Sabtu, 05 Maret 2011

Dreamer dan Pangerannya

Originally created by Fu

Saya pemimpi. Saya pengkhayal. Tidak apa-apalah kalau orang bilang begitu. Dalam hal “cenat-cenut” pun, keidealisan saya tetap saja ter-isme-i oleh sifat saya tersebut. Ya, entah kenapa sejak kecil sampai sekarang, saya termasuk “dream story holic”. Di usia saya yang hampir mau “kembar isnen” ini, saya masih saja suka sama hal-hal berbau “impossible story”, entah itu film, buku, atau yang lainnya. Ya, pokoknya cerita-cerita yang kata orang sunda nya mah “bohong pisan alias gak mungkin”. Tapi, tetap saja tersembunyi di belahan otak saya bahwa, “mungkin saja di belahan dunia lain ada yang benar-benar mengalami hal itu.”

Saya sangat suka cerita-cerita dari negeri dongeng. Waktu kecil saya punya hobi membaca majalah Bobo, dan pasti bisa ditebak bahwa selain rubrik “Iseng-iseng” yang amat saya gandrungi, cerita Nirmala adalah rubrik lain yang saya suka, di samping Bona si gajah kecil (Kok jadi cerita majalah Bobo ya?). Tentu waktu kecil saya berkhayal bahwa, “andai saja saya cantik, menjadi peri dan punya tongkat seperti Nirmala.” (Ahh... dasar anak-anak... ;p) Sejak kecil pula saya menyukai cerita seperti Cinderella, Snow white, Sleeping beauty, dan yang sejenisnya. Berpuluh bahkan mungkin beratus kali cerita tersebut dengan versi berbeda, entah itu kartun atau manusia nyata, pasti saja saya tonton atau saya baca. Padahal saya sudah tahu bahwa endingnya akan sama saja, yaitu “and they life happily ever after....

Menjelang dewasa, kebiasaan saya itu tetap tidak berubah. Saya masih menyukai cerita-cerita seperti itu. Apalagi sejak Barbie versi 3D ditayangkan, dengan cerita yang beragam, mulai dari ia yang kembar, menjadi putri, menjadi peri, atau bahkan menjadi penari balet. Semuanya saya sukai. Mau diputar berapa kalipun pasti saja saya menontonnya (Aneh ya?), dan selalu saja tetap merasa penasaran, ikutan khawatir, sampai ikut bahagia. (Kronis!). Rafunzel adalah salah satu “dream story” favorit saya, apakah itu karena efek animasi, ditambah jenis cerita, juga pemaduan warna-warninya yang saya suka.

Dan sekarang, cerita-cerita sejenis yang lebih modern pun tetap saya suka. (Kecuali sinetron yang dibuat-buat dan aneh!). Terutama di film (I’m movie holic, ;p) saya suka mulai dari ceritera film-film India yang selalu saja cinta segitiga atau terhalang orang tua, film princess baik itu versi kartun dan real seperti prince diary, hulk, and the others, film-film bermata sipit (alah...) mulai dari versi meteor garden yang booming, princess hour, sampe BBF. Bahkan yang versi “cinta cenat-cenut”-nya Indonesia pun tetep saya tonton karena penasaran, padahal udah tahu jalan cerita kayak gimana. (Cuma suka Bisma-nya, ;p).

So, apakah saya mengkhayalkan menjadi pemeran wanita yang kebanyakan dari kalangan biasa, lalu beruntung bisa dicintai yang tampan, kaya, juga baik hati? Oh! No! That was just a dream! Dan akan berhenti cukup di daerah khayal otak. Saya lebih suka memodifikasi berbagai cerita-cerita yang telah saya tonton atau baca itu, menjadi “versi” saya. (Maksa mode : on) Jadi, saya senang membuang bagian-bagian yang 99,99% impossible-nya, mengambil makna yang baiknya, dan menikmati kesan bahagia dan sedih dari alur ceritanya. (I’m sanguin, sisi melan hanya muncul saat bercinta sama Allah, nonton film [terutama India, PLAK!], juga kalau udah berurusan sama cenat-cenut, hufft..)

Mengenai pangeran tampan? Oh, itu hanya keberuntungan. Saya selalu menerapkan “lakukan sebagaimana kau ingin diperlakukan orang lain”. Jadi, karena saya tidak mau dinilai orang secara fisik saja, maka saya berusaha untuk tidak mau menilai orang dari segi fisik. Jadilah saya sering dibilang punya selera aneh, hanya karena jarang mengangguk saat temen cewek saya nanya, “Ganteng yah?”. Biasa saja, dengan wajah datar. Yang ganteng itu yang tatapannya menundukkan, senyumannya meneduhkan, perilakunya sungkan dan sopan. (Just on my mind! So... sangat teramat banyak faktor, kecuali kalau saya udah neliti wajahnya dari jarak dekat, kalau perlu pake LUP, alaahhh...). Dan The most handsome man bagi saya adalah hanya Aa ganteng yang halal setiap hari saya tatap kelak. (Beuh, jeplak!)  Jadi, para CIA alias Cowok Idaman Akhwat yang biasanya diteriaki, jarang sekali menarik hati saya. (Haha... so’ jual mahal kamu, Fu! PLAK!) Sok lah, saya terima kalau bisa ngejamin ntar udah tua-nya turgor kulit tak melambat, wajah tak keriput, dan rambut tak beruban, baru saya meng-iyakan.

Mengenai pangeran kaya? Oh, itu mah rezeki dari Allah aja, yang menginspirasi pembuat cerita untuk menghadirkan tokoh itu. Saya selalu menancapkan kuat di pikiran saya bahwa “Allah tidak akan merubah keadaan seseorang bila tidak ia yang berusaha sendiri”. So, semua sangat bisa diusahakan. Allah itu Maha kaya, jadi tinggal minta sama Allah dengan banyak ikhtiar, doa, lalu tawakkal. Jadi saya sering heran sama temen-temen saya dulu yang menetapkan standar pacar dan calon suami yang minimal punya motor, bahkan ada yang harus punya mobil. Ya, gak apa-apa sih kalau hasil jerih payah sendiri, lha kalau harta orang tua? Hmm... mikir-mikir lagi deh. Ah, kalau ada pangeran kaya tertarik sama saya (ngimpi!) sekalian aja saya bilang, “saya mah pengen pegasus ajah atau buroq!”, kalau dia gak bisa juga, saya akan ringankan dengan : “coba saya lihat darahnya setetes saja, biru nggak?”.

Mengenai pangeran cerdas? Ilmu itu kepunyaan Allah, bisa Allah beri sekehendak-Nya. Bisa dicari juga dipelajari. Lagipula bukankah proses pembelajaran itu terjadi seumur hidup? Karena kewajiban menuntut ilmu itu harus sampai liang lahat. Jadi, mau mengaku segenius apapun tapi tak mengaplikasikan ilmu padi, maka jelas-jelas lewaaaaaatt (Beuh... laganya...!) Ya karena Einstein yang katanya manusia tergenius saja katanya cuma memakai kurang lebih 4-5% kapasitas otaknya, so emangnya kamu berapa? Jelaslah kalau ada yang cuma bangga-banggain gelar saja dan merasa paling pintar, maka saya akan bilang, “Bisa gak menghilangkan kebiasaan pelupa saya?”

Ah, makin lama makin ngelantur nih. Tapi yang jelas, saya selalu suka cerita dream story apalagi kisah tentang pangeran dan putri. Meskipun di cerita-cerita seperti itu, ada yang saya tidak suka seperti selalu saja pemeran wanita yang tertindas, menderita, juga dari kalangan biasa. Tapi kisah pangeran dan putri-nya selalu saya suka. Yang sampai sekarang masih membuat saya berkhayal ada pangeran berkuda putih yang nantinya gak cuma ngambil selendang saya kek di film India (Chori-chori Chupke chupke kalo gak salah! PlaK!), tapi juga ngajak saya-nya, tentunya setelah saya bilang, “A, kenapa gak pake unta putih aja?”. (Ya elaaah, emangnya mau di padang pasiiiiir, Bu?)

Tapi, dibalik semua tentang dream story yang saya suka, saya menyimpulkan banyak hal. Bahwa kebahagiaan itu bukan dicari namun diciptakan. Bahwa segala sesuatu indah pada waktunya. Bahwa setiap cerita yang berawal pasti memiliki akhir. Dan yang paling penting adalah bahwa Allah selalu memberikan pertolongan pada setiap hamba-Nya, meski dari berbagai cara, jalan juga media. Seperti peri untuk cinderela, kurcaci untuk snow white, kawan-kawan untuk Rafunzel, dan juga yang lainnya. Tangan-tangan Allah menjangkau batas semesta, tanpa bersisa.

Tidak bolehkah saya bermimpi : and they life happily ever after...”, di surga... ^^,



-meracau di kala nyepi- (hehe...)
Maret, 2011
-Fu-
(putri yang tidak ditukar, yang selalu menanti pangerannya, PLAK!)

salah satu cara Allah yang sederhana adalah dengan memberikan kejutan-kejutan kecil untuk kita.

Remember one of my poem : “http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150127428211159

Still wait ^^,

0 komentar: