Senin, 08 Oktober 2012

Hujan; Aku, Kamu dan Kita

Originally created by Fu

Bisakah meminta waktumu sejenak?
Ingin sekali kuuntai kata tentang hujan di luar sana; yang menderma cinta, dalam siuet senja yang selalu saja kita rindukan ketibaannya; yang mengemas cinta, dalam embun pagi yang menyublimkan hati kita pada cahaya dunia; yang menghias cinta, dalam pendar purnama yang membersamai gemintang untuk segera mempertemukan kita.

Berkisahlah hujan tentang rentang abad yang telah memecah segala benar dalam berbagai teori, tentang kelahiran, kehidupan, kebahagiaan, kesedihan pun sampai kematian. Tariannya di saat sore selalu saja menerbitkan senyum anak-anak yang berceloteh di teras rumah, memaksamu untuk mengingat bahwa kamu pun begitu merindukan masa itu, iya kan? –saat dunia hanya berupa wujud permainan dadu, yang kita lempar, kemudian maju atau mundur, dan setelahnya berlalu.

Rintik hujan kemudian menggandengmu dalam sajak pilu yang terdeklamasi, di setiap petang, mungkin selepas kau melepas setiap peluh dengan tegukan air yang membasahi kerongkongan. Selalu saja ia terus bertalun tentang rindu, tanpa henti, seakan detik begitu lama berganti, meski acap kali kita tersadar bahwa waktu tak mau berkompromi untuk terus melaju, menuakan kita pada usia yang belum semestinya, benar kan? –ketika lorong mimpi tak lagi serupa balon udara beraneka warna, karena terlalu mengangkasa, dan tangan kita tak jua mampu meraihnya.

Saripati hujan lalu bermuara pada langit-langit kamarmu yang telah tampak aus seperti tak berpenghuni, di malam hari, yang selalu menjadi saksi setiap bulir air mata teruntuk Tuhan kita. Malaikat selalu membersamai dan mengamini setiap pinta kita yang melulu itu-itu saja, meski selepasnya kemudian tak ayal membuatnya murka atas tingkah kita. Sementara bias hujan telah kembali mengudara, dan kamu pun berkaca pada lensa dibalik jendela, begitu kan? –Di mana seberkas cahaya berbinar dalam rupa seorang pencinta yang senantiasa bersenandung lirih, meski tak pernah fasih dalam mengeja makna dunia dengan kesendiriannya.

Yakinlah bias hujan kan berhenti bermuara di suatu masa, karena ia pun mengerti akanmu, dengan mempersilakan pelangi berbagi senyuman dan cahaya; meski ia kan kembali, walau sekadar mencipta bau tanah basah yang mengaroma pagi, atau menerbit aku dan kamu menjadi kita, pasti.

Bandung, 31 Mei 2012

:Teruntuk yang senantiasa istiqamah dalam penantiannya, semoga Allah permudah untuk menggenap separuh agamanya.

0 komentar: