Rabu, 24 November 2010

Senja itu... Jawaban atas segala tanya


Karena “Senja Itu” banyak yang bertanya. Karena “Senja itu” bahkan ada yang langsung menanyakan maknanya langsung pada saya. Karena “senja itu” banyak yang menyangka bahwa saya sedang jatuh cinta atau menanti cinta. Itu tidak sepenuhnya salah. Tapi justru “Senja Itu” sangat jauh lebih dari hanya sekadar itu pemaknaannya.

Saya juga sama-sama tak mengerti kenapa senja begitu istimewa, dengan jingganya. Namun yang saya ketahui hingga detik ini bahwa ALLAH hanya menyebutkan dua kali saja kata “senja” di firman-Nya. Yang pertama adalah Al-Insyiqaq ayat 16 itu. Saya juga terpaku pada ayat itu sampai ayat akhir yaitu ayat 25. Kenapa ALLAH harus bersumpah demi cahaya merah senja? Kenapa dalam tafsir-tafsir mulai ayat 16 itu membahas mengenai “MANUSIA MENGALAMI PROSES KEHIDUPAN TINGKAT DEMI TINGKAT”? Kenapa senja? Padahal surat itu menceritakan mengenai langit yang terbelah.

falaa uqsimu bisy syafaq. wal laili wa maa wasaq. wal qomari idzat tasaq. famaa lahum laa yu’minuun. Wa idza quria ‘alaihimul qur’aanu laa yasjuduun. Maka Aku bersumpah demi cahaya merah pada waktu senja, demi malam dan apa yang diselubunginya, demi bulan apabila jadi purnama, sungguh akan kamu jalani tingkat (dalam kehidupan). Maka mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak mau bersujud.

Tidakkah senja sungguh istimewa? Seistimewa malam yang menyimpan banyak rahasia? Sesistimewa purnama yang anggun dengan cahayanya? Sungguh akan kamu jalani tingkat (dalam kehidupan). ALLAH memberitahu kita. ALLAH mengingatkan pada kita yang sering berleha-leha. ALLAH menegur kita yang sudah lelah dalam penantiannya. ALLAH mengingatkan kita yang seringnya terlalu sibuk pada dunia. Maka ALLAH sampaikan kesimpulan pada akhir ayatnya : Ilalladziina aamanuu wa’amilush shoolihaati lahum ajrun ghairu mamnuun. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya.

Yang kedua adalah Surat AL-Kahfi ayat 28. “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.

Tidakkah senja begitu istimewa? Seistimewa kesabaran orang-orangnya yang menyeru Tuhannya pada salah satu waktu dengan fragmen berukuran tak terhingga mili mikron-nya. Seistimewa orang-orang yang memiliki keluasan hati untuk tidak terleha pada perhiasan dunia dan hanya mengharap keridhaan-Nya. Seistimewa orang-orang yang tak pernah lalai dalam mengingati ALLAH dan mengendalikan hawa nafsunya. Seistimewa orang-orang yang sabar akan batas waktu yang telah dijanjikan-Nya.

Kenapa senja begitu istimewa? Mungkinkah karena ia-nya ada pada waktu istimewa dimana ALLAH menjadikan waktu itu sebagai waktu amal kita dilaporkan ke langit setiap harinya. Senja itu setelah waktu Ashar. Atau mungkinkah karena ia-nya pelengkap pagi yang mengantarkan fajar pada cahaya sedangkan ia mengantarkan petang pada gelapnya? Senja itu berlawanan dengan pagi. Atau mungkinkah karena ia-nya tampak jingga untuk matahari namun tampak kelabu untuk mendung? Tidakkah itu hanya karena kita yang tidak mampu melihatnya dengan kasat mata? Senja itu selalu ada dengan jingganya, setiap harinya, karena ia salah satu poros waktu. Mungkin saja ia tak selalu jingga bagi kita karena putaran poros bumi, seperti halnya putaran poros kehidupan.

Senja itu istimewa. Karenanya aku bersyukur. Bersyukur atas pagi dan siang yang ALLAH beri untuk mencari hidup penuh arti dan bersyukur atas hadirnya malam yang ALLAH beri untuk sejenak beristirahat serta bermuhasabah atas makna hidup yang telah dicari.

Senja itu istimewa. Karenanya aku bersyukur bahwa ALLAH berbaik hati untuk selalu mengingatkan kita bahwa masa di dunia sekejap saja. Sekejap masanya senja yang tak selama pagi, siang dan malam. Karenanya aku bersyukur bahwa masa di dunia bagaikan pendeknya masa pagi dan siang sedangkan akhirat melebihi panjangnya malam. Senja menjadi tempat perbatasan, karenanya itu ia jingga, tak jua terang ataupun gelap.

Senja itu ruji yang istimewa. Seistimewa ruji-ruji kehidupan yang telah ALLAH persiapkan lainnya. Tak butuh kamera khusus untuk membidik senja yang sering tampak pura-pura mendekati sempurna. Karena justru ia sempurna dengan kesamaran dan temaramnya.

Wallahualam bish showab… Fu juga masih harus banyak belajar. Itu hanya penafsiran fu saja. Mengenai “Senja itu” perlukah fu jabarkan satu persatu perbaitnya? Hehe… ^_^

Terima kasih sebelumnya untuk Teh Hesty khususnya atas apresiasinya yang diberikan pada saya. Sungguh saya senang bila ada orang yang menghargai sesuatu dengan mengajak berdiskusi.

[]

Notes ini fu tulis karena banyak yang tidak mengerti dan bertanya mengenai puisi "Senja Itu..." ^_^

0 komentar: