Originally created by Fu
Sekarang hari Jum’at. Entah kenapa harus di hari Jum’at. Saya baru sadar pada hari Jum’at saya terlihat tidak seperti biasanya. Sampai-sampai semua orang yang bertemu dengan saya bertanya atas apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya. Mungkin karena setiap orang yang mengenal saya cenderung menggambarkan saya sebagai pribadi yang lebih sering memberikan senyuman setiap harinya. Saya hanya berniat menebar keceriaan, karena bagi saya hidup itu tentunya harus dinaungi oleh kesyukuran. Mungkin salah satu cara saya menunjukkannya adalah dengan tetap memberikan senyuman, sesekali candaan, juga celotehan yang mungkin untuk sebagian orang cenderung menunjukkan kemanjaan. Mungkin karena itu pula, orang akan merasa tak wajar saat saya lebih banyak diam bahkan cenderung murung, atau bahkan sampai menitikkan air mata. Sekalipun saya pura-pura tersenyum dan bahagia, kadang raut muka dan mata saya tidak bisa diajak kompromi untuk berbohong sedikit saja. Ah, ingin rasanya saya berkata bahwa saya juga manusia biasa.
Jum’at kemarin saya dikagetkan oleh sebuah peristiwa yang membuat saya melemas saat mendengarnya. Peristiwa yang telah memberikan saya banyak pelajaran sekaligus menunjukkan bahwa memang sudah saatnya saya bermetamorfosa pada kedewasaan, bukan lagi kekanakkan. Di jum’at itu langit begitu cerah bahkan matahari pun tersenyum. Namun entah kenapa hati ini serasa diguyur hujan lebat sekaligus kilat dan petir yang menggemuruh. Jum’at yang membuat saya begitu terkesiap namun juga belajar untuk mengambil keputusan. Jum’at kemarin.
Jum’at hari ini juga saya dikagetkan lagi oleh sebuah peristiwa yang membuat tubuh saya gemetar dan jiwa saya meringis. Peristiwa yang telah memberikan saya tamparan sekaligus pelajaran akan sifat saya yang mungkin terkesan berlebihan. Di jum’at ini langit pun sama cerahnya dengan jum’at kemarin, hanya saja matahari sedikit tersipu. Namun, entah kenapa hari ini pun saya harus kembali menitikkan banyak air mata bahkan dada saya sampai sesak karena tertahan memendamnya. Jum’at yang membuat saya nikmat bermanja dan menghabiskan air mata di hadapan Allah. Jum’at hari ini.
Dua Jum’at berturut-turut suasana hati saya tak menentu. Entah kenapa harus di hari Jum’at. Namun saya percaya bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini, karena semuanya telah Allah gariskan. Saya tidak pernah dan tidak akan (jangan sampai) menyesal atas apa yang terjadi pada diri saya. Saya selalu percaya bahwa apapun yang Allah berikan adalah yang terbaik untuk saya. Jika itu kebahagiaan maka saya anggap itu hadiah Allah, jika itu ujian dan kesedihan maka saya anggap itu rasa sayang Allah, yang dari keduanya untuk kebaikan dan peningkatan kualitas iman.
Saya bersyukur Allah memberikan pelajaran di dua Jum’at ini. Itu berarti Allah menegur saya untuk tidak terlena pada senyuman dan kebahagiaan yang saya rasakan. Allah memberi kesempatan air mata saya untuk keluar setelah enam hari terpendam setiap minggunya. Allah sayang pada saya untuk mengingatkan bahwa Dia-lah sebaik-baik penilai, karena sering kali niat yang kita tekadkan berbeda dengan interpretasi orang lain. Allah ingin memberi saya pelajaran, menuntun saya pada kedewasaan, juga menanamkan saya pada ketawadhuan dan kesyukuran, yang sering kali saya lupakan.
Terkadang orang mungkin salah faham atas apa yang saya tunjukkan selama ini. Keramahan yang saya tunjukkan dirasa berlebihan dan mengundang hal-hal yang tidak seharusnya. Padahal niat saya sama untuk memperlakukan semuanya, mungkin karena saya cenderung terbuka dan ceria. Tulisan yang saya tampilkan dirasa berlebihan tentang menyudut pada satu atau beberapa hal saja. Padahal menulis adalah media saya untuk sekadar berbagi dan pelampiasan saya mencurahkan isi hati, meski tak selamanya yang saya tulis adalah perwakilan apa yang saya pikir dan rasakan. Penilaian setiap orang itu tentunya berbeda-beda, dan itu memang menjadi hak bagi semuanya. Saya justru berterima kasih karena dengan begitu saya tidak terlena pada sanjung puja, namun juga menundukkan kepala dan hati untuk introspeksi diri.
Maka dari itu, seperti apa yang saya terapkan pada prinsip saya yaitu :
“Aku bukanlah apa yang aku tulis, apa yang aku katakan ataupun apa yang aku perlihatkan. Tapi aku adalah aura yang kau tafsirkan sesuai stimulus hatimu mendeskripsikan bagaimana aku.”
Interpretasikan dan deskripsikan saya dengan hati. Insya Allah, akan ditemukan apa yang sebenarnya saya rasakan dan saya tujukan pada setiap apa yang saya tunjukkan. Mari menjalin tali ukhuwah, dengan senang hati saya menerimanya.
Saya mohon maaf bila memang ada sikap ataupun kata yang selama ini tidak mengenakkan, begitu mengkhawatirkan, ataupun membuat kerisihan. Terlebih lagi bila sampai mengotori niat dan hati atau semacamnya. Setiap komentar, masukan, bahkan kritikan akan saya terima dengan senang hati, Insya Allah. Itu akan menjadi bahan masukan untuk saya pribadi agar terus membenah diri menjadi pribadi yang lebih baik. Itu pula saya anggap sebagai perhatian dan kepedulian dari saudara sesama muslim untuk saudara muslim lainnya. Cukuplah Allah yang Mengetahui bagaimana isi hati saya sebenarnya.
Kata salah seorang Teteh : “Seseorang yang sedang berusaha istiqomah memang suatu saat akan diberikan cobaan, salah satu contohnya seperti ini.”
Allah… puji syukur atas apapun yang kau berikan. Akankah berulang pula di jum’at depan? Ah, ya… detik berikutnya pun tidak ada yang menjamin masih mampu kurasakan. Semoga Engkau kuatkan, sabarkan, dan ikhlaskan.
Wallahualam bish showab
_ba’da dzuhur_
Safar 1432 H
*Puji syukur pada Allah yang telah melegakan. Alhamdulillah…
Terima kasih pada yang telah memberi peringatan.
Terima kasih pada yang mau mendengarkan dan member masukan. Uhibbukum fillah, Ukhti…^^
#wanna accept me what I am, a? *_*
1 komentar:
jum'at yang indah... :)
Posting Komentar