Minggu, 23 Desember 2012

Ku Menunggu di sini

Originally created by Fu


Assalamu'alaykum semua. Sekarang ini memang sedang fokus pada beberapa project, so mesti pandai membagi waktu yang tepat untuk menulis. Untuk postingan kali ini, saya posting rangkaian prosa liris yang sebenarnya telah saya tulis tahun kemarin. Namun ternyata belum sempat saya posting di blog ini.  Tulisan ini saya persembahkan khususnya untuk kawan muslim/muslimah yang sedang istiqamah "menanti" sembari memperbaiki diri. Semoga bisa melegakan dan menenangkan.

"Yakinlah segala sesuatu indah pada waktunya, setelah seoptimal ikhtiar, seikhlas doa yang sabar, setumpuk tawakkal yang benar." -Fu


 

Ku menunggu di sini, dalam harap yang tak pernah putus akanmu. Semangkuk air mata telah tumpah semalam, tak bersisa hingga kau yang mereguknya dengan bibir yang telah memasi. Entah kapan ia berubah menjadi tetesan darah yang kan mengaliri pori pipiku yang tak gemuk lagi. Ia selalu air yang asin, katamu. Hingga aku sendiri yang mengacaukan sirkulasi pembuluhnya, atau melukai mataku sendiri hingga buta. Ia selalu bulir, katamu. Hingga aku sendiri yang mengeringkannya dengan menyiksa diri tak terasup apa-apa, atau aku yang terbaring lalu menutupnya selamanya. Ia selalu indah, katamu. Hingga membuatmu bersumpah bahwa setiap tetes yang keluar, akan kau pastikan karena bahagia yang memancar. “Selalu kutunggu indahnya, di setiap malam yang mengerlingkan bulir cinta di sujudmu.” bisikmu mesra.

Ku menunggu di sini, dalam doa yang terus melesat tentangmu. Seember keringat telah aku siramkan ke kebun semalam, tak bersisa hingga kau yang menghabisi tetesnya dengan lidahmu yang telah mengering. Sudah berapa payah yang kukeluhkan akanmu yang telah menyeret aku sejauh ini, memenggal segala ketidakmungkinan dengan yakin yang tak pernah putus. Bulir itu rahmat, katamu. Pun saat benih tak jua menumbuh hingga kuning dan tertuai menjadi beirisi, lalu semakin merunduk dan tengah siap untuk kita petik bersama. Bulir itu berkah, katamu. Pun saat ia kan menjadi saksi seberapa teguh aku memegang tiang penyangga, juga seberapa kuat aku menimba lautan keringat yang tak boleh menguap sia-sia. Bulir itu anugerah, katamu. Pun saat ia keluar dari keningku yang akhir-akhir ini menampakkan garis, yang hanya tak kan tampak karenamu yang membuatku tersenyum manis. “Seanugerah dirimu, yang terindah bagiku.” bisikmu mesra.

Ku menunggu di sini, dalam cinta yang terus kuanyam untukmu. Setitik rindu telah aku titipkan pada purnama semalam, tak kan bersisa karena hanya kupersembahkan untukmu yang senantiasa merindukan diksiku. Telah kuhitung berapa embun yang mengisi setiap fajarku tertolak Tuhan, hanya karenaku yang tak tahu malu menghujati setiap purnama-Nya dengan pertanyaan. Tanpa pernah melirik pada sejuta jawaban yang terungkap dan sejatinya tak kan mampu kudekap. Syukur itu bukan di bibir, katamu. Ia mengejewantah dalam setiap jatuh, rapuh dan keluh yang tak kan henti merayapi, pun di saat setiap hujan yang tak menyisi pelangi. Ia menjadi dialektika terindah di setiap detik yang tak mampu kau kembalikan, pun bila kau merajuk yang paling kencang pada Tuhan. Ia yang harus terbawa di setiap langkah yang menderap tanpa henti, karena berhenti itu hanya di surga nanti. “Tersenyumlah, wajah penghuni surga itu berseri-seri.” bisikmu mesra.

Ku menunggu di sini, menunggu restu Tuhan membiaskan segala, untuk menerbitkan kita.

Bandung, September 2011

*ketika keyakinan harus selalu dipelihara. Semoga selalu istiqamah dalam cara-cara yang Allah suka :)

Jumat, 21 Desember 2012

Doa Romantis

Originally created by Fu

Postingan ini pernah saya post di notes facebook November 2011 lalu. Tiba-tiba di saat derasnya hujan, saya tetiba terperangkap kembali pada tulisan saya itu, dan berderailah air mata ini. Berikut Isi postingannya :)

***

Setelah berkali-kali khatam Al-Qur’an, saya baru sadar bahwa arti do’a yang biasa dibaca selesai khatam Al-Qur’an begitu Romantis.  Terjemahan do’a khatmulqur’an yang menurut saya romantis itu, seperti ini bunyinya :

Ya Allah, dengan Al-Qur’an, karuniakanlah kasih sayang-MU kepada hamba. Jadikan Al-Qur’an sebagai imam, cahaya, hidayah, dan sumber rahmat bagi hamba.

Ya Allah, ingatkan hamba bila ada ayat yang hamba lupa mengingatnya. Ajarkan pada hamba, ayat yang hamba bodoh memahaminya. Karuniakanlah pada hamba kenikmatan membacanya, sepanjang waktu, baik tengah malam atau tengah hari. Jadikanlah Al-Qur’an sebagai hujjah, ya Rabbal’alamin.

Ya Allah, karuniakanlah kebaikan bagi hamba dalam beragama, yang merupakan kunci kehormatan bagi hamba. Karuniakanlah kepada hamba di dunia, yang merupakan tempat hamba menjalani hidup. Karuniakanlah kebaikan akhirat bagi hamba, yang merupakan tempat hamba menjalani hidup. Karuniakan kebaikan kepada hamba di dunia, yang merupakan tempat hamba kembali. Jadikanlah kehidupan hamba senantiasa lebih baik. Jadikan kematian sebagai kebebasan hamba dari segala keburukan.

Ya Allah, jadikan umur terbaik hamba di penghujungnya, jadikan amal terbaik hamba di penutupnya, jadikan hari-hari terbaik hamba saat bertemu dengan-Mu.

Ya Allah, hamba memohon kepadamu kehidupan yang jembar, kematian yang normal, dan tempat kembali yang tidak menyedihkan dan terhindar dari prahara.

Ya Allah, hamba memohon kepadaMu permintaan terbaik, doa terbaik, kesuksesan terbaik, ilmu terbaik, amal terbaik, pahala terbaik, kehidupan terbaik, kematian terbaik. Kuatkanlah hamba, beratkanlah timbangan kebajikan hamba, realisasikan keimanan hamba, tinggikan derajat hamba, terimalah shalat hamba, ampuni dosa-dosa hamba, dan hamba memohon surga tertinggi.

Ya Allah, hamba memohon karunia yang wajib engkau berikan, ampunan yang harus Engkau karuniakan, keselamatan dari segala dosa, ghanimah dari segala kebajikan, dan kemenangan mendapat surga, serta keselamatan dari api neraka.

Ya Allah, karuniakanlah kebaikan bagi hamba dalam segala urusan, berikan pahala kepada kami dari segenap luka dunia dan siksa akhirat.

Ya Allah, anugerahkanlah untuk kami rasa takut kepada-Mu, yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepada-Mu, dan anugerahkanlah ketaatan kepada-Mu yang akan menyampaikan kami ke surga-Mu, anugerahkanlah pula keyakinan yang akan menyebabkan ringannya bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkanlah kenikmatan kepada kami melalui pendengaran, penglihatan, dan dalam kekuatan kami selama kami masih hidup, dan jadikanlah ia warisan dari kami. Jadikanlah balasan kami atas orang-orang yang menganiaya kami, dan tolonglah kami terhadap orang yang memusuhi kami. Janganlah Engkau jadikan dunia ini adalah cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami. Jangan Engkau jadikan berkuasa atas kami, orang-orang yang tidak mengasihi kami.

Ya Allah, jangan pernah Engkau tinggalkan dosa, melainkan Engkau ampuni. Tidak ada kegalauan kecuali engkau berikan jalan keluar, tidak ada hutang kecuali Engkau penuhi, dan tidak ada satu kebutuhan dunia dan akhirat kecuali engkau penuhi, wahai Tuhan seluruh alam.

Ya Tuhan kami, berikan kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, serta jagalah kami dari api neraka.

Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpah curah kepada nabi Muhammad, keluarga, serta para sahabat terpilih.


Subhanallah romantis sekali. Ya Allah, rasanya bilapun doa ini dibaca sebelum atau sesudah tilawah rutin tiap harinya, rasanya tidak akan membuat habis keindahan dan keromantisannya. Wallahi, saya sampai menangis membacanya. Ya Allah, tidak mengetahui artinya saja sudah begitu nikmat membacanya, apalagi bila mengetahui artinya. Seringkali mungkin bahkan pelafalan doa dalam sholat yang berbahasa Arab itu tidak kita ketahui artinya, tapi Allah tetap berbaik hati mengabulkannya. Rabb, bimbing diri ini untuk semakin kaffah dalam beribadah padaMu. Aamin yaa Rabbal'alamin T_T

Bandung, 22 November 2011
Allahu Rabbi, semoga kami kuat memperjuangkan kebenaran di jalanMu.

Selasa, 18 Desember 2012

The Secret Of Jodoh

Originally created by Fu

"Bagaimana Allah akan menghantarkan jodoh; bila masih ada rasa tinggi hati akan segala ilmu, rasa penyesalan akan sekenario-Nya, jua putus asa tanpa ikhtiar yang membuat-Nya bangga." -Fu

Permasalahan "jodoh" selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas, namun banyak orang yang cenderung malu untuk membahasnya. Segan rasanya kalau membicarakan masalah jodoh secara blak-blakan. Merasa butuh, tapi malu untuk mempertanyakan, membahas dan mencari jawaban tentang permasalahan jodoh, makanya akhirnya hanya stalking via media social, twitter, facebook, dll. Apalagi kalau harus ikut-ikutan acara yang menghidangkan ilmu pra nikah, komunikasi, jodoh, dll, ikut nimbrung sama teman-teman saja ogah dan segan. That's why itu salah satu permasalahan orang kebanyakan saat ini. GENGSI yang terlalu tinggi, akan ilmu dan ikhtiar-ikhtiar yang dapat dilakukan dalam menjemput jodoh.

Segala sesuatu itu ada ilmunya, termasuk mengenai ilmu nikah, dan jodoh salah satunya. Salah satu "masalah" menjadi TOP request yang biasa dikeluhkan orang-orang yang konsultasi ke saya dan suami, adalah terkait jodoh. banyak dari mereka yang sudah merasa siap menikah namun terhalang di permasalahan jodoh. Namun, saat saya dan suami gali, ternyata banyak hal-hal yang belum 'diselesaikan' dalam diri mereka, yang ternyata jadi hijab antara mereka dan jodohnya. Saya dan suami mengamati fenomena ini, menganalisisnya, karena kami sendiri sebelum menikah mengalami berbagai proses, hingga kami bertemu satu sama lain. Ada ikhtiar-ikhtiar yang kami jalani, ada ilmu-ilmu yang kami terapkan hingga yakin kami berjodoh satu sama lain. (Aamin)

Herannya, meskipun banyak orang yang membutuhkannya, namun banyak juga yang menyepelekan tentang hal ini. Masalah nikah dan jodoh kok diseminar-seminarin sih? Nah, pemikiran-pemikiran seperti ini boleh jadi yang membuat orang tersebut tak jua MAJU, apalagi bisa bertemu jodohnya. Bisnis saja ada ilmunya yang harus dipelajari, itu hanya untuk hitungan tahun paling. Masa menikah yang diniatkan seumur hidup namun malas untuk mencari ilmunya? Untukmu yang sedang mencari jodoh, ketahuilah bahwa kedewasaan seseorang itu tidak ditentukan dari usia, namun dari seberapa banyak pengalaman yang ia aalami dan ambil hikmahnya, seberapa banyak buku yang ia baca, seberapa banyak guru, mentor dan relasi yang ia punyai. Mencari jodoh yang dewasa? Maka lihat dan nilailah hal-hal itu ada pada dirinya atau tidak :)

Saya menjadi saksi sendiri banyaknya keluarga besar saya yang belum menikah di usianya yang semakin matang, bahkan menjelang 40 tahun. Ya, pernikahan saya di usia 22 tahun memang cukup menjadi fenomena tersendiri bagi keluarga saya. Setelah saya analisis, mewawancarai saudara saya, coba berilmu pada gurunda-gurunda saya, ternyata ada POLA tertentu yang bisa diambil. Suatu pola yang mengakibatkan seseorang tak jua bertemu jodohnya. Karena teori bahwa jodoh itu sebagai salah satu rezeki dan mesti diikhtiarkan memang benar. Benar sekali malah. Maka dari itu, sebagai pelaku juga yang pernah mengalami step by step ikhtiar menjemput jodoh, saya dan suami ingin berbagi pada banyak orang. Ingin banyak orang terlepas dari kesulitannya dalam menyempurnakan separuh agama.

Salah satu fenomena lainnya adalah banyaknya yang konsultasi ke kami, yang sudah menikah dalam hitungan beberapa tahun dan merasa SALAH PILIH PASANGAN. What a poor condition! Sedih sekali mendengarnya, sampai kami harus mengingatkan kembali mereka pada komitmen yang telah mereka buat. Saya dan suami juga sering membantu terapi mereka yang sudah menikah dan merasa salah pilih pasangan. Karena itu pula kami ingin share bagaimana proses menemukan jodoh dan pasangan yang sebenarnya.

Ya, ternyata terkait jodoh itu memang rahasia, dan rahasia-rahasia itu akan kami buka secara lebar, blak-blakan, JLEB! tapi insyaAllah akan membantu teman-teman mengerti akan tabir jodoh sebenarnya, dalam Event Seminar The Secret Of Jodoh. Event Seminar "The Secret Of Jodoh" ini pure diadakan untuk membantu banyak orang terkait kegalauannya akan jodoh. Event ini inysaAllah bertujuan untuk membantu teman-teman semua terlepas dari kegalauan itu. Galau negatif itu ternyata hanya bagi mereka yang tidak memiliki ilmunya, jauh dari agama dan Tuhannya. Maka saat diri telah diliputi ilmu, insyaAllah kesabaran dan ketenangan akan Allah alirkan, untuk melakukan sebaik-baik persiapan, menanti jodoh pujaan hati dengan penuh kesabaran, diiringi ikhtiar-ikhtiar yang Allah suka. :)

Kalau ada yang sudah baca buku Menikah Itu Mudah, pasti sudah baca BAB The Secret Of Jodoh, berita baiknya yang ada dalam buku itu hanya 20% dari ilmu rahasia tentang jodoh yang akan kami share dalam event ini.

Apa saja yang akan dibahas dalam event Seminar "The Secret Of Jodoh" ?
  1. How to Know Kriteria Pasangan : Pemilihan kriteria pasangan yang "baik&benar" untuk menjadi suami dan isteri. Perbedaannya dengan kriteria pacar. Serta ikhtiar apa yang bisa dilakukan untuk mendapat jodoh yang sesuai dengan kriteria diri.
  2. Aktifasi Magnet Jodoh : Mengaktifasi radar magnet jodoh kita, karena ternyata "Jodoh itu bukan masalah siapa & bagaimana dia, namun siapa dan bagaimana diri kita"
  3. Allah'sign to know Dia Jodohku : Ternyata saat Allah memberitahu benarkah dia jodoh kita, Allah hantarkan sinyal-sinyal dariNya, yang boleh jadi tidak kita sadari. So, ini akan memperkuat kamu yang masih ragu "Benarkah dia jodohku?"
  4. Healing Trauma Masa Lalu, Move Up bertemu jodoh : Salah satu permasalahan urgent yang mengakibatkan seseorang tak jua bertemu jodohnya adalah ternyata banyak yang belum berdamai dengan masa lalu nya. Masa lalu yang justru membuat diri tidak jua bergerak, sehingga terhijab dari jodohnya. Teman-teman akan menikmati sesi terapi efektif, yang bisa dilakukan oleh diri sendiri, dengan tools-tools yang kami berikan. Hingga rasa sakit hati, patah hati, trauma dan lain-lain insyaAllah bisa hilang.
  5. Menemukan Soulmate : Benarkah jodoh adalah ia yang kita nikahi? benarkah Soulmate itu ditemukan? benarkah setelah menikah selesai sudah tahap mengenali pasangan? jangan penasaran akan kami bahas di event ini.
Ssstt, sedikit bocoran, All Sesion akan mempackage 3 tahapan Utama yaitu >> CLEANSING, UPGRADING, SELECTING untuk bertemu jodoh. Seperti apakah 3 hal tersebut? Bisa teman-teman temukan di Event "The Secret Of Jodoh" Bandung, 30 Desember, @ Daarul Hajj Darut Tauhid, pukul 08.00-15.00 WIB, cp: 085222244248 (Afifah) Mari bergabung dengan 100an lainnya yang sudah mendaftar ;) Bagi yang ingin mendapatkan tiket harga khusus bahkan GRATIS, boleh kontak 085659336764 (Verina) untuk syarat dan ketentuan.
   


Berbelanja Hemat, Efektif & Efisien



Originally created By Fu

“Perencanaan itu tak boleh hanya disimpan dalam pikiran, ia mesti diimbangi dengan penulisan serta keefisienan aksi dalam melakukan” –Fu



Pekan kemarin, saat sedang sibuk-sibuknya saya dan suami pindah ke kontrakan kecil kami, tentu mengharuskan kami membeli perlengkapan untuk memenuhi kebutuhan di rumah tersebut. Untungnya, saya dan suami adalah tipe yang sama-sama sederhana, tak suka bermewah-mewahan. Maka dari itu rumah kontrakan yang kami pilih pun cukup mungil. Ya, setidaknya bersih, sehat, dan nyaman untuk kami tempati berdua, dan kelak bertiga dengan buah hati kami. Well, tenryata merasakan juga bahwa pindahan rumah itu tidak sesimpel yang diperkirakan, padahal kami sudah merancangnya begitu sederhana. Alhamdulillah nya beberapa barang memang telah tersedia, pemberian dari orang tua dan kado teman-teman kami saat menikah.

Yang agak ribet itu saat harus ambil barang-barang di rumah saya yang ada di Majalengka, karena cukup banyak sekali barang bawaannya. Ada tempat tidur, lemari, dan banyak peralatan yang dibekali mama papa saya, mereka bilang itu sebagai pemberian mereka untuk bekal saya membangun rumah tangga di rumah kecil kami berdua. Hamdallah waktu pindahan itu Allah permudah karena banyak yang bantu buat ambil barang dan atur-atur rumah.

Well, padahal kerasanya barang-barang yang kami bawa sudah cukup banyak. Perlengkapan dapur perasaan sih sudah ada semua, ya meskipun jumlahnya gak banyak bangeeeedd, tapi lumayan masih bias dipakai untuk berbagai keperluan rumah. Ternyata masih juga banyak kurang ini dan itu ya. Sampai akhirnya kami putuskan harus belanja keperluan rumah sendiri. Hamdallah punya suami yang siaga  banget buat anter istrinya ke sana kemari. Yabi canun (panggilan saya pada suami) tak pernah melewatkan moment-moment untuk mengantar istrinya yang sedang hamil memasuki 6 bulan ini :D

Saat akan berbelanja, saya terlebih dahulu me-list barang-barang yang akan dibeli. Karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk berseliweran di pasar, kami memutuskan untuk membeli di TOSERBA yang harganya justru jauh lebih murah disbanding pasar, yaitu B**MA (Bisa nebak? :D). Toserba ini jadi langganan kami berdua, habisnya segala macam barang ada di sana, dengan harga juga yang beragam bahkan cenderung murah meriah. Nah, saat me-list harus juga dipisahkan mana yang PRIORITAS Utama, mana yang bias jadi cadangan, karena itu akan menentukan cukup atau tidaknya budget kita nanti. Untuk mengefisienkan total belanjaan, yabi Canun punya ide untuk membawa kalkulator. Jadi, saya yang ambil barang-barang yang di list, lalu beliau menjumlahkan harga setiap barang ke kalkulator. Hahaha, aneh memang, sepasang suami istri yang UNIK, sampe saat belanja banyak sekali yang melihat tindakan aneh kami itu. :D

Saat belanja, sebaiknya pilih kualitas barang yang baik, dengan harga yang murah. So, haurs pintar-pintar pilih merk dan jenis barang yang akan dibeli. Tidak semua yang harganya murah itu tak berkualitas, dan tak semua yang harganya mahal kualitasnya bagus banget. Jadi, harus pintar-pintar menentukan PRIORITAS barang. Saat membeli barang, fokus pada VALUE dari barangnya ya, karena kalo kita fokus pada Value insyaAllah akan mendapat harga yang pas! ;) Enaknya berbelanja di toserba itu selain hampir segala jenis barang ada, harganya juga sudah fix jadi tak perlu takut ketipu dan disibukkan dengan tawar menawar harga, yang biasanya cukup membuat lamanya transaksi jual beli :D

Ajaib lho, saat berbelanja dengan cara di LIST dulu dan sambil bawa kalkulator. Meskipun kadang ada yg lupa-lupa kecatet, atau tiba-tiba keteken angka nol shingga total sebelumnya terhapus :)))), tapi total belanjaan seluruhnya ternyata tak jauh dari prediksi, dan tak jauh dari Budget. Bahkan jauh lebih hemat. Asyik deh pokoknya. So, nanti kalau berbelanja, kompak ya sama suami biar HEMAT EFEKTIF EFISIEN dari segi waktu, tenaga dan uang, ;) *TRING!

Semoga bermanfaat ya teman-teman ;)

Minggu, 16 Desember 2012

Tak Jua Bertemu Jodoh

Originally created by Fu

“Di saat hati telah merasa siap untuk menikah, namun belum jua Allah pertemukan dengan jodohnya, sedangkan waktu terus bergulir menambah usia, inilah saatnya untuk bermuhasabah; sudahkah diri sebenar ‘layak’ di mata Allah untuk menyempurnakan separuh agama?” –Fu

Tangis! Jengah! Bosan! Iri! Putus Asa! Beberapa hal itu banyak dikeluhkan oleh muslimah yg mencurahkan isi hatinya pada saya, akan harapannya untuk menikah. Terutama bagi mereka yang merasa usia sudah tak lagi muda, atau jua mereka yang memang sudah merasa butuh untuk menikah. Semenjak hadirnya buku “Menikah Itu Mudah”, memang banyak sekali yang mempercayakan saya untuk menjadi problem solver beberapa pembaca, terutama mengenai Galau, Cinta dan Pernikahan. Hamdallah, dengan hadirnya mereka, membuat saya bersyukur dan bahagia bahwa Allah masih mempercayakan saya agar bisa bermanfaat bagi orang lain. Artikel kali ini pun, saya persembahkan khusus untuk beberapa ukhti yang kemarin-kemarin mencurahkan perasaannya, akan kegundahan hati yang sudah ingin menikah namun belum jua ada jodohnya.

Sedih rasanya, di satu sisi banyak akhwat muslimah yang menjaga diri baik-baik dan telah siap menikah, namun ternyata harus menelan kekecewaan karena tak juga bertemu dengan kriteria pasangan yang tepat. Di sisi lain, ada juga mereka yang sudah memiliki calon pasangan bahkan ada juga yang menempuh jalur pacaran, namun masih saja banyak alasan dan hambatan untuk menghalalkannya. Namun kali ini, yang akan saya bahas adalah yang pertama, ‘kenapa diri yangs udah siap menikah namun tak jua bertemu dengan jodohnya?”

Banyak hal yang bisa menjadi faktor penghambat alias “Hijab” antara diri kita dan jodoh kita, yang menjadi penghambat kita untuk segera menyempurnakan separuh agama. Semuanya pernah saya alami saat saya belum jua bertemu dengan jodoh saya. Hingga akhirnya saya ikhtiarkan beberapa poin di bawah ini, agar tak menghambat saya untuk segera bertemu jodoh saat itu :

1.    Sudah benarkah “Niat Menikah” kita?
Banyak yang merasa sudah siap menikah, karena ingin ibadah, ingin segera menyempurnakan separuh agama, ingin dekat dengan Allah dll. Tapi benarkah ‘alasan’ itu yang ada dalam sanubari terdalam? Tidakkah niat menikah karena faktor external; cemoohan orang lain, iri hati pada yang lain, kebosanan hidup sendiri, dll? Hati itu seonggok daging yang hanya diri kita dan Allah yang tahu, sesekali selamilah kedalamannya, tanyakan pada hati kita, benarkah “Allah” sudah mendominasi posisi dalam niatan hati kita untuk menikah? Kalau belum, pantaskah menghujat Allah yang masih menghijabi jodoh dan kita?

2.    Sudah benarkah “Ikhtiar Menjemput Jodoh” kita?
Bila menikah adalah urusan ibadah, urusan antara kita dan Tuhan kita, sudah selayaknya dilakukan dengan cara-cara yang disukai Allah. Pacaran? Cinta dalam hati? Tarik Ulur dengan dalih ‘seleksi’ setiap yang hadir? Atau menunggu tanpa ada ikhtiar sama sekali. Allah tahu setiap inchi yang kita lakukan, Allah tahu setiap hasrat hati yang terbersit meski sedetik, Allah tahu seberapa buruk isi hati kita. masihkah perlu ditambah dengan ikhtiar nyata yang jelas-jelas membuat-Nya murka? Boleh jadi itulah yang masih menghijabi antara kita dan jodoh kita, karena kita masih ‘menduakan-Nya’, dengan perasaan-perasaan tak seharusnya, dengan ikhtiar-ikhtiar yang tak disukai-Nya. Meminta hal yang ‘sesakral’ pernikahan pada Allah, namun tak diimbangi kewajiban untuk ‘menyenangkan’ Allah; sholat sunnah belum dirutinkan, puasa sunnah juga msih malas-malasan, sedekah juga yang masih enggan. Pantaskah bila Allah masih menghijabi antara kita dan jodoh kita?

3.    Sudah benarkah “Frekuensi” kita dan jodoh kita?

Allah berfirman dalam kitab-Nya bahwa yang baik untuk yang baik, begitu pula sebaliknya. Namun bagaimanapun kita juga harus memiliki kriteria spesifik, mau yang seperti apa jodoh kita? Dan usaha untuk mendapatkan kriteria yang diinginkan itu akan menuntut kita untuk ‘menjadi seperti itu lebih dulu’. Ya, karena jodoh itu adalah cermin. Kita harus satu frekuensi dengan jodoh kita, boleh jadi belum ketemu karena salah satu diantaranya memang belum satu frekuensi; yang satu sudah baik namun satu lagi belum. Boleh jadi juga amalan-amalan kita telah membuat frekuensi yang seharusnya sudah setara malah melenceng; kita yang masih merasa sombong, terlalu pemilih namun tak berkaca diri, terlalu mencintai dunia hingga lupa akhirat Allah, terlalu sibuk mengurus emosi-emosi diri yang tidak begitu penting. Di saat meminta jodoh pada Allah, spesifiklah tentang kriterianya, agar Allah tahu seberapa pantas dirimu untuk jodohmu, dan agar Allah juga membimbingmu untuk semakin pantas dengannya di hadapan Allah.

4.    Sudah bersihkah “Jiwa dan diri” kita untuk menerima jodoh kita?

Pernikahan adalah peristiwa yang suci. Seperti ibadah lainnya semisal sholat, kita dianjurkan untuk bersuci terlebih dahulu, tidak sah sholatnya bila kita belum bersuci dari hadats besar dan kecil. Nah, begitu pula dengan menikah. Untuk menujunya kita harus benar-benar membuang energi negative yang selama ini meliputi jiwa dan diri kita; trauma masa lalu, dendam yang belum termaafkan, konflik dengan orang tua, penyesalan akan takdir yang tak memihak, dll. Semua itu biasanya disepelekan karena kita cenderung fokus bagaimana caranya bisa bertemu dengan ‘jodoh’ kita, fokus pada sosok jodoh yang kita harapkan. Sampai terlupa bahwa banyak hal-hal dalam diri kita sendiri yang belum terselesaikan. Sebelum Allah pertemukan, kita seharusnya telah bersih dari segala energi negative tadi; telah memaafkan orang yang pernah menyakiti hati kita, telah mendapat ridha dari orang tua dan keluarga, terutama telah berdamai dengan diri kita sendiri dengan menerima, mensyukuri dan maafkan segala yang terjadi dalam skenario kehidupan kita. Belum berdamai dengan diri sendiri mengakibatkan kita terhijabi dengan jodoh kita sendiri.

Saat semua poin tersebut SUDAH dilakukan, kita tinggal menanti cap “LAYAK” yang Allah berikan agar kita segera menikah. Karena saat Allah telah Ridha, tak ada satupun yang mampu menghalangi kehendak-Nya. Selamat bersabar khususnya untukmu para muslimah. Bilapun segala ikhtiar telah dilakukan, janganlah pernah merasa jengah dan bosan, kebahagiaan yang Allah janjikan jauh lebih memesona dibanding ratapan kita yang tak seberapa. Saat Allah masih menunda pertemuan kita dan jodoh kita, berbaik sanglah bawa Dia begitu mencintai kita, dengan memberi kita waktu untuk memperbaiki diri lebih baik lagi. Allah menyayangi kita semua, meski terkadang cara Dia menyayangi masing-masing kita selalu berbeda, namun memnag begitulah, cara Allah yang istimewa.

Fashbir shabran jamiilan. Maka bersabarlah kamu dengan kesabaran yang baik. Allah selalu menghadirkan segala sesuatu indah pada waktunya, yakinilah dengan Bismillah.” -Fu


EVENT yang akan mengupas THE SECRET OF JODOH lebih tuntas, bahkan lebh lengkap dari bab "The Secret Of Jodoh yang dibahas dalam buku Menikah Itu Mudah ; Bandung, 30 Desember 2012 cp: 085222244248 (Afifah)

Selasa, 06 November 2012

Narasi Pernikahan ; Teruntuk Teh Rayi & Kang Panji

Originally created by Fu

Rekam jejak yang terhampar telah mereka susuri dengan tertatih. Lelah yang melanda, tak mampu menjadikan sepasang hati yang telah terpisah sekian lama menyerah. Mereka percaya, suatu saat akan ada masa dua hati mereka berlabuh di dermaga yang tepat. Mengumpulkan serak-serak rindu yang terurai hampir seperempat abad lamanya. Dengan cara istimewa, dengan jalan yang disukai Tuhan dan Rasul kita.

Hujan telah menjadi saksi mereka menimba asa sekuat tenaga. Perih yang mendera seluruh tubuh, pikiran dan rasa, ternyata tak mampu menggoyahkan yakin dalam diri, bahwa Tuhan Maha Segala. Sesekali mentari hantarkan senyum yang membungkus mereka pada cahaya-cahaya cinta, kemudian membuat dua hati itu tersipu akan segala rencana-Nya. Hujan dan mentari, yang menyisikan pelangi untuk mereka tepat pada masanya.

Garis takdir selalu bersinggungan. Mudah bagi Tuhan, menghantarkan sepucuk rindu di hati yang satu untuk hati yang lain. Mudah bagi Tuhan, menyalakan pendar cinta di hati yang satu pada hati yang lain. Mudah bagi Tuhan, menyelaraskan impian di hati yang satu untuk digapai berjamaah dengan impian di hati lain. Hingga mereka menyadari; bahwa segala persamaan diantara mereka, bisa menjadi sumber energi untuk mencapai langit bersama; dan segala perbedaan diantara mereka, menjadi percikan impian yang akan menghias langit berdua.

Mereka yang telah percaya, bila telah sampai masanya, semesta pun kan turut bahagia menghantarkan sajak dengan sukarela:

duhai dua hati yang mencinta,
rindu telah kau jemput dengan jumput cahaya
dalam derai air mata, sempurna
lukislah langit dengan tangan yang saling bergenggaman

duhai dua hati yang menyatu,
senyum telah kau peroleh dengan kerling embun
dalam sesak yang menahun, mengalun
gapailah langit dengan sujud kalian yang berjamaah

duhai dua hati, selamat
doa tulus terhantar untukmu
sepasang insan Tuhan yang tertakdir bersama;
Feny Renita dan Panji Gugah Baskara.

Barakallahu lakuma wabaraka ‘alaykuma wajama’a bainakuma fii khaiir…

Bandung, November 2012
Foezi Citra Cuaca Elmart

Kamis, 25 Oktober 2012

Tidak Pacaran Tapi Menikah

Originally created by Fu

Seandainya cinta adalah anugerah suci dari-Mu Allah, kuatkanlah ia mengalir tepat pada masanya; dengan jalan yang Kau suka, dengan malaikat yang turut mendoa, dengan senyuman Rasulullah yang akan berbangga. Cinta yang hanya mengalir untuk ia yang halal untukku saja. -Fu

Hampir banyak orang tahu saya memang tidak pernah pacaran. Awalnya, bukan karena saya yang begitu paham tentang alasan tak boleh pacaran yang dilarang Islam, bukan karena tahu kalau Allah begitu menyayangi kita sebagai wanita dengan melarang pacaran, bukan juga karena tahu  kalau Rasul juga tak menganjurkan pacaran sama sekali sebagai suatu proses perkenalan. Satu alasan saya sejak saat itu, yaitu hanya karena Ibu saya. Ibu yang selalu berkata : “Jangan pernah pacaran karena hanya akan mengganggu pelajaran sekolahmu!” 

Sementara sejak zaman SD teman-teman saya sudah ada yang pacaran, cinta-cinta monyetan, saya bertahan untuk tidak mau terganggu masalah itu. Meskipun saya akui rasa suka itu ada, wajar adanya. Namun, perkataan ibu saya secara tidak langsung tersistem menjadi sebuah prinsip bagi saya. Saat SMP pun saya terkenal cupu, tidak lakulah, gak gaul lah, gak asyiklah hanya karena saya yang tidak pacaran. Ya! TIDAK LAKU! Masa-masa sekolah zaman dewasa ini memang sudah sewajarnya bahwa modern atau tidaknya seseorang ditentukan LAKU atau tidak nya ia di “pasaran”. Jujur, rasa tidak nyaman akan prinsip saya seringkali juga tergoyah. Saya mempertanyakan kenapa Ibu saya gak asyik seperti orang tua lain, yang memperbolehkan anaknya pacaran. "Wajar kan pacaran? Asal tahu batasan?" Pikir saya waktu itu. Merasa bahwa orang tua saya sangat tidak adil, padahal boleh jadi prestasi masih bisa diraih meskipun pacaran. Padahal kata teman-teman saya pacaran juga membuat semangat belajar. Dan padahal-padahal lainnya yang saat itu membutakan logika saya sendiri.

Akhirnya saat masa awal memasuki SMA, sebuah peristiwa terjadi, dimana saya tertarik suka yang berbeda, pada salah seorang kakak kelas saya. Merasa menjalin pertemanan biasa, membuat saya  terjebak pada permainannya. Well, saya merasa bangga sekali bahwa ia juga mau berteman dekat dgn saya, tanpa status pacaran, meskipun ada debar-debar aneh yang dirasa tapi toh hubungan kami memang sebatas berteman. Tidak pernah jalan berdua atau “apel” seperti orang pacaran lainnya, kita hanya sering kali bertukar surat, karena tahun itu handphone belum terlalu memasyarakat. Saya terlalu dibutakan saat itu, merasa dia orangnya alim, shaleh dan lain-lain, namun ternyata dia juga melakukan hal yang sama pada adik-adik kelas lainnya yang mengaguminya. So, saya bukan satu-satunya orang. Hahaha rasanya ingin tertawa mengingat itu. Tapi bodohnya lagi, saya masih saja bertahan, percaya bahwa dia memang tak akan mempermainkan saya. Dia bilang dia juga tak ingin pacaran, jadi hubungannya kakak adik saja (mana ada kakak-adik ketemu gede yang hubungan ‘pure’? Hahaha)

Hingga kebaikan Allah yang telah menyadarkan saya, melalui ditemukannya surat-surat antara saya dengan kakak kelas saya itu, oleh Ibu dan ayah saya. Saat itu pulang sekolah ibu saya tampak memerah sekali mukanya. Ternyata ia baru saja membakar surat-surat itu. Dan itulah, kali pertamanya saya melihat ibu saya menangis tersedu hanya karena perbuatan saya. Sambil berurai air mata, ia berkata : “Mau jadi apa kamu, nak, baru masuk SMA kamu sudah memikirkan laki-laki?” JLEB! Dengan tangan yang hampir menampar saya namun ia tahan, itulah peristiwa yang membuat saya menyesal dan merasa bodoh pertama kalinya.

Sejak saat itu, saya berazzam; “SAYA TAK MAU MEMBUAT IBU SAYA MENANGIS LAGI! SAYA TAK MAU PACARAN” Cukuplah alasan tak boleh pacaran itu mau karena apapun, yang jelas saya tak mau membuta ibu menangis. Lucunya, sejak saya memutuskan untuk tak mau lagi berhubungan dengan kakak kelas saya itu, kakak kelas saya malah pacaran sama sahabat dekat saya sendiri. Meskipun masih ada rasa kecewa, tapi “Ah, Allah begitu baik pada saya!”

Wajar kan bila fithrah rasa suka terhadap lawan jenis itu ada? Wajar kan bila rasa ingin dicintai dan dilindungi oleh orang yang menyayangi kita itu ada? Tapi kan saya sudah berazzam tak mau pacaran. Maka sejak saat itu juga, saat fitrah Allah hadir, saya selalu berusaha untuk memendamnya, mengalihkan itu pada kesibukan saya untuk meraih prestasi. Sejak saat itu juga saya selalu menjadi secret admirer terhadap orang yang saya suka. Tak peduli mau dikatakan tidak laku, tidak gaul, tidak modern, yang jelas, sekali saya telah berprinsip itu WAJIB untuk saya tunaikan, karena itu janji saya terhadap Tuhan saya sendiri, bukan orang lain.

Hingga saat saya masuk kuliah, Allah begitu baik pada saya, mempertemukan saya dengan orang-orang yang memperkuat saya untuk belajar Islam. Mengenalkan saya pada teman yang akhirnya bisa menjelaskan kenapa pacaran itu tidak boleh; yaitu karena Allah dan Rasul melarangnya. Tak perlu alasan lain kan yang menjelaskan kenapa pacaran tidak boleh, karena larangan Allah dan rasul saja sudah cukup menjawabnya. Lalu saya mendalami Islami lebih lanjut, mulai suka untuk membaca buku juga menulis, membuat saya semakin untuk TIDAK MAU PACARAN.

Suka duka menjadi secret admirer, menahan gejolak rasa di masa muda menjelang dewasa, hingga membuat saya merasa patah hati berkali-kali, semua saya nikmati prosesnya. Niat saya sudah tak mau lagi bagaimana caranya ada orang yang suka saya kemudian pacaran, namun niat saya sejak saat kuliah itu sudah ingin menikah. Karena kata Allah, satu-satunya jalan yang Allah halalkan untuk menyalurkan fitrah rasa adalah dengan menikah.

Belajar dan terus belajar, berusaha terus memperbaiki diri saya yang masih jauh dari kata shaleha. Berusaha untuk terus memantaskan diri di hadapan Tuhan saya. Meluruskan niat dan terus berdoa pada Allah agar Allah izinkan saya untuk tetap teguh dalam prinsip, agar Allah kuatkan  untuk menjalani segala ujian dan godaan yang selalu saja ada. Agar Allah perkenankan saya pertama kali disentuh oleh orang yang memang mau memuliakan saya dengan ikatan pernikahan. Dengan kesabaran yang Allah beri, dengan penantian yang cukup menguras air mata, dengan segala liku yang ada dalam skenario hidup saya, Hamdallah Allah menjawab doa-doa saya. Allah mengizinkan saya untuk tak pernah merasakan bagaimana itu melenakannya pacaran, Allah mengizinkan saya untuk hanya tersentuh oleh orang yang tertakdir untuk saya, seorang pria yang telah mengucap janji sucinya pada ayah saya dan untuk Tuhan saya, seorang pria yang mau menerima saya yang dulu selalu dikatakan tidak laku, dan tidak modern, seorang pria yang menjadi lelaki asing pertama yang menyentuh saya, seorang Ikhsanun Kamil Pratama.

Saya yang tidak pernah pacaran itu karena Allah dan juga ibu saya. Maka niat saya menikah selain yang utama adalah ridha-Nya, saya juga ingin melalui pernikahan ini semoga menjadi pernikahan yang berkah, yang menjadikan saya anak shaleha yang akan memberatkan timbangan amal kedua orang tua saya. Melalui pernikahan ini saya ingin menjadi anak shaleha, istri shaleha ibu shaleha, wanita shaleha, terutama untuk tiga pria yang akan bertanggung jawab di akhirat kelak atas saya, untuk tiga pria istimewa yaitu ayah, suami dan (kelak) anak saya. Semoga ya Allah, izinkan hamba untuk terus belajar bagaimana itu menjadi shaleha. Amiin… :)

Tidak pacaran, bukan berarti tidak bisa menikah kan? ;) hehehe...

Tak ada kata terlambat untuk bertaubat, karena Allah itu Maha Pemaaf. Tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri, karena Allah yang menentukan kepantasan diri. Tak ada kata terlambat untuk "mencinta" yang sebenarnya, karena jalan halal Allah itu selalu terbuka.
Untukmu yang masih menanti seorang yang halal untukmu, tetaplah berada pada jalan-Nya. Karena berkah pernikahan ditentukan dari bagaimana proses menujunya dijalankan. Telah sesuaikah dengan aturan Allah dan rasul kita? Wallaualam… Love All, uhibbukum fillah muslim wa muslimah… :)

Selamat menanti di jalan suci yang Allah ridhai. Cintailah ia yang hanya akan memberikan cintanya kaffah setelah menikah. :)

Kelak, ada suatu masa dimana cincin suci melingkar di jemari manismu ;)

Sabtu, 20 Oktober 2012

Up together, Jump together, Fly together

Originally created by Fu

Bismillahirrahmanirrahim… Assalamu’alaykum wr wb :)

Tak mungkin ada cinta di hati yang satu, apabila tak ada cinta di hati yang lain. Karena untuk menyuarakan irama cinta, tangan yang satu takkan kan mungkin bertepuk tanpa tangan yang lain.

Hari ini adalah hari kedua saya benar-benar berpisah jarak dan waktu dengan suami. Well, keluarga dan orang terdekat kami pun tahu kalau sejak menikah, tepatnya 6 bulan lamanya, kami tak pernah berpisah lebih dari 24 jam. Kami selalu bersama, di rumah, ke toko buku, ke klinik Rumah Berkah, ke swalayan, ke pengajian, ke acara seminar & training. Ya, hampir setiap kegiatan kami lakukan bersama-sama; menulis, main games, baca komik, mengisi training, dan banyak hal lainnya. We really enjoy every time together. Bahkan karena kami yang selalu bersama, jarang sekali menggunakan alat komunikasi hp untuk menelpon atau sekadar sms, karena memang tak diperlukan. Secara kemana-mana berdua.

Banyak orang yang mempertanyakan aktifitas kami yang selalu bersama, bahkan keluarga kami pun sempat merasa heran kenapa kami kemana-mana selalu berdua. Katanya, bagaimanapun nanti ada suatu masa di mana kami harus benar-benar berpisah dalam jangka waktu lama, jadi harus membiasakan diri. Akan ada suatu masa dimana boleh jadi jadwal mengisi acara saya dan suami bentrok, atau juga nanti bila suami saya harus koass, atau juga setelah punya anak nanti. Hmmm… yah, kami tahu itu mungkin saja bisa terjadi, namun selama keadaan sekarang masih memungkinkan kami untuk menjalani banyak aktifitas bersama, kenapa tidak?

Mungkin ini salah satu hal yang menjadikan kami cermin, entah kenapa kami memiliki pandangan yang sama terkait “Love relationship”  suami istri. Kami tidak setuju yang namanya LDR a.k.a. Long Distance Relationship. Yup, karena bagi kami bagaimanapun mempertahankan fondasi cinta yang terus kami bangun, memerlukan sentuhan secara nyata, karena proses pembelajaran untuk mengenali pasangan harus dilakukan secara real dengan kontinuitas yang terarah. Belajar juga dari banyak pengalaman orang tua kami, kerabat dll, unconciusly membuat prinsip kami begitu kuat, untuk tak mau menjalani LDR tersebut.

Oleh karenanya, selain karena passion yang sama, saya juga tak mau kerja kantoran, dan lebih bercita-cita menjadi ibu rumah tangga yang baik. Begitupun suami saya, ia juga tak mau kerja kantoran yang terkait dsb. Kami saling mendukung satu sama lain. Kalaupun harus berbisnis, lebih baik kami membangun kerajaan bisnis berdua. Berkarya bersama, belajar bersama, bertumbuh dan berkembang bersama. Satu sama lain kami ingin menjadi teman, partner serta pasangan terbaik. Sebisa mungkin kami akan mengatur jadwal acara mengisi training agar tak bentrok, agar satu sama lain dari kami bisa menemani. Begitupun dengan bisnis yang sedang kami pelajari, kami sepakat untuk menjalaninya bersama-sama. Sampai kami pun memiliki plan sendiri dalam pla pengasuhan anak kami nanti, kami sepakat untuk mengasuh anak kami bersama. Kami harus bisa mendapatkan setidaknya masa golden age anak kami. Kalau memang harus mengisi training ke luar kota, anak harus kami ajak. Suami saya bahkan sama sekali tak mau anaknya kelak harus diasuh oleh pengasuh anak atau orang lain. Mungkin akan terkesan sulit, namun bila komitmen telah dibuat tinggal tugas kami untuk bisa mengusahakannya.

Jujur saja, untuk kali ini saja harus berpisah sampe 4 hari lamanya itu membuat kami tidak begitu nyaman. Di malam sebelum suami saya harus berangkat ke Bali itu, kami berdua menangis, saling berpelukan. Rasanya akan berpisah begitu lama. Mungkin terkesan berlebihan, namun itulah kenyataannya. Saat suami saya baru meninggalkan pintu rumah saja, saya langsung ke kamar, lalu menangis di sana. Terbayang saja biasanya selalu ada yang menemani, tiba-tiba jadi harus sendiri, terasa sekali kehilangannya.

Semenjak menikah, saya bahkan tak pernah naik angkutan umum lagi. Suami saya tak pernah mau membiarkan saya kemana-mana sendirian, selama dia bisa dan tidak ada halangan maka akan ia antarkan. Dan empat hari ini saya harus kembali naik angkutan umum lagi, meskipun tak sendiri, karena ada calon bayi kami yang menemani saya. Well, padahal dulu saya begitu mandiri, kemana-mana selalu sendiri, pemberani, nekat, tak manja untuk harus diantar sana sini. Menikah telah benar-benar membuat saya nyaman memiliki sosok pelindung yang siaga kapanpun untuk saya.

Meskipun empat hari ini akan terasa empat bulan lamanya (Lebaynyooo… :p) namun ada hikmah yang bisa saya petik. Bahwa bagaimanapun hidup ini adalah masalah pertanggungjawaban masing-masing. Pasangan hanyalah partner yang Allah beri untuk mempermudah langkah kita dalam petualangan hidup ini. Fokus utama tetaplah pada Allah, jangan sampai kita membuat Allah cemburu bahkan pada pasangan yang telah halal untuk kita. Kalau kita sudah begitu dekat dengan pasangan, belum tentu Allah dekat dengan kita. Namun apalabila kita sudah dekat dengan Allah, Allah juga akan semakin mendekatkan kita dengan pasangan kita. Tugas seorang istri saat suaminya tak ada di rumah adalah menjaga diri, menjaga kehormatan keluarga, mendoakan segala urusan suami. Hmmm… sekarang ini saya harus mendekat sama Allah lebih erat lagi, jangan sampai Allah murka dan kelak di akhirat nanti saya hanya jadi beban untuk 3 lelaki utama di hidup saya; suami, ayah, dan (kelak) anak lelaki saya.

Predikat Ibu Rumah Tangga yang baik adalah momentum teristimewa yang harus diraih setiap wanita. So, keep learning Fu… To be a great muslimah, a great wife, a great housewife, a great husband’s partner, a great mom, just for your Great Allah… :)


Dan untuk mencapainya, saya ingin melakukan segala yang terbaik di hidup saya bersama suami saya tercinta. Up together, Jump together, Fly together, Happily ever after. Bismillah :)



Pilihlah pasangan hidup yang kelak mau saling menghebatkan bersama, bukan mau hebat sendiri saja :)

Kamis, 18 Oktober 2012

Our (Before) Love Story

Originally created by Fu

Bismilahirrahmanrrahim…
Assalamu’alaykum semuanya, afwan kemarin belum sempat posting di sini dikarenakan beberapa hal. Sekarang saya ingin bercerita mengenai kisah hidup saya. Postingan ini sebenarnya request dari beberapa orang, tepatnya hampir semua yang mengenal saya selalu penasaran mengenai kisah ini. Kisah bagaimana seorang Fu bisa bertemu dengan seorang Canun hingga akhirnya menikah. Maka dari itu sekarang ini saya akan ceritakan, mencoba mengingat-ingat kembali bagaimana kisah itu, yang tak akan pernah bisa saya lupakan insyaAllah :)
 
AWAL MULA SALING SAPA

Tak ada kisah yang sempurna, namun setiap kisah selalu istimewa, karena disutradarai sang Maha Sempurna. Maka syukurilah setiap detik kisah hidup kita. –Fu

Tiga tahun yang lalu, tepatnya awal 2010. Seorang Fu tiba-tiba tersangkut di sebuah “notes” di facebook, pemilik notes itu seorang pria, entah itu siapa saat itu saya tidak mengenalnya. Yang saya ingat foto profilenya adalah dia yang sedang dalam pose seperti menulis sesuatu. Saya terkesan pada tulisannya, saat itu yang ia tulis bertema science dan medis yang dikaitkan dengan Islam. Tulisan sederhana itu membuat saya penasaran pada tulisan-tulisan ia yang lain. Saya buka beberapa notesnya, yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk klik “add friend” orang itu. Memang saya tidak terlalu hobby meng-“add friend” di facebook, apalagi itu seorang laki-laki. Harus banyak alasan dan pertimbangan yang membuat saya melakukannya. Tanpa mengingat-ingat siapa orang itu, bahkan namanya saja saya lupa (jeleknya orang visual *alasan :D) saya melupakannya begitu saja.

Tiba-tiba beberapa hari kemudian, pria yang ternyata berkacamata itu menulis wall di facebook saya, kurang lebih begini bunyinya: “Assalamu’alaikum, terima kasih sudah add saya, btw ini siapa ya? :)” Saat itu saya merasa ini orang aneh sekali, soalnya dia orang yang pertama kali di add tapi menyapa duluan. Karena tabu bagi saya untuk menulis di wall pria yang tidak saya kenal, maka saya balas di message fb. La la la, singkat cerita terjadi percakapan antara saya dengannya, mulai dari perkenalan dll. Sampai akhirnya ada yang mengaitkan kami saat itu, yaitu dunia kepenulisan dan penerbitan buku, karena ternyata kami sama-sama suka menulis dan ingin menerbitkan buku.

JUJUR! Gak ada perasaan sama sekali. Lagipula saat saya lihat profile nya sekilas, lihat foto-fotonya juga rasanya tidak ada ketertarikan sama sekali. Hellow!!! Secara dia juga angkatan di bawah saya, saya 2007 dan dia 2008. Usianya pun 1 tahun lebih muda dari saya. Dan saat itu, that’s mean dia itu BUKAN TIPE GUE BANGET :p Anehnya, meskipun itu orang udah jelas-jelas lebih muda 1 tahun dari saya, saya masih aja manggil dia “Akang”, dan dia dengan PeDe nya manggil saya dengan sebutan “Fu” aja. Kalo inget lagi, nyebelin banget tuh orang kan? Kepede-an pisan so’ dewasa :p

Waktu berlalu, komunikasi kami FLAT. Paling suka tag2an notes tulisan2 kami. Saya GAK ADA RASA sama sekali, dan saat itu rasanya tidak berminat untuk tertarik pada brondong (Hahaha…) Dataaaarrr… lagipula saat itu saya lagi suka sama yang lain :p Yaps, meskipun saya belum pernah pacaran, saya juga tidak memungkiri bahwa saya pernah merasakan fitrah yang Allah beri, tertarik pada lawan jenis, meskipun seringkali menjadikan saya hanya menjadi secret admirer alias pengagum rahasia, yang berakibat membuat saya patah hati berkali-kali. Misal: orang yang saya suka malah pacaran sama sahabat saya sendiri, atau orang yang saya suka jelas-jelas gak tertarik sama saya, atau orang yang saya suka jelas-jelas tidak mengenal saya, atau orang yang saya suka hanya menjadikan saya cadangan, atau orang yang saya suka menganggap saya adik/saudara, atau orang pernah saya suka akhirnya menikah dengan kakak tingkat saya lalu saya jadi pager ayu nya saat menikah (yang ini ikhlas kok :D), atau orang yang saya suka udah jelas-jelas punya calon, atau orang yang saya suka lalu meninggalkan saya menikah (karena saya nya juga gak pernah bilang suka :D *salahloesendiri)

Saya mengategorikan perasaan tertarik pada seorang pria pada level “suka”, bagi saya rasa “Cinta” dan “Sayang” itu teralu tinggi, terlalu suci, dan itu hanya akan saya persembahkan untuk seorang pria yang Allah halalkan menjadi qawam saya. Bagi saya, “Cinta” pada lawan jenis itu bukan hanya persoalan seberapa kita “memberi”, namun juga persoalan seberapa kita “saling memberi” dan diRidhai Sang pemilik rasa. Maka dari itu, entah sejak kapan bermula, saya berprinsip untuk tidak akan memberikan cinta saya pada pria lain selain suami saya saja.

PERISTIWA YANG MENGUBAH HIDUP SAYA

Jodoh itu sesungguhnya begitu dekat, bahkan kita dan jodoh kita berada pada circle yang sama. Hanya saja, prasangka-prasangka, perasaan-perasaan yang tak seharusnya, dan fokus kita pada orang lain yang telah menghijabi kesadaran kita akan kehadirannya. –Fu

Kurang lebih satu tahun setengah saya menjadi secret admirer seseorang sejak 2010, tentunya bukan pada si pria pengirim wall itu. Saya menjadi pengagum rahasia ia yang membuat saya belajar membuat puisi. Sebenarnya saya sudah menganggapnya sebagai seorang kakak, tanpa pernah bertemu sama sekali, karena kami saling mengenal via dunia maya. Saya juga tak mengerti, kenapa saya bisa suka sama seseorang yang bahkan tak pernah saya temui, ah, Alllah itu kan pemilik segala rasa, ia berkuasa untuk memberi “fitrah” bahkan pada mata yang tak pernah bersua. Ya, saya mengagumnya hingga peristiwa itu, peristiwa dimana ternyata ia akan menikah. Tahukah bagaimana rasanya memendam perasaan begitu lamanya hingga satu tahun setengah lalu ternyata tak bersambut? Hati saya saat itu patah sepatah –patahnya. Meskipun telah beberapa kali patah hati, namun yang saat itu sangat berbeda rasanya. Patah hati di saat saya justru sudah merasa siap untuk menikah, di saat orientasi suka saya bukan sekadar fitrah saja, namun sudah mengharapkan sebuah pernikahan.

Patah hati saat itu membuat saya begitu remuk, hingga semangat hidup saya begitu redup, hingga saya sempat merasa tidak tahu arah hidup saya akan kemana. Saya mengalami tekanan luar biasa, galau kronis (lebay) yang membuat saya terus menerus menangis di klinik seharian, menangis sambil meratapi lagu-lagu galau, dan yang saat itu menjadi favorit saya adalah lagu “Pemilik Hati-Armada”. Di saat sedang merasa begitu sakit hati itu, di suatu malam selepas tahajud saya berdoa :

“Ya Allah, saya sudah merasakan sakitnya patah hati berkali-kali, dan itu sakit sekali rasanya ya Allah. Saya sudah tidak mau lagi merasakan patah hati ya Allah, maka dari itu, bila pun saya harus jatuh cinta lagi, jatuh cintakanlah saya hanya pada jodoh saya saja.”

Dengan bulir air mata saat itu, saya yakin Allah mendengar doa saya. Saya yakin Allah akan menguatkan saya. Allah telah menampar saya, bahwa selama ini saya terlalu berfokus pada perasaan-perasaan semua. Boleh jadi Allah cemburu pada saya, Allah ingin menyadarkan saya untuk berfokus pada-Nya, karena boleh jadi perasaan-perasaan semua itu yang telah menghijabi antara saya dan diriNya, hingga menghijabi saya dan jodoh saya. Ya, Allah sayang sama saya, Allah tak mungkin menelantarkan hamba-Nya, bahkan di saat niat saya saat itu ingin sekali untuk segera menyempurnakan separuh agama. Maka, saya putuskan untuk healing hati, pikiran dan diri saya. Saya harus sembuh dari keterpurukan yang tidak seharusnya ini. Saya harus bangkit. Untuk mengatasi hal tersebut, saya memutuskan cuti 1 bulan dari klinik, untuk ikut penelitian menjadi surveyor bersama FK UGM. Saya jalan-jalan ke beberapa tempat, bertemu banyak orang baru, menemukan berbagai pengalaman baru. Maksud saya untuk setidaknya melupakan sejenak kesedihan saya itu ternyata berhasil. Kurang lebih 2 bulan saya seperti menghilang dari dunia maya. Banyak orang yang menanyakan kabar saya, merindukan tulisan-tulisan saya, merindukan sapaan saya di status, dll. Namun, saya ingin sembuh dulu, agar saya pun bisa menyapa mereka yang mencintai saya dalam kondisi “sehat”.


HABIS GELAP TERBITLAH TERANG


Allah membuat skenario kebahagiaan seterang mentari, juga membuatkan skenario kesedihan sederas hujan, untuk membuat episode kehidupan kita berwarna seceria pelangi. -Fu
Kurang lebih 2 bulan lamanya, saya menjalani proses meditasi (Halah…!). Memang belum sembuh benar, karena saya belum sepenuhnya melupakan peristiwa patah hati yang paling menyakitkan itu. Saya tidak menyalahkan orangnya, yang justru saya sesalkan adalah diri saya sendiri, kesalahan-kesalahan yang saya buat. Namun saya mensyukurinya, karena bagaimanapun ini adalah scenario indah yang Allah berikan untuk saya, bagaimanapun ada seorang Fu yang seperti sekarang, karena pernah juga mengenal orang-orang yang membuat patah hati itu. Seringkali kita harus bertemu dengan orang yang salah terlebih dahulu, sebelum Allah pertemukan dengan orang yang tepat.

Kita memang bisa memaafkan kesalahan orang lain, namun terkadang kita sulit untuk memaafkan diri kita sendiri, dan yang lebih sulit lagi adalah melupakan peristiwa yang membuat kita sakit hati itu. Maaf itu bisa diatur, namun kenangan tak kan pernah bisa terkubur. Namun, itu saat saya kan sudah janji pada diri saya sendiri kalau saya akan bangkit, masa depan telah menanti, dan kecerahannya bergantung pada keputusan saya saat ini. Maka saya mulai menyibukkan diri dengan menulis, silaturahmi dengan banyak orang, membaca buku, giat melayani pasien-pasien saya di klinik dll. Saya merasa begitu bersyukur, karena justru dunia saya begitu berwarna, Allah begitu baik pada saya.

Hingga suatu sore, saat itu akhir Mei 2011, tiba-tiba saya terlibat percakapan di yahoo messenger entah awalnya bagaimana, dengan si pria yang menyapa saya di wall. Sama-sama suka buku, sama-sama suka menulis, sama-sama haus ilmu, entah kenapa membuat kami begitu nyaman, hingga saya menganggapnya teman saya. Ah, saat itu tak terpikir aneh-aneh, hati saya juga masih belum mau buka hati. So, dikusi yang terlibat antar kami mulai dari buku, sains, islam, dunia tulis menulis, saya anggap sebagai percakapan professional antar teman.

Hingga saat itu, tepat 4 Juni 2011, Salman ITB menjadi pertemuan pertama kami. Saat itu ada acara bedah buku yang pembicaranya adalah penulis favorit kami, yaitu Tasaro GK (Penulis buku Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan). Tidak pernah janjian, bahkan tidak tahu menahu seperti apa wujud seorang pria berkacamata itu (Gak hobi ngubek-ngubek profile orang, kecuali yang disuka :p hahay), maka saya juga tak menyangka bisa bertemu orang yang selama ini hanya terlibat chat di YM itu. Waktu itu saya datang ke acara itu bersama sahabat dekat saya, Ufa namanya. Dialah yang menjadi saksi pertama pertemuan kami. Saya yang memakai pakaian dengan nuansa serba coklat tua, dan ia yang memakai baju koko dan celana serba hitam, akhirnya beradu pandang pertama kalinya.

Meskipun sebelumnya pernah suka pada beberapa pria, pernah bertemu dengan beberapa pria, namun entah kenapa waktu itu pertama kalinya saya bertemu pria yang baru saya kenal, dengan dada begitu berdebar. Saya mencoba bersikap biasa, just say hay, dan terlibat percakapan ditengah keramaian suasana mesjid salman, bersama ditemani sahabat saya. Entah kenapa saat itu pula, yang pertama saya lakukan adalah berdoa pada Allah “Ya Allah, saya takut jatuh cinta pada orang ini.”

Kisah saya yang begitu rumit, seringnya patah hati, membuat saya cukup berhati-hati saat itu, karena tidak mau lagi salah jalan. Saya dan pria itu laiknya sebagai teman, ditambah lagi akhirnya kami sering dipertemukan di komunitas muslim muda yang kami ikuti. MYELIn, Moslem Youth for Lovely Indonesia, komunitas itu menjadi salah satu tempat kami bertumbuh dan berkembang bersama, melalui pengajian rutin yang dilakukan setiap minggunya. Sejak dulu berteman di fb, profesinya yang seorang trainer memang membuat dia sering promosi training ini itu pada saya. Salah satunya adalah training komunitasnya, yang dipimpin Kang Harry Firmansyah R, ya acara MYELIn itu.

MELURUSKAN NIAT
Singkat cerita selama proses pertemanan kami memang terasa ada sesuatu yang berbeda, saya juga merasa aneh entah itu apa. Awalnya saya tidak begitu  menyadari, karena bahkan saya tipe orang yang supel dalam berteman, saya berteman dengan banyak pria termasuk di komunitas kami. Dalam prosesnya juga ternyata tak semulus seperti cerita dongeng, karena banyak air mata dan tangis yang mengiringi. Saya hampir juga patah hati oleh pria itu. Saya tak bisa menceritakannya, intinya : Sebelum seorang pria menikah, terkadang ia memiliki beberapa pilihan wanita, karena seorang pria hanya akan utuh mencintai seorang wanita yang menjadi istrinya saja.

Jujur saat itu saya juga akhirnya sadar memiliki “rasa” padanya, namun karena pengalaman sebelum-sebelumnya saya sudah lebih kuat menghadapi apapun yang terjadi. Saya tak mau menyerahkan semua rasa saya. Sebelum menikah, jangan memberi perasaan 100% pada orang yang kita suka, suka lah sewajarnya, kaffahkan perasaan saat ia memang telah fix menjadi orang yang halal untuk kita cinta.

Saat itu saya tak mau lagi membuat Allah murka. Setelah merasa ada sesuatu yang tumbuh belum pada tempatnya di hati kami, saya menyerahkan prosesnya pada Teteh angkat saya. Saya bukan tipe orang yang setuju dengan perjodohan murabbi atau guru ngaji saya, lagipula guru ngaji saya saat itu juga cukup bijak karena mengetahui proses yang saya lakukan itu dengan teman satu komunitas saya. Saya lebih menyerahkan urusan izin untuk menikah pada orang tua saya, karena orang tua lah yang lebih berhak terhadap diri saya.

Saat itu niat saya adalah menikah, that’s mean  saya menanti jodoh saya. Kalaupun saya tidak jadi menikah dengan pria wall itu, itu berarti dia bukan jodoh saya. Simpel! Meskipun jujur tetap saja ada air mata, namun saya tak mau terlalu ribet lagi, tidak mau menyusahkan diri saya. Terlebih saya juga tak mau membuat Allah murka dan rasul menitikkan air mata dengan berbuat hal yang tidak seharusnya. Niat menikah haruslah karena ibadah, haruslah karena Allah, haruslah karena ingin mengikuti sunnah rasulullah. Dengan segala liku yang terjadi, Allah menyadarkan saya agar niat menikah saya tidak karena cinta pada makhluk-Nya. Allah begitu menyayangi saya dengan tak membuat saya terlena akan rasa-rasa semu lagi. Allah tak mau saya menuhankan manusia yang membuat saya bisa melupakan kehendak-kehendakNya.

ALLAH’s SIGN

Tidakkah kita menyadari, bahwa dalam setiap skenario hidup Allah tak menelantarkan kita dengan teka-teki tanpa petunjuknya, Dia hadirkan sinyal-sinyal cinta-Nya untuk menghantarkan keyakinan dalam setiap hal yang kita putuskan. -Fu

Dengan airmata, doa, perenungan hingga konflik luar biasa yang telah ditempuh. Dengan shalat-shalat sunnah yang tak pernah lepas, dengan tilawah ayat-ayat cinta Allah yang dirutinkan, dengan amal ibadah yang terhantur untuk Allahu Rabbi, saya yakin bahwa si pria wall itu adalah jodoh saya.

Sempat dianjurkan oleh pihak kedua orang tua untuk pacaran dulu, sempat dicurigai ‘kecelakaan’ karena ingin segera menikah, sempat dicurigai ikut aliran sesat. Tak membuat niat kami menikah pudar, malah justru semakin kuat. Saya dan dia merasa bahwa niat kami ini adalah kebaikan, dan menyegerakan kebaikan adalah kewajiban, terlebih urusan menikah yang termasuk ibadah maghdah. Bahkan kami merasa perkenalan kami yang dianggap terlalu singkat ini sudah cukup lama, karena kami sama-sama berprinsip kalau pernikahan bukanlah akhir dari sebuah perkenalan, melainkan awal dari perkenalan sebenarnya.

Waktu itu saya bilang sama pria wall itu, kalau memang serius untuk menikahi saya, datanglah langsung kepada orang tua saya. Saya tak mau membuang-buang waktu dengan orang yang tak serius, karena saya hanya akan mencintai orang yang berniat serius mencintai saya dengan memuliakan saya melalui pernikahan.

Entah kenapa selama proses dengannya, saya menyadari banyak sekali Allah’sign yang saya terima. Allah memberi banyak tanda dan sinyal yang semakin meyakinkan saya bahwa dia adalah jodoh saya :
1.    He is my prince
Secara tidak langsung, tanpa saya sadar ternyata pria wall itu merangkum sosok calon suami yang saya impikan selama ini. Sekitar 2 tahun yang lalu saya pernah membuat novel (belum terbit) yang tokoh utamanya bernama “Fathir”, kata sahabat saya yang membacanya sosok Fathir itu seperti gambaran kriteria “Fu Banget”. Fathir adalah seorang mahasiswa kedokteran, tubuhnya tinggi, berkacamata, suka menulis dan akan menerbitkan buku, setia, dll. JLEB! Saya tak pungkiri kalau itu ada si pria wall banget.

2.    Doa saya terkabul
Masih ingat kan doa saya saat terakhir kalinya patah hati? “Ya Allah, saya sudah merasakan sakitnya patah hati berkali-kali, dan itu sakit sekali rasanya ya Allah. Saya sudah tidak mau lagi merasakan patah hati ya Allah, maka dari itu, bila pun saya harus jatuh cinta lagi, jatuh cintakanlah saya hanya pada jodoh saya saja.”
Setelah patah hati itu saya Allah dekatkan dengannya. Dan dialah pria yang pertama kali membuat saya berdebar-debar tak karuan, hingga saya keceplosan berdoa pada Allah “Ya Allah, saya takut jatuh cinta pada orang ini.” JLEB! Allah kabulkan doa saya justru dengan orang ini.

3.    Prinsip saya terealisasi
Saya dari dulu berazzam pada Allah dan diri saya sendiri, bahwa pria pertama yang menghadap orang tua saya, pria pertama yang menginjak rumah saya, hanyalah ia yang tertakdir untuk saya. Dan keberanian itu hanya dimiliki oleh si pria wall  yang berani datang ke rumah saya, pria asing pertama yang menginjakkan diri di rumah saya, meminta ayah saya untuk menikahkannya dengan saya. Akhir Desember itu menjad momen yang tak terlupakan, melihat haru kedua orang tua saya yang untuk pertama kalinya didatangi seorang pria, yang langsung serius untuk menikahi anaknya. JLEB! Ayah merestui pria yang bahkan tak ia kenal sebelumnya.

4.    Allah mempermudah
Segala rintangan yang mnghadang, sempat ada kesalahpahaman, sempata ada beda pendapat dengan orang tua, dan berbagai problema lain ternyata bisa diatasi dengan mudah. Meskipun saat itu semakin sini semakin berat rasanya, namun Allah pun memberi solusi yang lebih luar biasa lagi. Doa saya hanya satu: “Ya Allah, kalau dia memang benar jodoh yang Engkau takdirkan untukku, maka permudahlah segalanya, namun bilapun bukan, akhiri proses kami baik-baik, dan sabarkan hati kami berdua.” Januari pertemuan dua keluarga, februari proses negosiasi untuk kesepakatan waktu menikah, awal maret “lamaran” dua keluarga, awal april kami menikah. JLEB! Allah mudahkan segala prosesnya Alhamdulillah…

Banyak sekali Allah’s sign lainnya, yang semakin meyakinkan saya bahwa dia adalah jodoh saya, si pria wall yang usianya lebih muda 10 bulan dari saya, namun kedewasaannya jauh sekali melebihi saya dan orang seumurannya. Si pria wall yang sekarang membuat saya semakin cinta setiap harinya. Dan dia adalah seorang Ikhsanun Kamil Pratama. :)

Hamdallah segala puji bagi-Nya. Inilah kisah saya, bagaimana denganmu? Sudahkah menyadari Allah’s sign yang dihantarkan untukmu? Bagi yang sudah menikah semoga sakinah mawaddah warahmah. Bagi yang belum menikah, semoga Allah permudah untuk segera menujunya. :)
 


Selasa, 16 Oktober 2012

Menikahlah Bukan Karena Masa Lalu

Originally created by Fu

Banyak orang yang bertanya pada saya, kenapa saya bersedia menikah dengan seorang Ikhsanun Kamil Pratama. Katanya, kenapa saya yang tidak pernah pacaran sama sekali mau menikah dengan orang yang pernah pacaran berkali-kali seperti dia. Katanya, mengecewakan sekali saya yang bisa menjaga diri dari hal yang Allah larang itu, namun mau menikah dengan orang yang justru pernah melakukan hal tersebut. Katanya inilah, itulah. Mereka bertanya kenapa rasanya tidak sekufu atau apalah pandangannya.

Saya hanya tersenyum menanggapinya, kemudian hanya akan berkomentar bahwa saya tak pernah merasa salah menikah dengannya, menikah dengan lelaki paling baik yang pernah saya temui. Rasanya sombong sekali bila menyesalinya, karena hal ini sudah menjadi takdir dan kehendak Allah SWT.

Bagi saya, masa lalu setiap orang tak pernah menjadi patokan yang utama. Setiap orang berhak untuk memiliki masa lalu yang buruk, namun setiap orang juga berhak memiliki kesempatan untuk memperbaikinya. Setiap orang berhak memiliki masa kini yang  lebih baik dan masa depan yang lebih baik lagi, dibanding masa lalunya, karena memang itu adalah suatu keharusan.

Dari dulu saya paling tidak suka “judgemental” pada orang, apalagi bila saya belum mengenalnya. Maka meskipun dari dulu prinsip saya tidak mau pacaran, saya tidak mau untuk merendahkan orang-orang yang memang berprinsip seperti itu. Bahkan saya dekat dengan mereka, banyak teman saya yang pacaran namun justru sering curhat sama saya perihal hubungan mereka. Lucu memang, orang yang tidak pernah pacaran sama sekali sering jadi tempat konsultasi banyak orang perihal seperti itu. Bagi saya, hanya ada satu Dzat yang berhak menghakimi apakah seseorang shaleh/shalehah, apakah dia lebih baik atau tidak satu sama lain, yaitu Allah SWT. Saya tidak boleh merasa diri saya lebih baik dari orang lain sedikitpun, padahal boleh jadi dosa-dosa saya jauh lebih besar dibanding mereka yang dianggap tidak shaleh/shaleha.

Rasanya predikat shaleh/shaleha yang dicap manusia itu justru menjadikan suatu beban, karena toh predikat itu sebenarnya didapat saat kelak di akhirat, saat kita bisa bertemu dengan Tuhan dan Rasul kita. So, jangan salahkan orang yang pacaran bila kita sendiri hanya berdiam diri, jangan merasa lebih baik dari mereka, karena boleh jadi amalan wajib dan sunnah kita tak pernah lebih baik dari mereka. Boleh jadi kita memiliki banyak lumbung dosa yang lain dibanding mereka. Teman seperti itu perlu dirangkul, bukan untuk dihakimi, karena boleh jadi mereka masih melakukan hal tersebut karena mereka tak tahu, ya karena mereka tak tahu, dan tugas kita sebagai orang terdekat yang mengingatkan.

Menikah itu bukan mempermasalahkan seberapa buruk masa lalu seseorang, namun seberapa banyak ia belajar dari masa lalunya, mengambil hikmah dari masa lalunya, yang menjadikan pribadi masa kini yang lebih baik. Menikah itu masalah seberapa kuat dan yakin seseorang untuk mengukir masa depan yang lebih baik, bersama pasangan yang Tuhan takdirkan untuknya.

Dulu sebelum menikah, suami saya seringkali merasa ia tak pantas dengan saya, katanya : “Kalau dosa beraroma, maka kau tak akan mau menikah denganku.” Kemudian saya juga jawab : “Dan kalau memang dosa beraroma, maka kamu pun lebih tak mau menikah denganku.” Saat itu ia kemudian menitikkan air matanya. No! saya tidak mau merasa bahwa diri saya begitu suci dengan tidak pernah pacaran, bahwa saya harus menikah dengan orang yang tidak pacaran juga. Sungguh terlalu dangkal apabila pemahaman keadilan manusia yang jadi patokan, karena terkadang keadilan Tuhan itu bahkan tak bisa dicapai nalar manusia, bahkan keadilan Tuhan seringkali dianggap suatu ketidakadilan bagi manusia. Nah, boleh jadi mungkin suami saya memiliki dosanya yang pernah pacaran, namun itu telah terhapus dengan segala amalan baiknya, taubat nasuha yang ia lakukan. Boleh jadi juga, meskipun tak pacaran namun dosa saya berlumur dari ranah-ranah lain, yang terkesan tak terlihat, karena hanya diri saya sendiri dan Allah yang mengetahuinya.

Ah, saya hanya terlihat begitu baik karena Allah yang telah menutupi aib-aib saya. Allah yang Maha Baik yang masih menjaga kehormatan dan harga diri saya di depan orang lain. Bila Allah berkenan, sangat mudah baginya untuk membongkar seluruh aib dan dosa saya selama ini. Saya menikah dengan seorang Ikhsanun Kamil Pratama, karena Allah yang memantaskan kami untuk saling menjadi cermin, saling melengkapi untuk memperbaiki diri. Maka, untukmu yang akan menyempurnakan separuh agama, menikahlah bukan karena masa lalu yang jadi patokan utama, namun menikahlah dengan ia yang mampu mengambil hikmah untuk memantaskan diri di hadapan-Nya, menjadi pribadi yang lebih baik, di saat ini dan seterusnya. Menikahlah dengan ia yang mau bergerak bersama menuju perbaikan tanpa henti, hanya demi ridha Illahi rabbi.
Masa lalu adalah suatu pembelajaran, masa kini adalah kehidupan, dan masa depan adalah harapan. Nikmati dan syukuri setiap prosesnya. Wallahualam :)

Menikahlah bukan karena masa lalu, namun menikahlah karena Allah sang pemilik masa :) 
Bandung, 16 Oktober 2012

Senin, 08 Oktober 2012

A Letter for My Husband, Ayabi :)

: untuk Ayabi

Assalamu’alaikum wr wb

Apa kabar Yabi? Tak apa kan bila kutanya kabarmu, sayang? Meski baru dalam hitungan detik, menit dan jam yang belumlah seberapa raga kita tak bersapa. Namun rinduku padamu tak kan pernah sirna; ia siap mengejawantah di hatiku, meski baru kau tinggal dalam hitungan detik saja. Tak kuhantar cinta untukmu, karena ia senantiasa mengalir tanpa henti dari hatiku, tanpa harus diperintah sama sekali. Tak lah apa, bila ia tak sebanding dengan cinta-Nya, yang bahkan setetes saja berwujud nikmat tak hingga, melebihi nikmat kautsar yang belum kita rasa. Tak lah apa, kan sayang? Karena cinta bagiku telah menjelma menjadi semua tentangmu, dalam pendaran cahaya-cahaya yang bertahta di hatiku, karena-Nya, Tuhan kita yang menyeluruh Maha.

Entah mengapa ini menjadi surat tersulit yang pernah kutulis, tak seperti sebelumnya saat aku belum mengetahui siapa keberadaanmu sebenarnya, kata-kata mengalir begitu saja, berbeda dengan sekarang, sayang; karena bahkan aku tak mampu mengatur rima jentik jemari sembari menghapus tetes air mataku yang turut mengiringi. Betapa rangkai aksara tak mampu menampung bertumpah cinta yang mengalir untukmu.

Yabi tersayang, hari ini tepat 6 bulan dari peristiwa dimana kau telah berikrar pada Tuhan kita, bertutur pada semesta hingga mengguncang Arsy-Nya, bahwa kau menjadikanku bidadari bumi yang akan menemanimu; menetapkan atas titah sang Maha bahwa aku adalah pasangan yang memang tertakdir untukmu. Segala puji bagi-Nya, Allah yang Maha suci telah mempermudah proses yang selama ini kita jalani, dalam kesabaran yang seringkali membuat kita melelah keringat dengan haru yang mendalam, dalam ketaatan yang meliputi yakin bahwa Tuhan akan mempersatukan hati kita tepat pada waktunya. Masih terekam hangat dalam memoriku, saat kemarin itu, di mana pertama kalinya kening ini dikecup, oleh seorang pria yang memiliki senyum tersumringah di hari itu, yaitu dirimu.

Mungkin terasa janggal saat orang-orang mengira usia pernikahan kita masihlah ranum, sementara kita berdua sepakat bahwa hitungan 1 bulan seperti 1 tahun rasanya, hitungan 2 bulan seperti 2 tahun rasanya, dan pada bulan ini di hitungan 6 bulan, terasa sudah 6 tahun aku menjadi seorang isteri dari suami terbaik sedunia. Iya Yabi, rasanya tak berlebihan aku berkata begitu, karena memang itulah yang aku rasakan.

Rasanya air mata papa yang menetes saat harus melepas anak perempuan pertamanya tak pernah sia-sia, karena ia telah menitipkanku pada pria yang paling tepat. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu sabar menghadapi aku, mendengar setiap keluhku, bahkan tak pernah sekalipun kau membentak untuk memarahiku. Tak pernah aku temukan sebelumnya sosok pria yang begitu lembut memperlakukan istrinya, penuh cinta; bahkan itu terlihat hanya dari binar matanya, dari lembut tatapanmu yang merona.

Membayangkan untuk mendapat suami dengan sosok sempurna sepertimu saja aku tak pernah, Yabi; dengan segala kekuranganku yang kau tahu tak mampu dihitung satu persatu. Aku hanya ingat bahwa aku selalu berdoa: “Ya Allah, berilah hamba sosok suami yang bisa membimbing hamba untuk semakin mencintai-Mu.” Kemudian Allah memberiku dirimu, yang sangat melebihi ekspektasiku. Perkenalan kita yang memang tak lah lama menguatkan prinsip kita bersama, bahwa pernikahan merupakan awal dari perkenalan sebenarnya.

Semakin mengenalmu hari-hari ini semakin berwarna ceria, rasanya dunia begitu lebih indah; melalui cerita-ceritamu tentang ilmu sains Sang Maha, melalui buku-buku yang kau rekomendasikan untuk kubaca, melalui kemanjaanmu yang selalu saja membuatku gemas dibuatnya, juga melalui air mata kita yang tumpah bersama selepas kejatuhan sujud kita.

Senja semakin memesona saat setiap sore kita syukuri tak hanya berdua, melainkan bersama calon buah hati kita; yang selalu kau kecup melalui perutku, yang selalu kau ajak berbincang dan tertawa, yang begitu kau khawatirkan keberadaan pertumbuhan dan perkembangannya. Ah, yabi, di usiamu yang masih begitu muda, kau telah menjelma sosok pria yang sempurna; suami yang memperoleh cinta utuh dari isterinya, dan (calon) ayah yang menghantari cinta menyeluruh pada anaknya.

Kata-kata tak cukup mendeskripsikan tentang kita, namun biarlah aku mencoba menyulamnya sedikit saja, agar sejarah setidaknya tahu bahwa pernah ada sulaman cinta yang ikatan benangnya begitu erat, antara seorang aku dengan dirimu, my lovely husband.

6 bulan berlalu rasanya sudah 6 tahun bersamamu, Ayabi.
_Bundami

6Okt'12



: the first time when a man touch me

Kamu, ah aku cinta!

Originally created by Fu

Kamu, berkilau dalam gelap yg menyelimuti hingga ratusan hari. Sementara aku menikmati mentari dengan sembunyi-sembunyi, sedikit enggan menjadikannya puisi lagi.

Kamu, berjelaga dalam ruang sempit sesak udara tak berjendela. Sementara aku menghela banyak udara tanpa makna, tak lagi menjadikannya diksi yang istimewa.

Kamu, bernyanyi dalam desiran bebunyi yg bernadi. Sementara aku mengacuhkan nada cinta yang sulit kumengerti, seringkali menyerah untuk menjadikannya prosa yang memelodi.

Kamu, serumit apapun aku mendefinisikan keberadaanmu yang masih rahasia, kau tetap yang istimewa, seistimewa ayabimu, ikhsanun kamil pratama.

Kamu, ah, aku cinta.

Bandung, 25 Sept 2012

Ah, Cinta lagi!

Originally created by Fu

Berderap aku melangkah dalam setiap tawa yang menjajah dunia, dalam setiap bahagia yang menyayat jiwa, dalam setiap bisik yang terlontar dari bibir-bibir palsu penghantar cinta; katanya, hidup hanyalah setitik elegi yang tak lah sebanding dengan alam baka nanti, sementara kehidupan sendiri yang telah membuatkan mereka berbagai wajah serupa; agar setia mencintanya, terlena dalam api-api berbau surga.

Berderai aku dalam setiap sujud yang penuh pinta khusyu', dalam sedih yang melantun lagu, dalam pasrah yang memaksa diri tak lagi mampu; katanya, mati itu hanya berupa perdebatan sekarat ataukah nikmat, sementara memori tentangnya telah membuat setiap mereka bertopeng melupa dunia; agar terkesan mempersiapkannya, terarah pada jalan-jalan kanan yang menyimpang kiri pada akhirnya.

Tuhan, ajari kami; apa itu tawa dan tangis sesungguhnya, bukan karena mati apalagi dunia!

Ah, keduanya Cinta pada fitrahnya!

Bandung, 13Juli 2012