Origilly created by Fufu
Dua
tahun lalu, jumat penuh bahagia yang ketibaannya kita tunggu bersama,
selepas penuh keringat dan air mata kita alami berdua. Kau ikat aku
dalam janji suci yang menggetar semesta, bahwa kedepannya empat kaki
kita akan melangkah bersama. Masih ingatkah kamu, hari itu turun hujan
begitu lebatnya di malam hari, mengiring berkah rahmat-Nya untuk kita
berdua. Hari itu, tak kan pernah kulupa, hari dimana pertama kalinya seorang pria membuatku semakin mencintai-Nya.
Hari demi hari kita jalani status "terikat" bersama, konflik demi
konflik kita lalui berdua; mulai dari canda tawa hingga air mata. Kisah
kita tak selamanya bahagia, bahkan kau dan aku sama-sama mengalami
keterasingan akan masing-masing. Aku benar-benar tak mengenalmu, seperti
halnya kau yang benar-benar tak mengenalku. Mungkin sesekali kita
merasa ingin hidup berdua selamanya, dengan dunia kita yang begitu
indahnya. Namun, ada kalanya kau dan aku saling tak paham satu sama
lain, sehingga boleh jadi pikiran kita sudah meliar merencanakan hal
yang tak seharusnya. Ah Yabi... -itulah panggilan sayangku padamu,
bahkan sebelum kita pernah bertemu... kala mengingat momen itu rasanya
aku ingin berlari dan sembunyi, betapa aku tak paham akan perbedaan
besar diantara kau dan aku.
Selalu ada yang membuatku ingin
memperjuangkan apa yang telah kita sepakati bersama, kau tahu apa itu?
Ya, persamaan-persamaan kecil yang kita miliki berdua; tentang cinta,
tentang cita, tentang impian, tentang kegilaan pemikiran kita, tentang
pantai, tentang dunia, tentangmu dan aku meskipun dalam ruang hampa yang
kita lilini dengan hati kita. Ah, yabi... terlalu banyak puzzle-puzzle
persamaan antara kau dan dan aku, yang tak lah sebanding dengan
perbedaan besar kita yang ternyata sedikit saja. Yabi... terima kasih
telah membuatku paham bahwa; persamaan dan perbedaan dalam pernikahan
bukan untuk diperdebatkan, persamaan denganmu adalah kekuatan, dan
perbedaan denganmu untuk saling mengutuhkan.
Mungkin kau
terkejut akan segala tentangku yang terbuka begitu saja setelah menikah;
aibku, kelemahanku, kekuranganku, dan masa lalu yang masih kusimpan
dalm tubuhku, yang aroma sampah emosinya lambat laun kau cium dariku.
Awalnya kukira kau akan berlari karena menghadapi kenyataan pahit
dariku, namun kau peluk aku dan kau ajarkan aku untuk bisa mencintai
diriku sendiri. Kau yang dengan setia, sedikit demi sedikit menyumbuhkan
luka menganga yang hanya kututupi saja, bertahun lamanya. Yabi...
terima kasih telah membuatku paham bahwa; sebelum kita memberikan cinta
pada sesama, pastikan kita mencintai diri kita terlebih dahulu. Dengan
menerima, mensyukuri, dan memaafkan segala masa lalu yang pernah diri
lalui, agar Tuhan meridhai masa depan yang akan kita jalani.
Dengan menikah denganmu, aku merasa begitu menikmati hidup. Aku menjadi
diriku sendiri, dengan segala impian yang selama ini berjejal di otakku.
Kau tuntun aku perlahan, menuju setiap episode hidup yang menakjubkan;
tentang passion,tentang karya, tentang kebermanfaatan, tentang
pernikahan, tentang surga yang akan kita perjuangkan bersama. Yabi...
terima aksih telah membuatku paham bahwa; suami dan istri yang baik
adalah ia yang tak menuntut pasangannya berubah seperti orang lain,
melainkan menuntun pasangannya menjadi dirinya sendiri, yang semakin
baik setiap hari.
Yabi... membicarakan tentang kita tak pernah
cukup untuk kurangkai dalam kata, bahkan dua tahun ini serasa begitu
lama. Masih banyak rasa terima kasih yang kuucapkan padamu, tentang
setiamu, tentang kesabaranmu, tentang kau yang begitu berjuang menjadi
ayah yang baik bagi Emil kecil kita. Mungkin aku belum begitu sempurna
mengenalmu, maka izinkanku untuk terus belajar memahamimu sampai akhir
hayat kita.
Yabi... maafkan atas segala kekurangan dan
kesalahanku selama ini, sebagai istri, teman, sahabat, partner, dan
semua peranku terhadapmu. Izinkan aku terus belajar untuk semakin kau
cintai, untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anak kita, untuk menjadi
partner terbaikmu, untuk menjadi apa yang kau selalu doakan atasku.
Yabi... terakhir, izinkan aku mengeja yang dua, bahwa; aku cinta.
Bandung, 6 April 2014