Sabtu, 20 Oktober 2012

Up together, Jump together, Fly together

Originally created by Fu

Bismillahirrahmanirrahim… Assalamu’alaykum wr wb :)

Tak mungkin ada cinta di hati yang satu, apabila tak ada cinta di hati yang lain. Karena untuk menyuarakan irama cinta, tangan yang satu takkan kan mungkin bertepuk tanpa tangan yang lain.

Hari ini adalah hari kedua saya benar-benar berpisah jarak dan waktu dengan suami. Well, keluarga dan orang terdekat kami pun tahu kalau sejak menikah, tepatnya 6 bulan lamanya, kami tak pernah berpisah lebih dari 24 jam. Kami selalu bersama, di rumah, ke toko buku, ke klinik Rumah Berkah, ke swalayan, ke pengajian, ke acara seminar & training. Ya, hampir setiap kegiatan kami lakukan bersama-sama; menulis, main games, baca komik, mengisi training, dan banyak hal lainnya. We really enjoy every time together. Bahkan karena kami yang selalu bersama, jarang sekali menggunakan alat komunikasi hp untuk menelpon atau sekadar sms, karena memang tak diperlukan. Secara kemana-mana berdua.

Banyak orang yang mempertanyakan aktifitas kami yang selalu bersama, bahkan keluarga kami pun sempat merasa heran kenapa kami kemana-mana selalu berdua. Katanya, bagaimanapun nanti ada suatu masa di mana kami harus benar-benar berpisah dalam jangka waktu lama, jadi harus membiasakan diri. Akan ada suatu masa dimana boleh jadi jadwal mengisi acara saya dan suami bentrok, atau juga nanti bila suami saya harus koass, atau juga setelah punya anak nanti. Hmmm… yah, kami tahu itu mungkin saja bisa terjadi, namun selama keadaan sekarang masih memungkinkan kami untuk menjalani banyak aktifitas bersama, kenapa tidak?

Mungkin ini salah satu hal yang menjadikan kami cermin, entah kenapa kami memiliki pandangan yang sama terkait “Love relationship”  suami istri. Kami tidak setuju yang namanya LDR a.k.a. Long Distance Relationship. Yup, karena bagi kami bagaimanapun mempertahankan fondasi cinta yang terus kami bangun, memerlukan sentuhan secara nyata, karena proses pembelajaran untuk mengenali pasangan harus dilakukan secara real dengan kontinuitas yang terarah. Belajar juga dari banyak pengalaman orang tua kami, kerabat dll, unconciusly membuat prinsip kami begitu kuat, untuk tak mau menjalani LDR tersebut.

Oleh karenanya, selain karena passion yang sama, saya juga tak mau kerja kantoran, dan lebih bercita-cita menjadi ibu rumah tangga yang baik. Begitupun suami saya, ia juga tak mau kerja kantoran yang terkait dsb. Kami saling mendukung satu sama lain. Kalaupun harus berbisnis, lebih baik kami membangun kerajaan bisnis berdua. Berkarya bersama, belajar bersama, bertumbuh dan berkembang bersama. Satu sama lain kami ingin menjadi teman, partner serta pasangan terbaik. Sebisa mungkin kami akan mengatur jadwal acara mengisi training agar tak bentrok, agar satu sama lain dari kami bisa menemani. Begitupun dengan bisnis yang sedang kami pelajari, kami sepakat untuk menjalaninya bersama-sama. Sampai kami pun memiliki plan sendiri dalam pla pengasuhan anak kami nanti, kami sepakat untuk mengasuh anak kami bersama. Kami harus bisa mendapatkan setidaknya masa golden age anak kami. Kalau memang harus mengisi training ke luar kota, anak harus kami ajak. Suami saya bahkan sama sekali tak mau anaknya kelak harus diasuh oleh pengasuh anak atau orang lain. Mungkin akan terkesan sulit, namun bila komitmen telah dibuat tinggal tugas kami untuk bisa mengusahakannya.

Jujur saja, untuk kali ini saja harus berpisah sampe 4 hari lamanya itu membuat kami tidak begitu nyaman. Di malam sebelum suami saya harus berangkat ke Bali itu, kami berdua menangis, saling berpelukan. Rasanya akan berpisah begitu lama. Mungkin terkesan berlebihan, namun itulah kenyataannya. Saat suami saya baru meninggalkan pintu rumah saja, saya langsung ke kamar, lalu menangis di sana. Terbayang saja biasanya selalu ada yang menemani, tiba-tiba jadi harus sendiri, terasa sekali kehilangannya.

Semenjak menikah, saya bahkan tak pernah naik angkutan umum lagi. Suami saya tak pernah mau membiarkan saya kemana-mana sendirian, selama dia bisa dan tidak ada halangan maka akan ia antarkan. Dan empat hari ini saya harus kembali naik angkutan umum lagi, meskipun tak sendiri, karena ada calon bayi kami yang menemani saya. Well, padahal dulu saya begitu mandiri, kemana-mana selalu sendiri, pemberani, nekat, tak manja untuk harus diantar sana sini. Menikah telah benar-benar membuat saya nyaman memiliki sosok pelindung yang siaga kapanpun untuk saya.

Meskipun empat hari ini akan terasa empat bulan lamanya (Lebaynyooo… :p) namun ada hikmah yang bisa saya petik. Bahwa bagaimanapun hidup ini adalah masalah pertanggungjawaban masing-masing. Pasangan hanyalah partner yang Allah beri untuk mempermudah langkah kita dalam petualangan hidup ini. Fokus utama tetaplah pada Allah, jangan sampai kita membuat Allah cemburu bahkan pada pasangan yang telah halal untuk kita. Kalau kita sudah begitu dekat dengan pasangan, belum tentu Allah dekat dengan kita. Namun apalabila kita sudah dekat dengan Allah, Allah juga akan semakin mendekatkan kita dengan pasangan kita. Tugas seorang istri saat suaminya tak ada di rumah adalah menjaga diri, menjaga kehormatan keluarga, mendoakan segala urusan suami. Hmmm… sekarang ini saya harus mendekat sama Allah lebih erat lagi, jangan sampai Allah murka dan kelak di akhirat nanti saya hanya jadi beban untuk 3 lelaki utama di hidup saya; suami, ayah, dan (kelak) anak lelaki saya.

Predikat Ibu Rumah Tangga yang baik adalah momentum teristimewa yang harus diraih setiap wanita. So, keep learning Fu… To be a great muslimah, a great wife, a great housewife, a great husband’s partner, a great mom, just for your Great Allah… :)


Dan untuk mencapainya, saya ingin melakukan segala yang terbaik di hidup saya bersama suami saya tercinta. Up together, Jump together, Fly together, Happily ever after. Bismillah :)



Pilihlah pasangan hidup yang kelak mau saling menghebatkan bersama, bukan mau hebat sendiri saja :)

0 komentar: