki kesamaan; sama-sama merasakan bahwa, mengabdi kepadaNya berarti menjaga dari hal-hal yang tak diridhai; yang juga berarti menjaga diri, dan menikah muda!

Adalah mimpi, yang perlahan tumbuh menjadi, pondasi-pondasi niat dalam hati; pada sepasang muda-mudi, yang telah lama mencari, makna dari terciptanya diri.

Adalah mimpi, yang terucap sebagai janji, bahwa hidup ini bukanlah sekedar untuk dinikmati; hidup berarti mengabdi, kepada Tuhannya semesta dan diri.

Hingga tak lama akhirnya, Fu dan Canun memutuskan untuk menautkan dua mimpi yang saling menopang, bergenggaman; melangkah bersama berdua menantang, bersamaan. Tak mau berlama-lama menjaga rasa yang tak semestinya, mereka akhirnya sama-sama berani berkata; "halalkan saja!"

Meski barang tentu, sebagaimana seharusnya; mimpi tak bisa seenaknya saja meracau, menabrak-nabrak kenyataan yang ada; mana bayarannya? Ada perjuangan yang harus ditempuh. Berbulan-bulan do'a dan air mata, yang tak lepas dari cibiran dan prasangka yang tak sedap menderap telinga, menyesaki hati dengan luka-luka yang tak kasat mata.
Ada pula coba dan dera; masalah yang tak diduga-duga; tidaklah mudah meninggikannya, sebuah menara cahaya ditengah terpaan arus dan samudera.

Namun keduanya tegar, berjuang agar pesan mereka tersebar; bahwa niat mereka paripurna, bahwa langkah yang mereka ambil matang dan dewasa; bahwa keputusan ini adalah tentangNya! Tentang Dia yang mencipta dengan cinta. Tentang narasi cintaNya!

Hingga akhirnya semesta tunduk, atas titahNya.
Narasi ini tak sempurna; ya, tak seperti kisah mereka yang begitu lengkap dan bahagia. Perlu lebih dari ribuan malam membicarakan langkah-langkah juang mereka berdua; semesta turut berbicara, ribuan kekata; tapi cukuplah hari ini kita sama-sama berdo'a; "Barakallahu lakuma, wa baraka alaikuma, wa jama'a bainakuma, bikhair."

- Bandung, 5 April 2012.
Dibacakan di Majalengka, 6 April 2012


Kedua, puisi dari Teh Henny Hasan dan Teh Hesty Wahyuningsih, dua sahabat maya saya yang sangat saya sayang karena Allah...
***
Kata-kata menyempurnakan dirinya menjadi kalimat
: puisi cinta.

Pada kesederhanaan hati semua bermula. Sebuah ruang yang akhirnya memiliki penghuninya sendiri.

Selamat pagi, pengantin.
Ada embun dan ranting-ranting basah yg turut mendoakan, semoga keberkahan melimpah di setiap langkah. Dari hari ketika kalian memilih jalan sama yg searah, hingga kalian tak lagi mengenali apakah waktu masih menyertai dunia ataukah musnah.

Selamat siang, pengantin.
Semoga kalian tak lekas lelah ketika terik memenuhi hari. Kami berharap, kisah yg kalian tuliskan adalah tentang sepasang sayap yg tetap gagah mengepak.

Selamat malam, pengantin.
Datangnya gelap akan menutupi benda dari pandangan mata. Begitu pun dengan kalian, akan menjadi penjaga rahasia satu sama lain.

Selamat bagi kalian, pengantin.
Selamat menikmati cinta.
Semoga kelak lahir kebaikan-kebaikan dari keduanya dan bahagia selamanya.

***

Ketiga, dari sahabat saya, seorang dokter muda lulusan UGM, yang anomali dan penyuka sastra dan puisi, Aditya Putra Priyahita
***

barisan puisi tertunduk takzim pagi ini
menyambut hangat mentari selepas deras malam tadi
merasakan gemulai embun merengkuh daun-daun
teriring kicauan langit buncahkan rasa lama terpingit
dan kuncup asa bermekaran jadi bunga


pagi ini adalah mitsaqan ghaliza
tempat dua anak manusia berikrar setia
bukan pada cinta, hanya Pencipta saja
satu kayuh berdua satu layar bersama
bukan untuk dunia, tapi menuju ridha-Nya


hari ini sebuah janji menjelma prasasti
dan mimpi sedari dini telah disulap hakiki
lunas jua berjuta doa berbumbu air mata
yang dieja cakrawala setiap langit beranjak senja


maka pada haru yang menderu
tak henti dzikir mengalun merdu
maka untuk tangis manis tak lagi mengiris
cinta untuk-Nya tak kan berkurang walau seiris
maka dari syukur pengantar simpuh terpekur
ketaatan berdua kian nian bertambah subur
karena bahagia tak bisa dikata seribu bunga
maka biar lelah dalam dakwah yang melukiskannya


pagi ini sebuah tulang rusuk kembali ke tempatnya
lalu aku dan kamu dibelai cinta menjadi kita
maka bertamhid seluruh penjuru dunia
karena langkah perjuangan kan meraksasa
dan bersama kita hela tiap detik wangi surga

selamat berjuang tuan dan nyonya...
Pacitan, 8 April 2012

***

Terima kasih untuk semuanya, yang telah mengirimi kami dengan doa tulusnya. semoga Allah yang Maha Segala membalas yang terbaik untuk semuanya. semoga kami juga tetap istiqamah di jalan sunnah para Nabi ini. Membangun peradaban, beralih dari munfarid menjadi berjamaah. Amin...
Mohon doanya juga ada beberapa buku yang sebentar lagi terbit, juga beberapa yang sedang kami garap bersama lagi. InsyaAllah target 10 buku dari kami berdua terbit tahun ini. :)

Menantimu, cinta!

Originally created by Fu

Rintik-rintik manja, berderma setiap sore; mengisahkan tentang kau dan aku yang merindu dalam rentang kota, menyelaksa...

Rintik-rintik manja, berbincang setiap petang; menghangatkan mimpi kau dan aku yang semakin hari kian buncah, menumpah...

Rintik-rintik manja, menjejak langkah; hantarkan bisik tak beraksara, bahwa aku masih di sini, menantimu, cinta.

Bandung, Februari 2012

Dalam dua purnama

Originally created by Fu

: untukmu, semesta

Dalam dua purnama dan sabit yang bergantian aku memandangimu seksama, dengan pendar cahaya yang mengamini tentangmu pada setiap doa. menangkap nebula-nebula cinta yang membadai mesra, berkelebat dalam asma-Nya, mengangkasa.

Dalam dua purnama dan sabit yang bergantian aku mendengarkanmu teliti, dengan sajak-sajak aksi yang kau rapal tanpa sepatah aksara yang membentuk puisi. menghembuskan elektron-elektron cinta yang mengelilingi inti hati, bergumul setia pada-Nya dalam janji, beretiolasi.

Dalam dua purnama dan sabit yang bergantian aku mengeja senyum dan peluhmu perlahan, dengan embun-embun yang membulirkan kita dalam semai impian. menjelagakan tirai-tirai cinta yang membersamai hujan, berderma keagungan Tuhan, kesempurnaan.

Dalam dua purnama dan sabit yang bergantian kita berdua menunggu, hingga saat itu; ketika purnama tenggelam dan sabit pun terdiam, ketika luas jiwamu menyemestai galaksiku, ketika dua pucuk rindu berbunga satu.

setelah dua purnama dan sabit yang bergantian saat itu kan datang; ketika para malaikat bertandang dan Arsy pun berguncang.

Majalengka, 24 Januari 2012

Jikalau Cinta

Jikalau cinta adalah jarum-jarum cahaya yang membelai benang-benang udara, maka kamu adalah mentarinya; yang tak kan lelah menyulamkan jarum dan benang itu di hatiku.

Jikalau cinta adalah rintik-rintik senja yang menjejakkan tarian kupu-kupu, maka kamu adalah hujannya; yang tak kan jengah mendermakan kisah yang memetamorfosa jiwaku.

Jikalau cinta adalah bias-bias merona yang memadu sempurna keagungan Tuhan, maka kamu adalah pelanginya; yang tak kan menyudah melengkung indah dalam naluriku.

Jikalau cinta adalah surga, biarkan Tuhan menjadikanku bidadarimu.

Bandung, 18 Januari 2012

Bersabarlah, cinta!

Originally created by Fu

suatu esok, ada masa di mana setiap sentuh genggam meluruhkan dosa-dosa kita yang menyelaksa; menyepuh setiap bulir air mata yang menjama'ah doa; menggantinya dengan cinta, menyamudera.

suatu esok, ada masa di mana setiap kerling matamu yang memanja meneduhi jiwa; menangkap binar cinta tanpa rentang lama; memuncakkan setiap bahagia, memesona.

suatu esok, ada masa di mana pena kita menari menggoreskan tinta berdua; mengisahkan asma-asma yang memahadaya; merangkum madani akan semesta, mencahaya.

suatu esok, di teriknya kilau mentari, gelitik rinai hujan, pendaran bias pelangi, hingga pejaman gulita; kaki-kaki kita tetap jenaka melangkahi bayang jejaknya, menuju taman surga, selamanya.

: demi suatu esok itu, bersabarlah cinta.

Bandung, 09012012

Andai

Originally created by Fu

Andai kata tak mampu sepenuh makna keluar dari mulutku; bolehkah kupinjam lidahmu, hanya tuk berucap bahwa ku merindu?

Andai suara tak jua sepenuh syahdu merapali relung jiwaku; bolehkah kupinjam telingamu, hanya sekadar mendengar bisik memilu?

Andai rasa tak mau seutuh hablur menenang diriku; bolehkah kupinjam hatimu, agar menggetar nama Tuhanku?

(Andai aku adalah kamu; haruskah meminjam semua itu?)

dan aku bukanlah kamu, melainkan sebaik cipta Tuhanku, cukuplah itu.

Bandung, 02 Januari 2012

Duhai Engkau

untukmu;

Duhai engkau kuas bahagia, pemilik lembar-lembar cahaya; yang tak kan pernah jemu menulis makna hidup, yang lah meletup; membersamaiku dengan sabar mengeja, belajar pada lembar cahayamu yang tak sirna.

Duhai engkau kanvas ceria, pemilik senyuman manis menjelaga; yang tak lelah menjemput keindahan pagi, oleh sebaik prasangka dalam hati; menciumiku dengan doa-doa, mengasap di relung jiwa.

Duhai engkau lukisan cinta, pemilik rindu yang merahasia; yang tak segan memeluk hujan dengan senyuman, mengunci air muka kesedihan; membelaiku dengan cinta, meski jarak entah seberapa.

Duhai engkau bidadari tercantik di dunia, pemilik harum dan nikmat surga; yang mensyukuriku melalui maaf-maaf tak menyudah, atas khilaf dan dosaku yang mengejawantah; mencandai pintu dan jendela, hanya tuk melihat aku bahagia.

Duhai engkau ibu; pemilik tangan Tuhan dalam restu,

: "jangan pernah jemu, memenjarakanku dalam cinta dan doamu selalu."

Bandung, 22 Desember 2011
*smsin ini ke mama pagi2, tapi baru posting ^_^

didekasikan untuk semua ibu dan calon ibu

Apabila Rindu

Originally created by Fu
: untuk,

Apabila rindu adalah kisi dunia saat menanti berjejak rahmat dalam semburat islam; perbolehkan aku memfitrahkanmu dalam fiqih-fiqih yang bernyala; menggegas ibadah sepenuh khusyu', hingga saat itu; nikmat jama'aah terdiksi denganmu.

Apabila rindu adalah genggam hati yang merahasia rahman pada selaksa iman; biarkanlah aku menyulammu dalam tauhid yang mencahaya; menyeketsa aqidah sebenar pasrah, hingga nanti; kaffahnya senyum terwujud untukmu.

Apabila rindu adalah pelukan umat yang mengkhalifahi qalbu untuk jelmaan ihsan; izinkanlah aku menyetia dalam tasawuf yang berpendar, hingga kelak; rendaan akhlak tersempurna bersamamu.

karena kamu mencipta rindu; menelisik dalam larik-larik tersembunyi yang membuat malaikat tersenyum mengamini.

dan kamu tetap menyulam rindu; menyabarlah kita atas yakin seindah islam, semurni iman, sesempurna ihsan menjemput sejati Rindu.

: maka kamu adalah rindu, hingga terkabul ikrarmu pada Tuhanku.
Majalengka, 16 Desember 2011

*terinspirasi materi pangejian kemarin, tentang islam, iman dan ihsan :)

Untuk kamu yang tengah merindu

: untuk selarik cahaya

kamu, yang tengah menjemu;
maafkanlah, aku yang acuh pada selarik pesan tak berbalas - kulenggang sungkan, tak berbekas

aku di sini; dalam kata-kata yang tiap  jentiknya mengingatkanku pada mimpi-mimpi kita, menyamudera

kamu, yang tengah meragu;
maafkanlah, aku yang melupa pada sebaris doa tak bersapa - kukulum enggan, tak bernyawa

aku di sini; dalam sendiri yang tiap sepinya menyadarkanku padamu yang nun di sana, memuara

kamu, yang tengah merindu;
maafkanlah, aku yang terlalu jumawa akan kita - meranu angkuh untuk mengaku

;aku pun di sini, merindukanmu
dalam doa rahasia yang Tuhan jaga
selalu
.

Bandung, 11 -12-11

*puisi pertama setelah hibernasi sekian lama, dibuat khusus untuk teh Hajar Nur Asiah Jamil

Cahaya Sejati

Originally created by Fu

: di sepanjang aspal bergaris putih

lampu-lampu bernyala diantara jajaran baligo tengah kota. gemerlap; tak lah menanding lampion-lampion jingga bersahaja, obor-obor yang berceria mengepul asapnya, atau lilin-llin yang menyetia memantik ajalnya. enyahkanlah saja! jika semburat warninya nyata menyaksi dosa-dosa; yang tak lah malu lagi menyembunyi; dari yang tak tahu apa itu agama, hiingga yang jelas berbangga mengaku santri.

hantarkan kami sekejap, Tuhan! pada zaman dimana hanya ada rembulan yang diagungkan malam, yang tersanding gemintang sebagi selir-selirnya. sekalilah saja meski hanya dalam bunga tidur yang tak pernah mewangi, atau bolehlah hanya pada igauan yang tak kan pernah bisa jadi bukti.

hantarkan kami sejenak, Tuhan! pada kisah Adam-Hawa yang menikmat tahun-tahun di bumi, sebelum menginjak arafah yang menyaksi; atau jua pada Muhammad yang hibernasi di dalam gua, sebelum menikmat gigil pada Khadijah yang menyelimutinya.

hantarkan kami, agar kami mengerti; hanya Engkau sejati cahaya, pasti!

menuju jejak samudera,
26 November 2011