Kamis, 09 Desember 2010

Narasi Pernikahan

A, mau baca narasi pernikahan yang Fu buat untuk si Teteh dan si Akang nggak? Hehe... baca yah, A... katanya sih  banyak yang bilang "so sweet"

Judulnya : Akhirnya Dua Warna Telah Berpadu...


: narasi pernikahan Riri – Haris

“Saat cinta telah mengusik, perlahan ia akan berkembang membentuk fondasi menjadi sebuah bangunan di hati. Bangunan cinta sesuai petunjuk Rasul dalam sabdanya bahwa ; ‘Tidak ada bangunan di dalam Islam yang lebih dicintai oleh Allah daripada pernikahan’. Karena jika cinta dihijrahkan dari jatuh cinta menuju bangun cinta, maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga. –Salim A. Fillah


Hari ini, dua warna yang berpadu meleburkan biasan cinta mereka, menghimpun segala keterserakan, merangkul segala keseragaman, meneladani sunnah Rasul untuk menyempurnakan separuh dien dalam segenap kerinduan. Hari ini, dua warna telah meluruhkan segala kehampaan, menjadi sewujud cinta dalam sebuah perjanjian kuat dunia akhirat, yang dikarunia Allah dengan tak terhitung rahmat, serta mengundang senyuman dan doa hangat berjuta malaikat.

Warna yang satu, adalah warna biru langit yang cerah dengan pesona kelembutan, karena berkembang dalam cinta dan kebersahajaan.  Haris, pemilik warna yang satu itu, adalah lelaki yang beruntung telah tumbuh dalam dekapan hangat keluarga, dengan segenap kasih sayang dalam kesederhanaan. Sepasang cinta ayah dan ibu yang membuatnya mensyukuri kehidupan, seorang kakak perempuan yang membuatnya mengerti ketegasan dan kelembutan, serta seorang adik perempuan yang membuatnya memahami kedewasaan.

Warna yang satu lagi, adalah warna  merah mawar yang merekah dengan pesona keanggunan, karena berkembang dalam cinta dan kesempurnaan. Riri, pemilik warna itu, adalah perempuan yang beruntung telah tumbuh dalam pelukan hangat keluarga dengan cinta kasih dalam kesempurnaan. Sepasang cinta ayah dan ibu yang menjadikannya sederhana dalam kesyukuran, seorang adik perempuan yang menjadikannya seorang teladan, serta seorang adik laki-laki yang menjadikannya perempuan yang penuh kelembutan.

Kedua warna itu berpendar dalam cahaya, mewarnai masing-masing kanvas hidupnya, menikmati pencarian melengkapi pelangi yang kehilangan warna, setiap selepas kejatuhan hujan tiba, di dua daerah berbeda, yang satu di Ciwidey dan satu lagi di Majalengka. Hingga akhirnya kedua warna itu dipertemukan dalam sebuah wahana ilmu tempat mereka melangsungkan perkuliahan, wahana ilmu di sebuah kota yang orang sebut kota kembang, yaitu Poltekkes Kemenkes Bandung. Meski berada dalam satu wahana ilmu, secara logika mereka sulitlah untuk saling mengenal karena perbedaan lokasi kampus dan jurusan. Namun itu tidaklah sulit bagi Allah, karena sebuah persamaan takdir telah menghantarkan mereka secara tidak langsung untuk saling mengenal. Takdir bahwa mereka berdua sama-sama menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa dari jurusan masing-masing, yang satu Gizi dan satu lagi Kebidanan. Takdir yang telah membuat mereka sering bersua di berbagai acara organisasi kemahasiswaan, meski hampir tiga tahun perkuliahan itu tidak ada ketertarikan hati antar mereka sama sekali.

Tak ada yang tak mungkin saat Allah menetapkan takdir-Nya, apalagi untuk hal yang memang telah tergaris dalam Lauhul Mahfudz di Arsy-Nya. Maka dari itu Allah telah membalikkan kedua hati mereka pada sebuah peristiwa, yang membuat mereka melantunkan satu suara yang sama, yaitu harmoni cinta. Peristiwa di sebuah Rumah Sakit saat Haris bermaksud menjenguk seorang gadis yang sedang terkapar lemah tak berdaya. Seorang gadis yang telah dianggap saudara oleh keduanya, Riri karena si gadis satu jurusan dan dekat dengannya, dan Haris karena si gadis berasal dari daerah yang sama dengannya. Peristiwa itu telah membuat mereka saling mengagumi, karena sebenarnya keesokannya dari malam itu mereka berdua harus pergi ke luar kota berbeda, dalam rangka praktik lapangan perkuliahan masing-masing. Peristiwa itu adalah skenario Allah untuk menyadarkan mereka bahwa telah tertanam benih-benih cinta diantara keduanya, melalui kepedulian yang sama-sama mereka berdua tunjukkan. Kepedulian yang membuahkan kekaguman, kekaguman yang mengantarkan mereka pada satu tujuan.

“Cinta adalah putera dari kecocokan jiwa. Dan jikalau itu tiada. Cinta takkan pernah tercipta, dalam hitungan tahun, bahkan millennia.” –Kahlil Gibran

Haris dan Riri yang telah mengalami kelulusan dari perkuliahan mereka masing-masing, menyadari bahwa ada kesamaan pemikiran antara mereka berdua. Pemikiran untuk segera memiliki sandaran, memperoleh ketenangan, melepas kesendirian, melalui sebuah ikatan pernikahan. Pemikiran yang telah disetujui oleh kedua orang tua mereka yang bijak dengan doa dan restu untuk segera memprosesnya. Dan begitulah bila baris skenario Allah telah tertulis, merangkum segenap asa pada muara yang tak terkira. Menjawab segala doa yang terpapar, menghilangkan ragu yang memudar, serta menyatukan keberagaman yang terhampar. Dua warna yang sangat berbeda itu telah membuktikan janji Allah dalam firman-Nya, bahwa setelah kesulitan pastilah ada kemudahan. Mempermudah segala hambatan, melengkapi segala kekurangan, memaklumi segala kekeliruan, sehingga diperoleh kesepahaman.

Akhirnya 9 Mei 2010 Haris memberanikan diri untuk mempersilakan ibunya melingkarkan cincin di jari manis Riri. Cincin yang tersemat bertepatan dengan hari kelahiran Riri. Cincin pengikat yang ia terima dengan senang hati dan rona di pipi.

“Apabila cincin penanda cinta hendak disematkan di jemari, maka pastikan jari manislah yang terpilih. Sebab bila ia diletakkan di sana, aliran cintanya diyakini sampai ke hati.”

Haris dan Riri, memandang satu sama lain adalah sosok yang melengkapi belahan jiwa mereka yang selama ini hilang. Riri adalah sulbi bagi Haris, yang bukan untuk ia  taruh di atas kepala sehingga haus sanjung puja, bukan pula di taruh di bawah kaki untuk dihina, namun telah siap Haris letakkan di dekat hatinya untuk dicinta. Haris dan Riri telah siap menyempurnakan satu sama lain. Ada kesamaan tujuan dan impian, keserasian dukungan pekerjaan, serta kecocokan sifat dalam kesederhanaan.

Hari ini, bertemulah mereka dalam sebuah pendar cahaya. Kedua warna itu telah melebur dalam kanvas cinta. Kedua warna itu telah berpadu menjadi sebuah warna berbeda, warna ungu yang menjadi perlambang setia. Kedua warna telah menemukan satu pelangi yang siap mereka masuki bersama, melalui sebuah akad yang diamini para malaikat dengan doa. 

Akhirnya dua warna telah berpadu, seperti terwujudnya kesabaran Ali pada Fathimah. Akhirnya dua warna telah berpadu, seperti ketaatan malaikat dengan sayapnya merangkul semesta. Akhirnya dua warna telah berpadu, seperti firman Allah yang menciptakan segala memiliki pasangannya. Berpadu untuk saling mengisi dan melengkapi satu sama lainnya.

"Kamu pipa air yang kering dan aku hujannya. Kamu kota yang hancur dan aku arsiteknya. Tanpa khidmat padaku sang mentari suka cita. Kamu takkan pernah mencicipi bahagia". –Jalaludin Rumi

Kini, akhirnya, di pelaminan ini kedua warna itu telah berpadu. Perjalanan cinta keduanya telah bertamorfosa sampai pada pelanginya. Semoga berbahagia, Riyanni Sri Handayani dan Haris Nurdiana Sofyan.

Barakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a baynakuma fi khair.

Bandung, 29 November 2010
Foezi Citra Cuaca Elmart
*dibacakan saat resepsi pernikahan Riri-Haris


Pas bacain ini, deg-degan banget. Waktu itu lagi nyambut pengantin pas awal acara resepsi. Alhamdulillah banyak yang sukaaaa... Hehe... Banyak yang pengen dibuatin sama Fu... Hheu....
Hmmm...jadi mikir, nanti kalau fu nikah ada yang buatin beginian gak yah, A? Atau malah sempet mikir gini, gimana kalau kita justru buat masing-masing. Nanti ada momen kita bacain puisi prosa buat masing-masing. Fu bikin buat Aa, Aa bikin buat Fu! Halahhh.... khayalan fu itu mah... Hmm...tapi kayaknya seru, A. :-p hehe... ^_^

2 komentar:

pesanonline mengatakan...

mantap gan.

souvenir pernikahan murah nganjuk

Unknown mengatakan...

Kereeen...mohon izin tuk di pahami.😊